Rabu, 21 Desember 2016

MAKALAH PERIODE KHULAFAUR RASYIDIN (632 – 661 M )



MAKALAH PERIODE KHULAFAUR RASYIDIN (632 – 661 M )
“ Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam”
Dosen Pengampuh : Ibu Lenawati.S.Pd.I
Di susun oleh : Kelompok 3
Nama dan NPM :        -Guntur Syaroza putra            1511030264
                                    - Zaini Nur Ahmad                1511030290               
                                    -Ria                                         1511030306                                                                                                               
FAKULTAS TARBIYAH & KEGURUAN
JURUSAN MANAGEMEN PENDIDIKAN ISLAM  2015
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya  sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini kami susun sebagai tugas dari mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dengan judul “ PERIODE KHULAFAUR RASYIDIN (632-661 M )”.
Terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Lenawati.S.Pd.I, selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya terselesaikan tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dan kami kelompok 3 berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk teman-teman semua. Tak ada gading yang tak retak, Tak ada tuyul yang tak botak, Tak ada bisul yang tak bengkak, Tak ada luka yang tak koyak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat kami harapkan dari para teman-teman semua guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.









DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR           ………………………………….……                       1

DAFTAR ISI                         ……………………………………….            2

BAB I PENDAHULUAN     ............……………………………….                       3
A.   Latar Belakang                ....…………………………………….            3
B.   Rumusan Masalah           ............……………………………….            4
C.   Tujuan Penulisan             ........………………………………….            4


BAB II PEMBAHASAN       ....………………………………….....                      5
A.    Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin                                                                                                                     
1.      Abu Bakar ( 632-634 M )          .......................................            6
2.      Umar Bin Khathab ( 634-644 M )       .............................                        7
3.      Utsman Bin Affan ( 644-656 M )        .............................            8
4.      Ali Bin Abi Thalib ( 656-661 M )       .............................             9
B.    Tipe Kepemimpinan Khalifah              .......................................            10                     
C.    Kontribusi Khalifah Dalam Peradaban Islam     .........................           11  


BAB III PENUTUP               ..........................................…………..           20
A.    Kesimpulan                     .............……………………………...           20
B.    Saran                               ………………………………………           22

DAFTAR PUSTAKA                        ..........……………………………......           23




BAB 1
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia dilahirkan didunia ini untuk menjadi pemimpin atau kholifah fil ‘ardhi sebagaimana firman Allah dalam surat Al-baqoroh Ayat 30 yang berbunyi : http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/2_30.png                                         Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.".
Banyak terjadi kerancuan-kerancuan ketika pemerintahan sudah tidak berada dibawah kendali Rasulullah. Dalam hal ini terdapat empat khalifah yg menggantikan Nabi dalam memimpin Umat Islam dengan selalu berpegang pada al Qur’an dan Sunnah. pada periode ini, masih mencerminkan pola- pola yang digagas dan dipraktekkan oleh Rasululah dalam menata dan mengurusi umat Islam

B.  RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini ditunjukan untuk merumuskan permasalahan yang akan dibahas pada pembahasan dalam makalah. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, sebagai berikut :

1.      Perkembangan peradaban islam pada masa khulafaur rasyidin ,mencakup kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hubungan antar negara

2.      Tipe kepemimpinan ke 4 khulafah
3.      Kontribusi khalifah dalam peradaban islam

C.  TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah ini. Adapun tujuan penulisan makalah, sebagai berikut :

1.      Mengetahui perkembangan peradaban islam pada masa ke 4 khulafau rasyidin yaitu : Abu Bakar, Umar Bin Khathab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib
2.      Memahami tipe kepemimpinan khulafau rasyidin
3.      Mengenal kontribusi khalifah dalam peradaban islam
















BAB II
PEMBAHASAN

A.  PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR ROSIDIN
Khalifah adalah jabatan tertinggi dalam kepemimpinan Islam pacsa Rasulullah Saw. Wafat. Mereka dipilih oleh umat Islam melalui musyawarah. Seorang khalifah wajib menjalankan kepemimpinan sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Khalifah tidak menjalankan fungsi kenabian, tugas utama mereka dalam hal keagamaan adalah memimpin shalat jum’at di masjid Nabawi dan menyampaikan khutbah jum’at.
Tugas seorang khalifah selain sebagai kepala Negara, dia juga menjabat sebagai panglima pasukan Islam yang memiliki kewenangan luas dalam hal pemerintahan. Dalam sejarah, tugas Nabi Muhammad Saw. Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara diemban oleh empat sahabat terdekatnya secara berurutan. Termasuk dalam tugas tersebut adalah mengurus masalah keagamaan umat Islam. Keempat penggantinya inilah yang dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin. Secara kebahasaan, Khulafaur Rasyidin berarti para khalifah yang mendapat petunjuk. Keempat khalifah tersebut adalah Abu Bakar As-Shiddiq (memerintah 632 – 834 M), Umar bin Khatab (634-644M), Usman bin Affan (644-656 M) dan Ali bin Abi Thalib (656-661 M).

1.  Abu Bakar As Shiddiq
A. Biografi Abu Bakar As Shidiq
Nama asli beliau adalah Abdullah Ibnu Abi Quhafah at Tamimi, di masa jahiliyah bernama Abdul Ka’bah. Setelah masuk Islam, Nabi mengganti namanya menjadi Abdullah Abu Bakar. Namun orang-orang memanggilnya Abu Bakar. Nama ini diberikan karena ia adalah orang yang paling dini memeluk Islam. Dalam bahasa Arab, Bakar berarti dini atau pagi. Selain itu, Abu Bakar sering kali dipanggil Atiq atau yang tampan, karena ketampanan wajahnya. Sementara Nabi memberikan Abu Bakar gelar As-Shidiq , dikarenakan  dia membenarkan kisah Isra’ Mi’raj nabi ketika banyak penduduk Mekkah mengingkarinya.
Abu Bakar lahir pada 572 M di Mekkah, tidak berapa lama setelah Nabi Muhammad lahir. Karena kedekatan umur inilah Abu Bakar sejak kecil bersahabat dengan Nabi. Persahabatan keduanya tak terpisahkan, baik sebelum maupun sesudah Islam datang. Bahkan persahabatan keduanya bertambah erat ketika sama-sama berjuang menegakkan agama Allah.
Biarpun hidup pada zaman jahiliyah, berbagai kebaikan telah melekat pada Abu Bakar sejak kecil. Lembut dalam bertutur kata, dan sopan dalam bertindak merupakan beberapa sifat bawaannya. Ia juga perasa dan sangat mudah tersentuh hatinya. Selain itu Abu Bakar dikenal cerdas dan berwasan luas. Abu Bakar adalah seorang sahabat Nabi yang terkenal akan kedermawanannya. Demi membela kaum muslimin yang tertindas di Mekkah, Abu Bakar tak segan-segan mengeluarkan hartanya. Salah satu kisah terkenal yang menggambarkan kedermawanannya tentu saja ketika ia menebus Bilal bin Rabah dari tangan majikannya yaitu Umayyah bin Khalaf. Lewat perantara Abu Bakar, Allah memberi pertolongan kepada hambaNya yang teguh imannya.
Melalui perantara Abu Bakar pula banyak penduduk Mekkah yang menyatakan diri masuk Islam, seperti Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam dan Ubaidillah bin Jarrah adalah beberapa sahabat yang masuk Islam atas ajakan Abu Bakar. Merekalah yang kemudian dikenal dengan nama Assabiqunal Awwalun.
Setelah masuk Islam, Abu Bakar menjadi salah satu pembela nabi yang paling kukuh, baik ketika di Mekkah maupun di Madinah. Abu Bakar yang menemani nabi melakukan hijrah ke Yatsrib (Madinah). Setelah tiba di Madinah, Abu Bakar tinggal di Sunh, daerah di pinggiran kota Madinah. Di kota tersebut, Abu Bakar dipersaudarakan dengan seorang dari suku Khazraj yang bernama Kharijah bin Zaid dari Bani Haritsah. Di rumah Kharijah tersebut Abu Bakar tingal. Hubungan kedua orang ini bertambah erat ketika Abu Bakar menikahi anak Kharijah bernama Habibah. Di  Madinah, Abu Bakar beralih profesi dari pedagang kain menjadi petani.

