BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filosofi
Organisasi
Sebuah organisasi
sangat cocok jika ditamsilkan dengan sebuah pohon. Sebuah Pohon
hanya akan tumbuh jika memiliki akar. Akar menjadi komponen
utama ‘menghidupkan” pohon. Untuk menjalankan fungsinya, pohon membutuhkan zat
makanan dan air yang diperoleh dari unsur hara tanah
yang kemudian didistribusikan ke seluruh bagian pohon. Selain itu, akar pula
yang akan menjadi penopang jika sewaktu-waktu badai datang
agar pohon tidak tumbang. Dan sudah tentu dibutuhkan akar yang kuat.
Sebuah pohon hampir
dikatakan bukan sebuah pohon jika tidak mempunyai daun,dan akan semakin indah
jika daunnya lebat dan hijau. Zat hijau daun (klorofil) diperoleh dari proses
fotosintesis yang akan sempurna dengan bantuan matahari. Walaupun
matahari panas,namun turut membantu proses fotosintesis sang pohon.
Untuk melengkapi
semua itu, dan betul-betul memberikan manfaat yang lebih, tentu sang pohon
harus mehasilkan buah. Tidak mudah begitu saja menghasilkan
buah, sebelumnya harus melewati fase menjadi sekuntum bunga.
Bunga tidak akan pernah menjadi buah jika tidak ada proses perkawinan (jatuhnya
benang sari ke kepala putik) dan disini dibutuhkan peran kumbang,kupu-kupu atau
binatang sejenis lainnya ataupun angin untuk mempercepat proses perkawinan
tersebut hingga akhirnya bunga menjadi buah.
Nah, siapakah akar?
Dialah Ketua beserta jajaran pengurus organisasi. Jangan pernah bermimpi sebuah
organisasi akan hidup jika tidak ada orang yang mengurusi. Sedangkan air
dan zat makanan adalah semangat,keteguhan,sikap dan
lain sebagainya yang dibutuhkan pengurus sebagai basic/dasar untuk membangun
organisasi. Butuh akar yang kuat untuk menopang pohon ketika badai
datang, dialah ke-solid-an, kekompakan,persatuan dan kesatuan, serta rasa
kebersamaan pengurus untuk mempertahankan organisasi agar tidak hancur jika
sewaktu-waktu ada masalah,rintangan/halangan atau sesuatu hal yang membahayakan
organisasi.
Bagaimana dengan matahari?
Matahari itulah sebagai sikap kritis,yaitu kritikan serta saran yang membangun
(kronstruktif) dari orang lain yang ditujukan untuk organisasi. Hal itu
dibutuhkan untuk proses pematangan organisasi.
Lantas apa yang
ditamsilkan dengan bunga? Ialah program real yang akan atau
sedang dilaksanakan oleh organisasi, dan pastinya diharapkan program tersebut
berhasil dan hasilnya memuaskan. Untuk mewujudkan itu semua, dibutuhkan support
finansial - uang maupun fasilitas (barang)- yang memadai dan inilah yang diibaratkan
dengan kupu-kupu,kumbang ataupun angin untuk membantu proses jatuhnya bunga
sari ke kepala putik hingga akhirnya menjadi buah. Dan buah
itulah hasil dari rencana program organisasi yang telah dilaksanakan, walaupun
banyak juga bunga yang jatuh sebelum menjadi buah dan itulah program-program
yang tidak/gagal dilaksanakan.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah pada makalah ini ditunjukan untuk merumuskan permasalahan yang akan
dibahas pada pembahasan dalam makalah. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini, sebagai berikut :
1.
Apa itu organisasi
2.
Apa saja aspek aspek organisasi
3.
Jelaskan perkembangan pemikiran
organisasi
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya pembahasan
atas rumusan masalah dalam makalah ini. Adapun tujuan penulisan makalah,
sebagai berikut :
1.
Mengetahui apa itu organisasi
2.
Mengatahui pentingnya organisasi
3.
Memiliki rumusan yang baik dan
benar tentang organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.DEFINISI
ORGANISASI
Organisasi berasal dari kata organon dalam
bahasa Yunani yang berarti alat. Terdapat beberapa teori dan
perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok satu sama lain, dan ada pula
yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah bagi
orang-orang untuk berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis,
terencana, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain
sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
organisasi.
Menurut
para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut.
- Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar dalam tujuan bersama.
- James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
- Chester I. Bernard berpendapat bahwa organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
- Stephen P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh
beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan
perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik
adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat di
sekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti: pengambilan sumber daya manusia dalam
masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran.
Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai
suatu keterkaitan yang terus menerus. Rasa keterkaitan ini, bukan berarti
keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi
perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka
menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi secara teratur.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
dalam setiap organisasi terdapat tiga unsur dasar yaitu Orang-orang, Kerjasama
dan Tujuan yang hendak dicapai. Organisasi
juga harus memiliki lima fenomena penting yaitu :
1. Organisasi
harus mempunyai tujuan.
2. Organisasi
harus mempunyai program, kegiatan strategi dan metode untuk mencapai tujuan
organisasi
3. Organisasi
harus mempunyai pimpinan atau manajer yang bertanggung jawab terhadap
organisasi itu dalam mencapai tujuan
4. Organisasi itu
terdiri dari dua orang atau lebih
5. Organisasi
itu harus ada kerjasama
Organisasi berusaha mempermudah manusia dalam menjalani hidup didunia
dengan memanfaatkan segela kelebihan yang terdapat di dalam organisasi. Untuk
menyelesaikan masalah, ketika
dipikirkan orang banyak, maka segala masalah apapun akan mudah terselesaikan,
dibanding satu orang yang memikirkannya. Satu demi satu persoalan akan selesai,
tatkala dikerjakan secara gotong royong. Tak salah pepatah mengatakan “berat
sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Faktor penentu terbentuknya organisasi
adalah manusia sedangkan faktor yang berkaitan dengan kerja adalah kemampuan
untuk bekerja, kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dan kemampuan melaksanakan
asas-asas atau prinsip-prinsip organisasi
B. Tujuan
Organisasi
Organisasi memang harus ada di dalam kehidupan manusia
sebagai instrumen yang dapat mempersatukan manusia dalam proses dinamika dan
keteraturan hidup. Dengan lahirnya organisasi Budi Utomo di Indonesia
mengakibatkan lahirnya organisasi-organisasi yang lain yang tentu memiliki
tujuan dan sasaran yang berbeda.
Organisasi-organisasi tanpa manajemen akan menjadi
kacau dan bahkan mungkin gulung tikar. Hal ini terbukti dengan jelas dalam
situasi yang tidak normal seperti adanya bencana ketika organisasi sedang tidak
teratur maka manajemen sangat dibutuhkan untuk membenahi organisasi agar
menjadi lebih baik. Setiap organisasi memiliki keterbatasan akan sumber daya
manusia, uang dan fisik untuk mencapai tujuan organisasi. Keberhasilan mencapai
tujuan sebenarnya tergantung pada tujuan yang akan dicapai dengan cara
menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen menentukan
keefektifan dan efisiensi ditekankan pada melakukan pekerjaan yang benar.
Efektif mengacu pada pencapaian tujuan, efisien mengacu pada penggunaan
sumber daya minimum untuk menghasilkan keluaran yang telah ditentukan. Bagi
manajemen diutamakan efektif lebih dahulu baru efisien. Jadi organisasi
membutuhkan manajemen terutama untuk dua hal yang terpenting yaitu:
.
1. Pencapaian
tujuan secara efektif dan efisensi
2. Menyeimbangkan
tujuan-tujuan yang saling bertentangan dan menemukan skala prioritas.
Salah satu wujud dari adanya manajemen dalam suatu
organisasi adalah terlihat adanya struktur organisasi. Struktur organisasi adalah
pengaturan pekerjaan untuk dilaksanakan dalam suatu bisnis. Struktur organisasi
dimaksudkan untuk membantu mewujudkan tujuan bisnis dengan cara mengatur
pekerjaan yang harus dilakukan. Meskipun demikian tidak terdapat satu metode
manajemen yang paling baik untuk mengatur suatu organisasi.
Cara mengelola suatu organisasi disesuaikan dengan
kondisi organisasi yang tentu masing-masing organisasi memiliki ciri dan
situasi tertentu.
Penyusunan
suatu organisasi formal, yaitu struktur organisasi yang disusun dan dibentuk
oleh manajemen puncak, dimulai dengan merumuskan tujuan dan rencana organisasi.
Manajemen kemudian menentukan aktivitas pekerjaan yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivitas-aktivitas yang sudah
ditentukan tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa unit kerja.
Pengelompokan unit kerja berdasarkan pada kesamaan aktivitas atau kesamaan
proses atau keterampilan yang diperlukan, yang disebut kesamaan fungsional.