B. Proses terpilihnya Khalifah Abu Bakar As Shiddiq
Setelah  Rasulullah Saw. Wafat, kaum muslimin dihadapkan sesuatu problema yang berat, kerena Nabi sebelum meninggal tidak meninggalkan pesan apa dan siapa yang akan mengganti sebagai pimpinan umat. Suasana wafatnya Rasul tersebut menjadikan umat Islam dalam kebingunan. Hal ini karena Mereka sama sekali tidak siap kehilangan  beliau baik sebagai pemimpin, sahabat, maupun sebagai pembimbing yang mereka cintai.
Di tengah kekosongan pemimpin tersebut, ada golongan sahabat dari  Anshar yang  berkumpul di tempat Saqifah Bani Sa’idah, sebuah tempat yang biasa digunakan sebagai pertemuan dan musyawarah penduduk kota Madinah. Pertemuan golongan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah tersebut dipimpin seorang sahabat yang sangat dekat Rasulullah Saw., ia adalah Sa’ad bin Ubadah tokoh terkemuka Suku Khazraj.
Pada waktu Saad bin Ubadah mengajukan wacana dan gagasan tentang siapa yang pantas untuk menjadi pemimpin sebagai pengganti Rasulullah ia menyatakan bahwa kaum Anshar-lah yang pantas memimpin kaum muslimin. Ia mengemukakan demikian sambil berargumen bahwa golongan Ansharlah yang  telah banyak menolong Nabi dan kaum Muhajirin dari kejaran dan penindasan orang-orang kafir Quraisy. Tentu saja gagasan dan wacana ini disetujui  oleh para sahabat dari golongan Anshar. Pada saat beberapa tokoh Muhajirin seperti Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah dan sahabat muhajirin yang lain mengetahui pertemuan orang-orang Anshar tersebut, mereka segera menuju ke Saqifah Bani Sa’idah. Dan pada saat orang-orang Muhajirin datang di Saqifah Bani Sa’idah, kaum Anshar nyaris bersepakat untuk mengangkat dan  membaiat Saad bin Ubadah menjadi Khalifah. Karena pada saat tersebut para tokoh Muhajirin juga datang maka mereka juga diajak untuk mengangkat dan  membaiat Saad bin Ubadah. Namun, kaum Muhajirin yang diwakili abu Bakar  menolaknya dengan tegas membaiat Saad bin Ubadah. Abu Bakar mengatakan pada golongan Anshar bahwa jabatan khalifah sebaiknya diserahkan kepada kaum Muhajirin. Alasan Abu Bakar adalah merekalah yang lebih dulu memeluk Agama Islam. Kaum Muhajirin dengan perjuangan yang berat selama 13 tahun menyertai Nabi dan membantunya mempertahankan Islam dari gangguan dan penindasan kaum kafir Quraisy di Mekkah. Dengan usulan Abu Bakar ra. Golongan Anshar tidak dapat membantah usulannya.
Kaum Anshar menyadari dan  ingat, bagaimana keadaan mereka sebelum Nabi dan para sahabatnya dari Mekkah mengajak masuk Islam, bukankah di antara mereka sering  terlibat perang saudara yang berlarut-larut. Dan dari sisi kualitas tentu saja para sahabat Muhajirin adalah manusia-manusia terbaik dan yang pantas menggantikan kedudukan Nabi dan menjadi khalifah untuk memimpin kaum muslimin. Pada saat yang bersamaan Abu Bakar menunjuk dua orang Muhajirin di sampingnya yang dikenal sangat dekat dengan Nabi, yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Bakar mengusulkan agar memilih satu di antara keduannya untuk menjadi khalifah. Demikian kata Abu Bakar kepada kaum Anshar sembari menunjuk Umar dan Abu Ubaidah. Namun sebelum kaum Anshar merespon usulan Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah justru menolaknya dan keduanya justru balik menunjuk dan memilih Abu Bakar. Secara cepat dan tegas Umar mengayungkan tanganya ke tangan Abu Bakar dan mengangkat tangan Abu Bakar dan membaiatnya. Lalu apa yang dilakukan Umar ini segera diikuti oleh Abu Ubaidah. Dan akhirnya diikuti kaum Anshar untuk membaiat Abu Bakar Kecuali Saad bin Ubadah.
Lalu pada esok harinya, baiat terhadap Abu Bakar secara umum dilakukan untuk umat muslim di Madinah dan dalam pembaiatannya tersebut, Abu Bakar berpidato sebagai berikut:
“Saudara-saudara, saya sudah dipilih untuk memimpin kalian sementara saya bukanlah orang terbaik di antara kalian. Jika saya berlaku baik, bantu-lah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan dan dusta merupakan pengkhianatan. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi bila saya melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya, maka gugurlah ketaatanmu kepada saya.”
Demikianlah, proses terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah sebagai pengganti Rasulullah Saw.
Lain Abu Bakar lain pula Umar bin Khatab. Pada Saat Khalifah Abu Bakar merasa dekat dengan ajalnya, Ia menunjuk Umar Bin Khatab untuk menggantinya, namun sebelum menyampaikan ide dan gagasannya untuk menunjuk Umar, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat terkemuka seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Afan, Asid bin Hudhair al-Anshari, Said bin Ziad dan Sahabat lain dari golongan muhajirin dan anshar untuk dimintai penilaian dan pertimbangan dan akhirnya mereka menyetujui.
Setelah Umar bin Khatab meninggal, Khalifah dipegang oleh Utsman bin Affan. Pada waktu Umar hendak mengimami shalat shubuh, tiba-tiba diserang oleh Lu’lu’ah Fairuz dan berhasil menikam perut Umar Bin Khatab namun tidak langsung meninggal. Pada saat-saat tersebut, Proses pemilihan terjadi paskah tragedi Shubuh, Umar membentuk Dewan yang beranggota enam orang sahabat yaitu Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Saat bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Utsman bin Afan dan Ali bin Abi Thalib dan dalam sidang yang a lot dan waktu yang panjang akhirnya Utsman yang berusia 70 tahun terpilih untuk mengganti Umar Bin Khatab.
Setelah Utsman meninggal dalam sebuah kerusuhan tanggal 17 Juni 656 M terjadilah kekosongan kekuasaan, Ali bin Abi Thalib diusulkan oleh Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah untuk mengganti Utsman, dan pada awalnya Ali menolak, namun setelah banyaknya dukungan yang mengalir dan atas desakan banyak sahabat akhirnya Ali menerima dan dibaiat menjadi Khalifah di Masjid Nabawi tanggal 24 Juni 656 M.

2. Umar bin Khattab
A.Biografi Umar bin Khattab
Umar ibnu Khatab putera dari Nufail al Quraisy dari suku bani Adi, salah satu kabilah suku Quraisy. Tidak ada yang tahu pasti kapan Umar ibnu Khatab dilahirkan. Ia dibesarkan layaknya anak-anak lainnya. Memasuki usia remaja, Umar menggembalakan unta ayahnya, Khatab bin Nufail, di pinggiran kota      Me-kkah. Selain bergulat, berkuda  merupakan keahlian Umar lainnya.. Secara fisik, tubuh Umar kekar, kulitnya putih kemerah-merahan dan kumisnya lebat.
Seperti pemuda pada masa Jahiliyah lainnya, Umar akrab dengan minuman keras dan perempuan. Selain itu, Umar sangat gigih dalam membela agama nenek moyangnya. Tak akan ia biarkan orang, siapa pun dia, mengusik agama nenek moyangnya. Maka ketika Rasulullah mulai mendakwahkan Islam, Umar merupakan seorang yang sangat getol memusuhi Rasulullah. Pada waktu masa awal dakwah Islam di Mekkah, bersama Abu Hakam bin Hisyam (Abu Jahal),  Umar merupakan tokoh Quraisy yang sangat ditakuti oleh kaum muslimin, karena kekejaman dan permusuhannya terhadap Islam. Umar pernah menghajar seorang budak perempuan karena budak tersebut memeluk Islam. Ia menghajar sampai capek dan bosan sendiri karena terlalu banyak memukul. Sang budak akhirnya dibeli oleh Abu Bakar dan dibebaskan.
Karena begitu berbahanya kedua orang tersebut (Umar bin Khatab dan Abdul Hakam bin Hisyam) itu, sehingga Rasulullah pernah berdoa kepada Allah agar salah satu dari keduanya masuk Islam. ”Allahumma ya Allah, perkuatlah Islam dengan Abul Hakam bin Hisyam atau Umar bin Khatab” demikian doa Nabi. Doa Nabi terkabul dengan masuknya Umar ke dalam agama Islam. Keislaman Umar terbukti membawa kemajuan pesat bagi Islam . Kaum muslimin menjadi berani terang-terangan melakukan salat dan thawaf. Umar juga tidak takut menantang paman sendiri, Abu Jahal, seorang paling membenci Islam. Ia menemui Abu Jahal dan terang-terangan mengaku telah memeluk agama Islam. Karena ketegasannya itu, Umar mendapat julukan ”Al Faruq” yang artinya pembeda antara yang baik dan buruk.
Ketika Nabi memutuskan untuk hijrah ke Yastrib, Umar bersma kaum Muhajirin lainnya berangkat mendahului Rasulullah dan abu Bakar. Di kota Madinah, Umar dipersaudarakan dengan Utban bin Malik. Seperti Abu Bakar, Umar juga ikut menggarap tanah subur Madinah untuk ditanami berbagai macam tanaman.
Karena sifatnya yang tegas, tak jarang Umar mendebat Rasulullah, seperti dalam Perjanjian Hudaibiyah. Sebab, ia merasa perjanjian tersebut merugikan kaum muslimin. Namun di balik badannya yang kekar dan kuat serta wataknya yang keras dan tegas, Umar menyimpan sifat lembut dan perasa. Hatinya mudah tersentuh  sampai menangis terharu. Tak jarang para sahabat menyaksikan Umar menangis setelah shalat karena teringat dosa-dosanya pada masa Jahiliyah.


B.Proses pengangkatan dan gaya kepemimpinan Umar bin  Khattab 
Pada tahun 634 M, ketika pasukan muslim sedang bergerak menaklukan Syam, Abu Bakar jatuh sakit. Ketika itulah, Abu bakar berfikir untuk menunjuk satu orang penggantinya. Pilihannya jatuh kepada Umar bin Khatab. Pandangannya yang jauh membuat Abu Bakar yakin bahwa Umarlah pemimpin yang tepat untuk menggantikannya.
Namun demikian, sebelum menentukan orang yang akan menjadi penggantinya, Abu Bakar meminta penilaian dari para sahabat besar mengenai Umar. Ia bertanya kepada Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Asid bin Hudhair al anshari, said bin Zaid, dan para sahabat lain dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya , para sahabat itu memuji dan menyanjung Umar.
Setelah semua sepakat mengenai Umar, Khalifah abu Bakar lantas memanggil Utsman. Kepada Utsman, Abu Bakar mendikte sebuah  teks perintah yang menunjuk Umar sebagai penggantinya, sebagai berikut :
”Bismillahirrahmanirrahiim”. Ini adalah pernyataan Abu Bakar, khalifah penerus kepemimpinan Muhammad Rasulullah Saw., saat mengakhiri kehidupannya di dunia dan saat memulai kehidupannya di akherat. Dalam keadaan dipercayai oleh orang kuatr dan ditakuti oleh orang durhaka, sesungguhnya aku menganggkat Umar bin Khatab sebagai pemimpin kalian. Bahwasanya ia adalah orang baik dan adil, sejauh pengetahuan dan penilaian diriku tentangnya. Bilamana dia kemudian seorang pendurhaka dan zalim, sungguh aku tidak pernah tahu akan hal yang bersifat gaib. Sungguh aku bermaksud baik dan segala sesuatu bergantung pada apa yang dilakukan. Dan orang yang zalim kelak akan mengetahui tempat mereka kembali”.
Maka demikiannlah, kaum muslimin pada tahun 634 M (13 H) membaiat Umar sebagai khalifah. Setelah dibaiat, Umar naik ke mimbar dan berpidato:
Kalau bukan karena harapanku untuk menjadi yang terbaik di antara kamu, yang terkuat atas kamu, dan yang paling sadar akan apa yang “Wahai manusia, aku telah ditetapkan berkuasa atas kamu. Namun penting dalam menangani urusanmu, aku tidak akan menerima amanat darimu.  Cukuplah suka dan duka bagi Umar menunggu perhitungan untuk memberikan pertanggung jawaban mengenai zakatmu, bagaimana aku menariknya darimu dan bagaimana akau menyalurkannya dan caraku memerintah kamu, bagaimana aku harus memerintah. Hanya Tuhanku yang menjadi penolongku, karena Umar tidak akan dapat menyandarkan pada kekuasaan ataupun strategi yang cerdas, kecuali jika Tuhan mempercepat rahmat, pertolongan dan dukungan kepada orang yang didukungnya”. 

3. Utsman bin Affan
      a.      Biografi Utsman bin Affan
Utsman bin Affan enam tahun lebih muda dari pada Nabi. Kabilahnya Bani Umayyah, merupakan kabilah Quraisy yang dihormati karena kekayaannya. Kekayaan tersebut mereka peroleh dari usaha perdagangan. Keluarga Utsman juga kaya raya. Pada usia remaja, Utsman sudah mulai menjalankan usaha dagangnya ke berbagai negeri. Abu Bakar, salah satu sahabat nabi dan sebagai teman dagang. Lewat Abu Bakar inilah Utsman masuk Islam.
Akhirnya Utsman menerima ajakan Rasulullah memeluk Islam tanpa ragu. Tidak berapa lama, Utsman menikah dengan Ruqayah, putri Rasululah Saw.. Keimanannya tak pernah goyah bahkan ketika ia disiksa oleh salah seorang pamannya dari Bani Umayyah untuk meninggalkan Islam dan kembali ke pangkuan agama nenek moyang.
Selain sifatnya lemah lembut dan tutur katanya halus, Utsman seorang laki-laki pemalu. Suatu ketika, Rasulullah bersabda: “Hai umatku yang paling malu adalah Utsman bin Affan”. Karena kelembutannya banyak orang mencintai Utsman. Karena pemalu, Utsman disegani dan dihormati banyak orang.
Gambaran terkenal mengenai Utsman adalah kedermawanannya, sehingga orang akan mengatakan boros. Yang jelas, dia selalu  siap mendermawankan hartanya yang melimpah sama sekali tidak menjadikan Utsman kikir. Ia pernah menyumbangkan 300 ekor unta dan uang 1000 dinar ketika Nabi menyeru kaum muslimin untuk melakukan ekspedisi ke Tabuk menghadapi tentara Byzantium.
Sejak masuk Islam , Utsman tidak bisa dipisahkan dari perjuangan menegakkan agama Islam. Karena mendapatkan permusuhan yang sengit dari penduduk Mekkah, Rasulullah menyuruh kaum muslimin hijrah ke Habsyi. Bersama istrinya, Utsman melakukan hijrah ke Habsyi.
Di hadapan Rasulullah Utsman mempunyai kedudukan mulia. Nabi sangat mengagumi ketampanan Utsman. Dan kemuliaan budi pekertinya. Karena itulah setelah Ruqayah wafat, Nabi menikahkan Utsman dengan Ummu Kulsum salah satu putri Rasulullah. Pernikahannya dengan dua putri Nabi inilah yang menjadikan Utsman dijuluki Dzun Nurain yang artinya pemilik dua cahaya. Sayangnya pernikahan dengan Umu Kulsum juga tidak terlalu lama karena Ummu kulsum meninggal terlebih dahulu. Bagitu sayangnya Nabi kepada Usman maka Nabi pernah berkata, “Seandainya aku punya putri yang lain lagi, pasti akan aku nikah-kan juga dengan Utsman”.
Kedudukan Utsman yang begitu mulia di sisi Nabi membuatnya sangat dihormati oleh kaum muslimin. Pada masa Abu Bakar dan Umar, pendapat Usman senantiasa didengarkan dan diperhatikan. Tidaklah mengherankan jika Umar bin Khatab menunjuknya sebagai salah satu anggota Dewan syura. Lewat Dewan Syura itu pula Utsman diangkat sebagai khalifah ketiga.