Masing-masing unit kerja tersebut kemudian diberi aktivitas dan wewenang oleh
manajemen untuk melaksanakan tugas masing-masing.
C.
Prinsip-prinsip dalam organisasi
Menurut Roco
Carzo, asas-asas atau prinsip-prinsip organisasi sebagai berikut :
1. Organisasi
harus memiliki tujuan yang jelas
Sebelumnya
juga sudah dijelaskan bahwa tujuan yang jelas yang benar-benar urgen bagi
setiap organisasi agar terarah apa yang dicita-cita orang-orang yang berada
diorganisasi tersebut.
2. Skala
Hirarki Skala
Hirarki dapat diartikan sebagai perbandingan kekuasaan disetiap bagian yang
ada. Kekuasaan yang terukur, jika jelas berapa banyak bawahan dan jenis
pekerjaan apa saja yang menjadi titik tumpu sebuah organisasi. Artinya tidak
sama antara kepala sekola dengan pembantu kepala sekolah dalam ukuran hirarki
kekuasaan. Yang hanya bisa memerintah bawahan adalah atasan. Itu yang menjadi
tolak ukur di manapun organisasi itu berdiri.
3. Kesatuan
perintah/komando
Untuk
sentralisasi organisasi, kesatuan perintah itu terletak di pucuk pimpinan
tertinggi. Jika disekolah, maka kepala sekolahlah yang bisa memerintah seluruh
komponen sekolah, tetapi untuk desentralisasi, pembantu kepala sekolah atau
guru yang mempunyai peran mengkomandokan bagian kekuasaan.
4. Pelimpahan
wewenang
Dalam hal
ini, ada dua pelimpahan wewenang, yakni a.
Secara
permanen yang ditandai dengan Surat Keputusan Tetap (SK) b. Secara sementara yang sifatna
dadakan. Contoh
kepala sekolah berhalangan menghadiri undangan rapat di Depdiknas tentang UIN,
yang berhak menggantikan adalah PKS I yang sifatnya sementara.
5. Pertanggung
Jawaban Dalam
melakukan tugas, semua bawahan bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan
hasil kerjanya. Juga bertanggung jawab atas kemajuan organisasi kepada
bawahannya. Jadi semua pihak bertanggung jawab pada setiap apa yang dia
kerjakan.
6. Pembagian
pekerjaan
Pembagian Pekerjaan
sangat diperlukan untuk menutupi ketidak mampuan setiap orang untuk mengerjakan semua pekerjaan
yang ada dalam organisasi. Perlu adanya spesialisasi pekerjaan yang disesuaikan dengan keahlian
masing-masing. Kegiatan-kegiatan itu perlu dikelompokkan dan ditentukan agar
lebih efektif dalam mencapai tujuan organisasi.
7. Rentang
pengendalian
Jenjang atau
rentang pengendalian berkaitan dengan jumlah bawahan yang harus dikendalikan
seorang atasan. Oleh sebab itu tingkat-tingkat kewenangan yang ada harus
dibatasi seminimal mungkin sehingga tidak semua merasa menjadi atasan.
8. Fungsional
Bahwa
seorang dalam organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenang nya,
kegiatannya, hubungan kerjanya, serta tanggung jawabnya dalam pencapaian tujuan
organisasi.
9. Pemisahan Prinsip
pemisahan ini berkaitan dengan beban tugas individu yang tidak dapat dibebankan
tanggung jawabnya kepada orang lain. Kecuali ada hal-hal tertentu diluar kuasa
manusia, misal sakit.
10. Keseimbangan
Prinsip ini
berhubungan dengan keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan
tujuan organisasi. Keseimbangan antara beban tugas, imbalan, waktu bekerja dan
hasil pekerjaan.
11. Flexibelitas
Suatu
pertumbuhan dan perkembangan organisasi tergantung pada dinamika kelompok.
Keseimbangan penugasan dengan imbalan perlu diperhatikan dengan baik dalam
memenuhi tujuan organisasi.
12. Kepemimpinan
Kepemimpinan sangat berarti bagi
sebuah organisasi. Semua aktivitas dijalankan oleh pemimpin. Pemimpin juga
bertanggung jawab atas kemajuan dan kemunduran organisasi. Seluruh
fungsi-fungsi manajemen akan dikendalikan sepenuhnya oleh pemimpin. Oleh karena
itu, kepemimpinan dianggap sebagai inti dari organisasi ataupun manajemen.