b.      Proses Pengangkatan dan Gaya Kepemimpinan Usman bin Affan
Pada hari rabu waktu Subuh, 4 Dzulhijjah 23 H, khalifah Umar yang hendak mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas. Ditikam oleh seorang budak dari Persia milik Mughirah bin Syu’bah yang bernama Abu Lu’lu’ah Fairuz. Setelah penikaman, Umar masih bertahan selama beberapa hari . Dalam keadaan sakit,  ia membentuk sebuah dewan yang beranggotakan enam orang yaitu antara lain Abdurrahman bin Auf , Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Ali bin Abu Thalib dan Usman bin Affan. Dewan inilah yang dikenal dengan sebutan Dewan Syura. Keenam anggota Dewan Syura adalah para sahabat Nabi paling terkemuka yang masih hidup hingga saat itu. Mereka semua harus bersidang untuk menentukan siapa di antara mereka yang menggantikan kedudukan Umar sebagai khalifah.
Sepeninggalan Umar bin Khatab, Dewan Syura mulai bersidang untuk me-nentukan pengganti Umar. Abdurrahman bin auf ditunjuk sebagai ketua sidang. Sidang berjalan a lot sehingga selama tiga hari lamanya. Pada hari terakhir, Ab-durrahman bin Auf, Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri dari pencalonan. Maka calon khalifah yang tersisa hanyalah Ali bin Abu Thalib dan Utsman bin Affan sebagai khalifah. Ketika dibaiat, usia Usman bin Affan hampir 70 tahun. Ia terpilih mengalahkan Ali bin Abu Thalib sebagian karena pertimbangan usia.
Setelah dibaiat, Usman berkhutbah di depan kaum muslimin : “Sesungguhnya kalian berada di tempat sementara, dan perjalanan hidup kalian pun hanya untuk menghabiskan umur yang tersisa. Bergegaslah sedapat mungkin kepada kebaikan sebelum ajal datang menjemput. Sungguh ajal tidak pernah sungkan datang sembarangan waktu dan keadaan baik siang maupun tidak pernah malam. Ingatlah sesungguhnya dunia penuh dengan tipu daya. Jangan kalian terpedaya oleh kemilau dunia dan janganlah kalian sekali-kali melakukan tipu daya kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak pernah lalai dan melalaikan kalian”.
Sebelum menjadi khalifah, Utsman adalah seorang dermawan. Ketika menjadi khalifah, kedermawanan Utsman tidak lantas berkurang. Ia tetap menjadi dermawan seperti sebelum menjadi khalifah, bahkan menjadi lebih dermawan. Dia menaikkan tunjangan untuk kaum muslimin demi kesejahteraan mereka. Harta kekayaan berupa jizyah dan harta rampasan perang yang didapat dari daerah taklukan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin.
Selain dermawan, Utsman juga seorang yang lemah lembut. Meskipun demikian, khalifah Utsman juga seorang yang teguh hati. Misalnya, dia segera mengirimkan pasukan untuk mengamankan wilayah-wilayah yang memberontak terhadap kekuasaan Islam.
Kelemahan Utsman adalah terlalu mengutamakan keluarganya dari bani Umayyah. Misalnya, ia mengangkat beberapa orang dari Bani Umayyah menjadi gubernur di beberapa wilayah. Sifatnya yang lemah lembut dan dermawan sering dimanfaatkan oleh anggota Bani Umayyah untuk mendapatkan keuntungan. Ia kurang  bisa bersikap tegas terhadap keluarganya.

4. Ali Bin Abi Thalib
a.      Biografi Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abu Thalib lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Rajab di Kota Mekkah sekitar tahun 600 M. Ia lahir dari pasangan Abu Thalib bin Abdull Muthalib dan Fatimah binti Asad. Ketika lahir ibunya memberi nama haidar yang artinya singa. Namun sang ayah lebih suka menamainya Ali artinya tinggi dan luhur. Abu Thalib adalah kakak Abdullah ayah Nabi Muhammad. Jadi Ali dan Muhammad adalah saudara sepupu. Sejak kecil Ali hidup serumah dengan Muhammad Saw., berada di bawah asuhannya. Nabi tentu saja ingat bahwa dia pernah diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika  dalam asuhan sepupunya inilah, Ali mendapat cahaya kebenaran yakni Islam. Tanpa ragu sedikit pun ia memutuskan untuk menyatakan beriman kepada Allah dan RasulNya. Keputusan ini dilakukan ketika Ali masih kecil, ketika umurnya baru 10 tahun. Secara keseluruhan, ia adalah orang ketiga yang memeluk Islam dan yang pertama dari golongan anak-anak.
Di bawah asuhan Rasulullah Saw., Ali tumbuh berkembang. Segala kebaikan perilaku diajarkan oleh Nabi kepada sepupunya. Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, pemberani, tegas, juga lembut hati dan sangat pemurah. Kecerdasannya sangat menonjol. Ia merupakan sahabat Nabi yang paling faham tentang Al-Qur’an dan Sunnah, karena merupakan salah satu sahabat terdekat Nabi. Ia menerima langsung pengajaran Al-Qur’an dan Sunnah dari Rasulullah Saw.. Setelah hijrah ke Madinah, Ali bekerja sebagai petani, seperti Abu Bakar dan Umar. Dua tahun setelah hijrah, Ali menikah dengan Fatimah az Zahra, putri kesayangan Rasulullah Saw.. Dari pasangan inilah lahir dua cucu Rasulullah Saw. Yang bernama Hasan dan Husain.
 Dari Madinah, bersama Nabi dan kaum muslimin lainnya berjuang bersama sama. Ali hampir tidak pernah absen di dalam mengikuti peperangan bersama rasulullah, seperti perang Badar, Uhud, Khandak, Khaibar dan pembebasan kota Mekkah.
Pada ekspedisi ke  Tabuk, Ali tidak ikut dalam barisan perang kaum muslimin atas perintah Nabi. Ali diperintahkan tingal di Madinah menggantikannya mengurus keperluan warga kota. Kaum munafik menebarkan fitnah dengan mengatakan bahwa Nabi memberi tugas itu untuk membebaskan Ali dari kewajiban perang. Mendengar hal tersebut, Ali merasa sedih, dengan pakaian perang lengkap, ia menyusul Rasulullah  Saw. Dan meminta izin bergabung dengan pasukan.
Namun Nabi Saw. Bersabda : “Mereka berdusta. Aku memintamu tinggal untuk menjaga yang kutinggalkan. Maka kembalilah dan lindungilah keluarga dan harta bendaku. Tidakkah engkau bahagia, wahai Ali, bahwa engkau di sisiku seperti Harun di sisi Musa. Ingatlah bahwa sesudahku tidak ada Nabi.” Dengan patuh Ali kembali ke Madinah.
Sepeninggal Nabi Saw., Ali menjadi tempat para sahabat meminta pendapat. Begitu terhormat posisi Ali di mata umat Islam. Bahkan Abu Bakar, Umar dan Usman ketika menjabat sebagai khalifah tidak pernah mengabaikan nasehat-nasehat Ali. Meskipun tegas dankeras dalam setiap pertempuran, namun Ali memiliki sifat penyayang yang luar biasa. Ali tak pernah membunuh lawan yang sudah tidak berdaya. Bahkan ia pernah tak jadi membunuh musuhnya dikarenakan sang musuh meludahinya, sehingga membuatnya marah.
Dalam hidup keseharian, Ali hidup dengan bersahaja. Meskipun miskin, Ali tetap gemar bersedekah. Ali tak segan-segan menyedekahkan makanan yang semestinya untuk keluarganya. Bahkan, Ali dan keluarganya tidak makan berhari-hari karena makanan milik mereka diberikan kepada peminta-minta.
Melihat berbagai keutamaannya, tidaklah mengherankan jika Khalifah Abu Bakar sering kali meminta pendapat Ali sebelum mengambil tindakan. Sebenarnya ia bahkan sempat berfikir untuk menunjuk Ali sebagai khalifah pengganti-nya. Namun karena berbagai pertimbangan, maka Abu Bakar membantalkan niatnya menunjuk Ali sebagai khalifah. Ketika Umar menjabat khalifah, ia juga tak pernah mengabaikan saran-saran Ali. Umar bahkan memasukkan Ali sebagai salah satu calon khalifah sesudahnya. Ketika khalifah Usman memerintah, nasehat-nasehat Ali juga nenjadi bahan pertimbangan sebelum keputusan ditetapkan.

b.      Proses Pengangkatan dan Gaya Kepemimpinan Ali bin Abu Thalib
Pada saat kaum pemberontak mengepung rumah Khalifah Utsman, Ali mengutus dua putra lelakinya yang bernama Hasan dan Husain untuk ikut melindungi Khalifah Utsman. Namun hal itu tak mampu mencegah bencana yang menimpa Khalifah Utsman dan juga kaum muslimin. Khalifah Utsman terbunuh secara keji pada tanggal 17 Juni 656 M.
Beberapa sahabat terkemuka seperti Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah, ingin membaiat Ali sebagai khalifah. Mereka memandang bahwa dialah yang pantas  dan berhak menjadi seorang khalifah. Namun  Ali belum mengambil tindakan apa pun. Keadaan begitu kacau dan mengkhawatirkan sehingga Ali pun ragu-ragu untuk membuat suatu keputusan dan tindakan. Setelah terus menerus didesak, Ali akhirnya bersedia dibaiat menjadi khalifah pada tanggal 24 Juni 656 M, bertempat di Masjid Nabawi. Hal ini menyebabkan semakin banyak dukungan yang mengalir, sehingga semakin mantap saja ia mengemban jabatan khalifah. Namun sayangnya, ternyata tidak seluruh kaum muslimin membaiat Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah. Selama masa kepemimpinannya, khalifah Ali sibuk mengurusi mereka yang tidak mau membaiat dirinya tersebut. Sama seperti pendahulunya yaitu Rasulullah, Abu Bakar dan Umar, Usman, khalifah Ali juga hidup sederhana dan zuhud. Ia tidak senang dengan kemewahan hidup. Ia bahkan menentang mereka yang hidup bermewah-mewahan.
Ali bin Abu Thalib adalah seorang perwira yang tangkas, cerdas, tegas teguh pendirian dan pemberani. Tak ada yang meragukan keperwiraannya. Berkat keperwiraannya tersebut Ali mendapatkan julukan Asadullah,  yang artinya singa Allah. Karena ketegasannya, ia tidak segan-segan menggati pejabat gubernur yang tidak becus mengurusi kepentingan umat Islam. Ia juga tidak segan-segan memerangi mereka yang melakukan pemberontakan. Di antara peperangan itu adalah Perang Jamal dan Perang Siffin. Berkat ketegasan dan ketangkasannya, perang Jamal dapat dimenanginya. Namun dalam perang Siffin, Khalifah Ali tertipu  oleh muslihat pihak Mu’awiyah. Ali hampir memenangi, namun pihak Muawiyah meminta kepada Ali agar diadakan perjanjian damai yang disebut perjanjian di Daumatul Jandal.


B. TIPE KEPEMIMPINAN KHALIFAH

1.      Tipe Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar
Abu bakar ash-Shiddiq adalah seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan harga dirinya. la seorang yang kaya, mempunyai pengaruh yang besar, dan memiliki akhlak mulia Abu bakar adalah ahli hukum yang tinggi mutunya. Dalam masalah pengambilan keputusan, Abu Bakar mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw., yakni ia sendirilah yang memutuskan hukum di antara umat Islam di Madinah. Sedangkan para gebernurnya memutuskan hukum di antara manusia di daerah masing-masing di luar Madinah. Adapun sumber hukum pada Abu Bakar adalah Al-qur’an, Sunnah, dan Ijtihad pengkajian dan musyawarah dengan para sahabat. Dijelaskan dalam buku Abdul Wahab Najjar yang di kutip oleh Alaiddin Koto bahwa pada masa pemerintahan Abu Bakar ada tiga kekuatan, pertama, quwwat al-syari’ah (legislatif). Kedua, quawwat al-qadhaiyyah (Yudikatif di dalamnya termasuk peradilan) dan ketiga, quwwat al-tanfiziyya (eksekutif).
Adapun, langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam istinbath al-ahkam pada kepemimipinanya yakni sebagai berikut:
a.    Mencari ketentuan hukum dalam Alqur’an. Apabila ada, ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam Al-qur’an.
b.    Apabila tidak menemukanya dalam Al-qur’an, ia mencari ketentuan hukum dalam sunnah, bila ada ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam sunnah.
c.    Apabila tidak menemukanya dalam sunnah, ia bertanya kepada sahabat lain apakah rasulullah saw. telah memutuskan persoalan yang sama pada zamanya. Jika ada yang tahu, ia menyelesaikannya berdasarkan keterangan dari yang menjawab setelah memenuhi beberapa syarat.
d.    Jika tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia mengumpulkan para pembesar sahabat dan bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Jika ada kesepakatan diantara mereka, ia menjadikan kesepakatan itu sebagai keputusan.

2.      Tipe kepemimpinan Khalifah Umar ibnu Khatthab
Umar ibnu Khatthab merupakan salah satu sosok pemimpin yang tegas, jujur dan adil dalam Islam. Dalam mengambil keputusan hukum khalifah Umar ibn khattab sama dengan Abu Bakar. Sebelum mengumpulkan sahabat untuk bermusyawarah, ia bertanya kepada sahabat lain: “Apakah kalian mengetahui bahwa Abu Bakar telah memutuskan kasus yang sama?” Jika pernah, ia mengikuti keputusan itu. Jika tidak ada,ia mengumpulkan sahabat dan bermusyawarah untuk menyelesaikannya. Sebagaimana yang dikutip dari (Umar Sulaiman al-Asyqar, 1991:75) kemudian dikutip lagi oleh Alaidin koto dijelaskan salh satu wasiat Umar ra. Kepada seorang qadhi (hakim) pada zamanya, yaitu syuraih. Wasiat tersebur adalah:
1.   Berpeganglah kepada Al-Qur’an dalam menyelesaikan kasus
2.    Apabila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, hendaklah engkau berpegang kepada Sunnah.
3.    Apabila tidak didapatkan ketentuannya dalam sunnah, berijtihadlah.