D. Struktur Organisasi
Berdasarkan
definisi tentang organisasi tersebut diatas mengajui adanya kebutuhan untuk
mengkoordinasikan pola interaksi para anggotanya secara formal. Melalui
struktur organisasi.
Struktur organisasi
menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan
mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.
Struktur organisasi biasanya berbentuk bagan yang menunjukkan hierarki jabatan
dari kekuasaan maupun kewenangan, bidang yang menunjukkan hierarki jabatan dari
kekuasaan maupun kewenangan, bidang yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya
serta akses sumber dayanya.
Struktur
organisasi memiliki tiga komponen: Kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi.
Kompleksitas, mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi.
Termasuk didalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja, jumlah
tingkatan dalam hierarki organisasi, serta tingkat sejauh mana unit-unit
organisasi tersebar secara geografis. Formalisasi adalah tingkat sejauh mana
sebuah organisasi menyandarkan dirinya kepada peraturan dan prosedur untuk
mengatur perilaku karyawannya. Sentralisasi mempertimbangkan dimana letak dari
pusat pengambilan keputusan. Pada kasus lainnya, pengambilan keputusan bisa
didesentralisasikan. Dengan demikian organisasi cenderung untuk
disentralisasikan maupun cenderung didesentralisasikan, namun menetapkan letak
organisasi dalam rangkaian keputusan tersebut, merupakan salah satu faktor
utama dalam menentukan apa jenis struktur yang ada. Struktur organisasi dapat
berbentuk lini (garis), lini dan staf maupun matriks.
E. Kebaikan dan keburukan bentuk-bentuk
Organisasi
1. Organisasi Lini
Organisasi lini adalah suatu bentuk organisasi yang
didalamnya adanya batasan yang jelas antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan
bertanggung jawab atas segala kegiatan organisasi dan mempunyai hak untuk
mengambil keputusan dan wewenang lalu, bawahan harus mematuhinya.
Kekurangan dari organisasi lini adalah kurangnya seorang
pimpinan yang berpengalaman dan berpengetahuan luas, adanya kecenderungan untuk
seorang pimpinan untuk bertindak otoriter/dictator,dalam pengembangan suatu
bawahan kurang mendapat perhatian, karena mereka tidak pernah diikutsertakan
dalam pengambilan keputusan dan kurang bebas dalam melakukan tindakan.
2.
Organisasi lini dan Staff
Perpaduan antara struktur organisasi garis dengan struktur
organisasi fungsional dengan bantuan staff. Keburukan Organisasi Lini dan Staf,
yaitu : Struktur organisasinya sangat rumit, adanya kemungkinan pimpinan
staf melampaui batas kewenangannya, dan perintah lini dan perintah staf sering
membingungkan anggota organisasi karena kedua jenis hirarki sering tidak
seirama dalam memandang sesuatu .
3.
Organisasi Fungsional
Organisasi Fungsional adalah organisasi yang susunannya
berdasarkan atas fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi tersebut,Dalam
organisasi ini seorang tenaga kerja tidak hanya bertanggung jawab kepada satu
atasan saja. Pada organisasi ini pemimpin berhak memerintahkan kepada para
tenaga kerja/para karyawannya, selama masih dalam hubungan pekerjaan.Sehingga
seorang pekerja dapat saja diperintah oleh lebih dari satu atasan sesuai dengan
keahliannya.
Kelebihan
Karena masing – masing divisi dalam management lebih
terfokus dalam menggarap satu bidang saja, sehingga memunculkan orang – orang
yang benar – benar berkompeten di bidang tersebut. Keprofesionalitasan dalam
bidang ini menjadi salah satu indikator bagaimana organisasi pada umumnya dan
masing – masing divisi dalam suatu organisasi pada khususnya berjalan dan
sesuai dengan programyang telah dijalankan. Lebih bisa mencapai hasil yang
maksimal dalam jalur – jalur garis besar program perusahaan yang benar untuk
menghindari jika ada kesalahan yang mendasar dalam perusahaan, perusahaan dapat
cepat menyelesaikannya.
- perusahaan lebih produktif. Dengan struktur yang baik dalam bekerja menyebabkan para pekerja semakin giat dalam menjalankan pekerjaannya guna mencapai hasil yang terbaik.
- Memunculkan inovasi – inovasi baru. Karena banyaknya orang – orang yang benar berkompeten di bidang masing – masing bidang, maka akan banyak timbul ide – ide dan kreatifitas serta inovasi – inovasi sehingga perusahaan tidak jalan di tempat dan deadlock bahkan varietas perusahaan menjadi kian beragam.