3.      Tipe kepemimpinan khalifah ustman
Sifat-sifat kepemimpinan ustman diantaranya, Menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Teguh pendirian. Dermawan. Lemah lembut dan sopan santun, bahkan terhadap lawannya. Bertanggung jawab. Bersikap Adil. Berani mengambil keputusan. Pandai memilih bawahannya yang kompeten. Aspiratif terhadap pendapat rakyatnya.
Kepemimpinan pada masa Usman sama seperti kemimpinan di masa dua sahabat sesudahnya. Usman mengutus petugas-petugas sebagai pengambilan pajak dan penjaga batas-batas wilayah untuk menyeru amar ma’ruf nahi munkar, dan terhadap masyarakat yang bukan Muslim (ahli dzimamah) berlaku kasih sayang  dan lemah lembut serta berlaku adil terhadap mereka. Ustman memberikan hukuman cambuk terhadap orang yang biasa minum arak, dan mengancam setiap orang yang berbuat bid’ah dikeluarkan dari kota Madinah, dengan demikian keadaan masyarakat selalu dalam kebenaran.

4.      Tipe kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Karakter kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, seperti yang diungkapkan Dhirar bin Dhamrah kepada Muawiyyah bin Abu Sufyan yakni Berpandangan jauh ke depan (visioner), Sangat kuat (fisik), Berbicara dengan sangat ringkas dan tepat, Menghukum dengan adil, Ilmu pengetahuan menyemburat dari seluruh sisinya (perbuatan dan perkataannya), Berbicara dengan penuh hikmah (bijaksana) dari segala segi, Menyepi dari dunia dan segala perhiasannya, Berteman dengan ibadah pada malam dan kegelapan, Banyak menangis karena takut kepada Allah, Banyak bertafakur setelah berusaha. Selalu menghitung-hitung kesalahan dirinya (muhasabah), Menyukai pakaian kasar Selalu mengawali ucapan salam apabila bertemu, Memenuhi panggilan apabila dipanggil, Bawahannya tidak takut berbicara, dan mendahulukan orang lain dalam berpendapat Jika tersenyum, giginya terlihat seperti mutiara dan tersusun rapi, Menghormati ahli agama dan mencintai kaum fakir miskin, Di hadapannya orang-orang yang kuat tidak akan berani berbuat batil, Di hadapannya, orang-orang yang lemah tidak akan berputus asa dari keadilannya. Di tempat ibadah dia menangis seperti orang yang sedang bersedih.
Kepemimpinannya telah teruji. Ia berani menghadapi kaum musyrikin dalam perang Khandak yang berjumlah 24.000 prajurit. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Amru Bin Wudd hendak menikamnya. Namun, Ali berhasil membunuhnya. Tidak heran jika akhirnya ia mendapat sebutan sebagai orang yang tidak dapat dikalahkan oleh lawan. Belum lagi segudang kehebatan dan keberanian yang lainnya.

Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat sahabat Nabi Muhammad , mereka mempunyai karakter yang berbeda-beda.
1.      Kholifah Abu Bakar as Shidiq mempunyai karakter yang lemah lembut dan tegas. Dalam suasana yang kacau pemimpin yang berkarakter seperti Kholifah Abu Bakar as Shidiq sangat diperlukan. Dengan kelembutannya, dapat menginsafkan orang-orang terbujuk berbuat makart. Sementara orang-orang yang bersikap merongrong dihadapi secara tegas oleh Abu Bakar as Shidiq.
2.      Kholifah Umar bin Khattab ,mempunyai karakter : Cerdas,tegas dan mengutamakan kepentingan rakyat. Kecerdasannya Umar bin Khattab sangat diperlukan untuk membangun dasar-dasar kemasyarakatan yang islami.
3.      Usman bin Affan . Masa Usman bin Affan situasi sudah aman. Kemakmuran sudah tercapai di segenap lapisan masyarakat. Dalam kondisi seperti itu, karakter pemimpin yang shaleh, penyantun dan sabar sangat diperlukan. Dengan karakter seperti  Kholifah Usman bin Affan  kemakmuran rakyat tercapai, baik jasmani maupun rohani.
4.      Ali bin Abi Thalib. Sebagai masa peralihan dari Kholifah Usman bin Affan ke Kholifah Ali bin Abi Thalib , kekacauan kembali terjadi. Dalam kondisi negara seperti itu, karakter pemimpin yang tegas dan mengutamakan kebenaran sangat diperlukan. Khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai karakter yang tepat. Ketegasan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam membela kebenaran mirip dengan Khalifah Umar bin Khattab.

C. KONTRIBUSI KHALIFAH DALAM PERADABAN ISLAM
  1. Kekhalifahan Abu Bakar
Hal yang pertama kali menjadi perhatian beliau saat diangkat menjadi khalifah adalah merealisasikan keinginan nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah. Hal tersebut dilakukan untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian yang diderita umat Islam dalam perang mu’tah. Sebagian sahabat menentang keras rencana ini, tetapi khalifah tidak peduli. Nyatanya ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam, khususnya didalam membangun kepercayaan diri mereka yang nyaris pudar.
Memang menjadi khalifah itu tidak semudah yang kita bayangkan. Banyak sekali hal-hal yang dihadapi Abu Bakar. Diantaranya adalah beberapa orang Arab yang lemah imannya justru menyatakan murtad. Mereka melakukan riddah yaitu pengingkaran terhadap Islam. Sikap mereka adalah perbuatan makar yang melawan agama dan pemerintah sekaligus. Selanjutnya munculnya nabi-nabi palsu dan banyaknya orang-orang yang enggan membayar zakat karena mereka mengira bahwa zakat adalah pajak kepada Rasulullah yang sekarang tidak perlu lagi, karena beliau sudah wafat
Salah satu program penting yang dijalankan Abu Bakar adalah menjaga dan melindungi Al Quran setelah terbunuhnya beberapa sahabat penghafal  Al Quran dalam perang Yamamah. Ketika itu, Umar ibn Khattab merasa khawatir jika Al Quran hilang dari tengah-tengah umat Islam sehingga ia mengajukan usul kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan catatan ayat-ayat Al Quran yang tercecer pada lempeng-lempeng batu, pada pelepah kurma, dan potongan-potongan kulit hewan. Abu Bakar menyetujui usulan Umar dan menugasi Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan catatan tersebut. Menurut Jalaluddin As-Suyuti bahwa pengumpulan Al Quran ini termasuk salah satu jasa besar  dari khalifah Abu Bakar
Demi kesejahteraan umat Islam, Abu Bakar membuat kebijakan internal. Berikut ini beberapa kebijakan internalnya:
  1. Gaji untuk khalifah diambil dari Baitul Mal dengan jumlah yang mencukupinya sehingga ia tidak perlu melakukan pekerjaan lain untuk mengais rizki.
  2. Menetapkan jalan musyawarah sebagai pemutus perkara dan mengangkat Umar ibn Khattab sebagai dewan syura. Karena itu, Abu Bakar tidak memperbolehkan Umar keluar Madinah untuk memimpin peperangan.
  3. Membentuk dewan syariah yang bertugas untuk memutuskan berbagai perkara yang dihadapi umat Islam. Abu Bakar juga mengangkat Umar sebagai Qadi untuk wilayah Madinah.
  4. Mengutus beberapa sahabat untuk menjadi wakil khalifah di beberapa wilayah yang dikuasai Negara Islam, dan wilayah taklukan lainnya. Mereka bertugas memelihara keamanan dan kestabilan wilayah, menyebarkan agama Islam, berjihad di jalan Allah, mengajari kaum muslim tentang agama mereka, memelihara kesetiaan kepada khalifah, mendirikan shalat, menegakkan hukum Islam, dan melaksanakan syariat Allah.
Berikut ini beberapa wilayah di bawah negara Islam dan orang yang dipercaya menjadi wakil khalifah di wilayah itu:
  1. Itab ibn Asid sebagai gubernur Makkah
  2. Utsman ibn Abi al-Ash sebagai gubernur Taif
  3. Al Muhajir ibn Abi Umayyah sebagai gubernur Shana’a
  4. Ya’la ibn Umayyah sebagai gubernur Khaulan
  5. Abu Musa al-Asy’ari sebagai gubernur Zabid dan Rafa’
  6. Abdullah ibn Nur sebagai gubernur Jarasy
  7. Muaz ibn Jabal sebagai gubernur Yaman
  8. Jarir ibn Abdillah sebagai gubernur Najran
  9. Al-Ala ibn al-Khadrami sebagai gubernur Bahrain
  10. Hudzaifah al-Ghalfani sebagai gubernur Oman
  11. Sulaith ibn Qais sebagai gubernur Yamamah
Untuk masalah perbendaharaan negara, Abu Bakar dianggap orang pertama yang membuat Baitul Mal ‘rumah perbendaharaan negara’. Abu Bakar memiliki baitul mal di Sunkhi yang tidak dijaga oleh seorang pun. Dan urusan keuangan negara dipercayakan kepada sang bendahara Umat Abu Ubaidah ibn al-Jarrah.
Sesudah memulihkan ketertiban di dalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah Persia dan Bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu
2.      Kekhalifahan Umar
Berikut ini adalah beberapa kebijakan dan kontribusi khalifah Umar:
  1. Penulisan Penanggalan Islam                                                                                                Penulisan penanggalan islam dihitung mulai hijrahnya nabi Muhammad SAW dari Makkah ke madinah.
  2. Mendirikan Baitul Mal                                                                                                     Kontribusi Umar bin Khattab yang paling besar dalam menjalankan roda pemerintahan adalah dibentuknya perangkat administrasi yang baik. Beliau mendirikan institusi administrasi yang hampir tidak mungkin dilakukan pada abad ketujuh  sesudah masehi.  Beliau mendirikan baitul mal regular dan permanen di ibukota, kemudian dibangun cabang-cabangnya di ibukota propinsi. Abdullah bin Irqom ditunjuk sebagai pengurus baitul mal (sama dengan menteri keuangan) bersama dengan Abdurrahman bin Ubaid Al-Qori serta Muayqob sebagai asistennya.
3.      Sholat Tarawih                                                                                                                   Pada tahun 14 H Umar menggumpulkan umat manusia untuk sholat tarawih berjama’ah di masjid. Riwayat ini disebutkan oleh Al-Askari dalam kitabnya Al-Awail:  Ibnu Al-Asakir meriwayatkan dari Ismail bin Ziyad dia berkata: Ali bin Abi Tholib melewati beberapa masjid di bulan Ramadhan. Dia melihat terdapat lilin-lilin menyala di dalam masjid-masjid tersebut. Maka Ali berkata sesungguhnya nur  Allah atas Umar di kuburannya laksana cahaya-cahaya yang ada di masjid kami.
4.      Menghukum Peminum Khomr Dengan 80x Deraan                                                                  Imam An Nabawi berkata dalam Tahdzibnya: Umar adalah orang yang pertama kali menjadikan cemeti sebagai alat untuk menghukum manusia yang melakukan pelanggaran.                                                                                           Imam An Nabawi berkata bahwa: cemeti Umar sangat ditakuti dari pada pedang.
5.      Melakukan Perluasan Wilayah                                                                                  Perluasan daerah Islam pada masa itu begitu pesat, menyebar ke seluruh Persia, mulai dari kawaasan timur hingga kawasan barat, Palestina , Mesir, dan Suria

3.      Pemerintahan Dimasa Utsman bin Affan
Peran Utsman bin Affan dalam kemajuan Islam sangatlah besar,diantaranya yaitu Proses penaskahan kitab suci al-Qur’an yang dilakukan pada tahun 30 H/651 M. Tujuan penaskahan al-Qur’an yaitu untuk menghindari kemungkinan pemalsuan isi dari kitab suci al-Qur’an, dan untuk menyelaraskan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
Selain itu jasa besar khalifah Utsman lainnya yaitu  perluasan mesjid Nabawi di Madinah al-Munawarah dan Masjidil Haram di Mekkah al-Mukarramah.
Bukan itu saja, khalifah Utsman juga meresmikan pemindahan pelabuhan wilayah Hijaz ke Bandar Jeddah pada tahun 26 H/647 M,karena pelabuhan Hijaz dirasakan sudah tidak sesuai bagi penampungan lalu lintas armada dagang
Tindakan pertama yang dilakukan oleh Utsman sebagai khalifah  adalah memeriksa kasus  Ubaidillah  ibn Umar, Putra khalifah Umar bin Khttab yang telah membunuh Hurmuzan ( bekas panglima Imperium Parsi) karena didesas-desuskan terlibat dalam pembunuhan  bapaknya.
Ubaidillah ibn Umar diadili dan terbukti bersalah. Ali bin Abi Thalib menganjurkan supaya dijatuhi hukuman mati, Tetapi  panglima Amru bin Ash mengajukan pendapat yang berbunyi: “Bapaknya Umar baru saja mangkat. Apakah puteranya pada hari ini akan dibunuh pula?”    
Pendapat Amru bin Ash menimbulkan kesan kuat. Khalifah  Utsman pada akhirnya memutuskan hukuman Diyat ,yaitu hukuman Denda yang harus dibayar  kepada keluarga korban. Karena hukuman Diyat itu terlalu berat, sepanjang ketentuan di dalam syari’at Islam, sedangkan khalifah Umar  mangkat tanpa meninggalkan harta warisan, maka khalifah Utsman mengumumkan dirinya sebagai wali dari Ubaidillah ibn Umar ,lalu membayarkan hukuman Diyat itu dari hartanya sendiri.
Roda pemerintahan Utsman pada dasarnya tidak berbeda dari pendahulunya.  Pemegang  kekuasaan tertinggi  berada ditangan khalifah, pemegang dan pelaksana kekuasaan eksekutif. Pelaksanaan tugas eksekutif dipusat dibantu oleh sekretaris Negara dan dijabat oleh Marwan bin Hakam, anak paman Kholifah. Jabatan ini sangat strategis, karena mempunyai wewenang untuk memengaruhi keputusan kholifah selain sekretaris Negara, kholifah Utsman juga dibantu oleh pejabat pajak, pejabat kepolisian, pejabat keuangan atau baitul mal. Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, Kholifah Utsman mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau provinsi. Pada masanya,wilayah kekuasaan Negara Madinah dibagi menjadi 10 provinsi.
Setiap Amir atau gubernur adalah wakil kholifah di daerah untuk melaksanakan tugas administrasi pemerintahan dan bertanggung jawab kepada kholifah karena diangkat dan diberhentikan oleh kholifah. Adapun kekuasaan legislatif dipegang oleh dewan penasihat atau majelis syuro. Majelis ini memberikan saran usul dan nasihat kepada kholifah tentang masalah penting yang dihadapi Negara. Akan tetapi pengambil keputusan terakhir berada di tangan kholifah
Pemerintahan khalifah Utsman bin Affan berlangsung Selama 12 tahun.Selama pemerintahan Khalifah Utsman dibagi dalam dua periode, yaitu periode Kemajuan dan periode Kemunduran. Pada periode pertama pemerintahan Utsman mengalami kemajuan yang luar biasa,berkat jasa para panglima yang ahli dan berkualitas,dimana Armenia,Tunisia,Cyhprus,Rhodes,dan bagian yang tersisa dari Persia,Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Selain itu ia berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh tentara Byzantium dengan kemenangan pertama kali dalam sejarah Islam.      
Khalifah Utsman terkenal sebagai seorang khalifah yang dermawan, ia menghabiskan hartanya demi penyebaran dan kehormatan kaum muslim. selain menyumbang biaya-biaya perang dengan angka yang sangat besar,ia juga menyumbangkan hartanya untuk pembangunan kembali masjidil Haram( Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah).
Prestasi terbesar yang dilakukan khalifah Utsman adalah menulis kembali Al-Qur’an  yang telah di awali pada  zaman Khalifah Abu Bakar atas inisiatif  Khalifah Umar bin  Khattab .
Namun, periode II kekuasaan Utsman identik dengan kemunduran dengan huru-hara dan kekacauan yang luar biasa. Sebagian ahli sejarah menilai ,bahwa Utsman melakukan Nepotisme. Ia mengangkat sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan  strategis yang paling besar dan yang paling banyak menyebabkan suku-suku dan kabilah lainnya kecewa. Hampir semua pejabat yang menjabat pada era Utsman I dipecat, dan kemudian khalifah Utsman mengangkat sanak saudaranya yang tidak mampu dan tidak cakap sebagai pengganti mereka. Tetapi terdapat beberapa alasan yang bisa membuktikan bahwa khalifah Utsman bin Affan sebenarnya bukanlah nepotisme.  Karena pengangkatan sanak saudaranya itu berangkat dari profesionalitas kinerja mereka di lapangan, dan Utsman tetap menghukum sanak saudaranya yang telah terbukti bersalah, contohnya seperti Walid bin Uqbah, karena terbukti bersalah ,ia tetap mendapat hukuman. Akan tetapi, memang pada masa akhir kepemimpinan  Utsman, para gubernur yang diangkat tersebut bertindak sewenang-wenang terutama dalam bidang ekonomi. Mereka di luar kontrol Utsman yang memang sudah berusia lanjut sehingga rakyat menganggap hal ini sebagai kesalahan khalifah Utsman.

4.      Kontribusi Khilafah Ali bin Abi Thalib
Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa
Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum Islam.
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ).
Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan mendaptkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
Perkembangan di Bidang Pembangunan
Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, terdapat usaha positif yang dilaksanakannya, terutama dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang dibangun adalah kota Kuffah.
Semula pembangunan kota Kuffah ini bertujuao politis untuk dijadikan sebagai basis pertahanan kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dari berbagai rongrongan para pembangkang, misalnya Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Akan tetapi, lama kelamaan kota tersebut berkembang menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan kemudian menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya.
Pembangunan kota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau tunduk terhadap perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan pusat pergerakan Muawiya Ibnu Abi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat strategis bagi pertahanan Khalifah.

BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Adapun Ibrah/pelajaran yang dapat kalian ambil dari  sejarah perkembangan
Islam masa Khulafaur Rasyidin adalah sebagai berikut:
1. Abu Bakar adalah seorang  figur pemimpin yang memiliki jiwa bersih, jujur, dan sangat demokratis. Siap dikritik dan diberi saran, peduli terhadap keselamatan dan kesejahteraan umat. Apabila sosok pemimpin seperti Abu Bakar ada pada masa kini, pastilah kemakmuran dan keadilan akan merata pada setiap lapisan masyarakat.
2. Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang pemberani terhadap yang benar, tegas menghadapi kebatilan dan pandai berdiplomasi. Beliau telah merubah anak-anak padang pasir yang liar menjadi bangsa pejuang yang gagah berani, tangguh, disiplin tinggi serta mampu menghancurkan Persia dan Byzantium. Beliau juga mampu membangun imperium yang cukup kuat dan luas meliputi Persia, Irak, Kaldea, Syria, Palestina, dan Mesir. Apabila para pemimpin pada masa sekarang mau meneladani kepribadian Umar bin Khattab, tentulah akan terwujud stabilitas bangsa dan Negara yang ampuh.
3. Usman bin Affan adalah seorang pemimpin yang berjuang meneruskan perjuangan para Khalifah pendahulunya. Beliau mampu melakukan perluasan wilayah kekuasaan yang patut dikenang. Beliau mampu membentuk Angkatan Laut Arab. Corak kepemimpinan beliau yang patut dicontoh dan diterapkan yaitu sifat keterbukaan dan demokratis.
4. Ali bin Abi Thalib adalah seorang pemimpin yang ‘alim, gagah berani, tangkas, dan pandai bermain pedang. Seluruh potensinya dipergunakan untuk mengatasi perpecahan dan kekacauan dalam negeri. Beliau dilantik menjadi khalifah dalam situasi dan kondisi yang kacau balau, akan tetapi ia mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik. Perjuangan beliau senantiasa untuk keutuhan umat. Apabila para pemimpin zaman sekarang mau meniru kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, pasti perpecahan dan kekacauan dapat diatasi dengan mudah.

B. SARAN
Para pamimpin kita dalam melakukan perubahan dan perbaikan ekonomi, membenahi pendidikan dan sektor lainnya harus dilakukan sesegera mungkin sehingga masalah tidak semakin menumpuk. Pemimpin di Indonesia perlu bahu-membahu dengan berbagai pihak untuk memberikan solusi aktif dalam menyelesaikan masalah apapun ketika bermunculan kepermukaan.
Hal selanjutnya yang perlu sama-sama kita perhatikan adalah, bersediakah kita termasuk para pemimpin kita sekarang ini, baik yang berlevel gubernur, wali kota, bupati dan pemimpin di bidang lainnya rela menerima kritikan dari bawahannya? Mampukah para pemimpin kita tersebut mengambil pelajaran dari kritikan yang mereka terima? Kritikan itu ibarat pil pahit, yang memang rasanya terasa amat pahit, namun bisa menyembuhkan, kritikan juga bisa kita misalkan sebuah rem di kendaraan, dimana rem tersebut akan mampu menyelamatkan sopir dari kecelakaan. Oleh karena itu hendaklah pemimpin kita di Indonesia ini ikhlas menerima kritikan dalam bentuk apapun sehingga kritikan tersebut bisa menjadi koreksi dan acuan bagi pemimpin dan akhirnya mampu meningkatkan kinerjanya. 

DAFTAR PUSTAKA
ü  Al-Wakil, Muhammad Sayyid. 2009. Wajah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
ü  Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
ü  As-Suyuti, Jalaluddin. 1979. Tarikh al-Khulafa. Beirut: Darul Fikr
ü  Bastoni, Hepi Andi. 2002. 101 Sahabat Nabi. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
ü  Murad, Musthafa. 2009. Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shiddiq. Jakarta: Zaman
ü  Thoha, M. As’ad. 2007. Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 7. Sidoarjo: Al Maktabah
ü  Nur Fajri, Miqdad. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung : Pustaka Furqan, 2010.
ü  Subki, A’la, Sejarah Kebudayaan Islam. Klaten Utara : CV. Gema Nusa, 2010.
ü  Yatim, Badri. Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Abbasiyah. Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006.
ü  Supardo, Susilo. 2006. Gaya kepemimpinan khulafa urrasyidin Andi: Yogyakarta
ü  Oviyanti, Fitri. 2007. Metodologi Studi Islam. Palembang: IAIN Raden Fatah Press

ü  Rizal, Syamsul. 2008. Buku Pintar Agama Islam. Bogor: LPKAI “Cahaya Islam”

ü  Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindopersad


Tidak ada komentar:

Posting Komentar