- Perusahaan lebih bisa berkembang dan maju. Seiring munculnya banyak inovasi – inovasi baru maka perusahaan pun akan cepat berkembang dengan memaksimize setiap tujuan perusahaan dalam mencapai profityang diharapkan oleh perusahaan.
Kelemahan
Karena
banyaknya orang ahli dan kompeten di bidangnya maka muncul konflik – konflik
baik vertikal maupun horizontal, banyaknya orang ahli di masing – masing bidang
menimbulkan seringnya gesekan – gesekan opinion maupun ide sangat sering
terjadi yang bisa mengganggu stabilitas perusahaan.
- Sulitnya mengontrol perusahaan karena banyaknya bidang dan divisi serta “ ilmuwan – ilmuwan “ di masing – masing bidangnya. Yang akhirnya harus merekrut dewan pengawas perusahaan-perusahaan dalam setiap bidang.
- Penyimpangan – penyimpangan jadi sulit terlacak dan lebih sering terjadi yang bukan mustahil menimbulkan kerugian yang besar pada perusahaan. Karena banyaknya bidang dan divisi yang harus dikontrol sehingga pengawasanpun menjadi lemah.
- Sulit mencari figur pimpinan karena banyaknya orang – orang yang ahli dan berkompeten di bidangnya sehingga sangat sulit menilai karena kedudukan dan peranan yang sama dalam perusahaan.
- Muncul persaingan yang tidak sehat karena masing –masing merasa ahli dan berperan dalam perusahaan. Untuk itu perusahaan harus selektif dalam mencari para ahli dalam setiap bidangyang dipegang.
Suatu
organisasi baik itu organisasi formal maupun informal dalam melakukan segala
aktivitasnya pastilah terdapat hubungan diantara orang-orang yang melaksanakan
aktivitas tersebut. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan, maka akan semakin
kompleks juga hubungan yang terjalin. Untuk mengatasi masalah itu,maka
dibuatlah stuktur organisasi yang menggambarkan hubungan antar kelompok/bagian.
F.
Konfilk dalam Organisasi
Konfilk Organisasi adalah suatu proses interaksi antaran anggota organisasi
yang lebih bersifat pertentangan karena suatu perbedaan, misalnya perbedaan
dalam hal pendapat mengenai suatu hal, dan biasanya konflik ini terjadi antara pihak-pihak
tertentu didalam suatu organisasi.
Konflik
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan
sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik.
Demikian halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota organisasi senantiasa
dihadapkan pada konflik. Perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan
konflik (destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai
terhadap ide-ide yang berkembang.
Konflik
merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam sebuah organisasi, disebabkan
oleh banyak faktor yang pada intinya karena organisasi terbentuk dari banyak
individu dan kelompok yang memiliki sifat dan tujuan yang berbeda satu sama
lain.
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik
bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik
Manajemen
konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi
dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak
positif untuk meningkatkan mutu organisasi. Manajemen konflik merupakan
serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu
konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku)
dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai
pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi
konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika
ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross (1993), manajemen konflik
merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam
rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama
dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada
proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para
pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap
konflik. Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik
merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery
(1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota
merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan
model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami
penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya
dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen
konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap
keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi
karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka
dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan
untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan
atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut
berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai
aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
G. Pemikiran Tentang Organisasi
Perkembangan pemikiran organisasi
dan definisi-definisi organisasi terus berkembang. Konsep organisasi, sebagai
ilmu pengetahuan, sekurangnya telah berkembang sejak tahun 1900. Sejak
perkembangan di tahun tersebut hingga masa sekarang, terjadi berbagai perubahan
epistemologi (bagaimana kajian dilakukan) seputar organisasi. Salah satu
penulis yang merekam perubahan epistemologi tersebut adalah Stephen P. Robbins.
Robbins secara meyakinkan membagi perkembangan pemikiran organisasi ke dalam 4
tipe, yaitu: Tipe 1, Tipe 2, Tipe 3, dan Tipe 4. Paparan selanjutnya mengikuti
pandangan Robbins ini dengan menggunakan penambahan dari sejumlah penulis
lainnya.
Tipe 1 merupakan awal atau perintis konsep organisasi. Era ini berkembang sejak 1900 – 1930. Teoretisi organisasi Tipe 1 memandang organisasi sebagai alat mekanis untuk mencapai tujuan. Perhatian mereka tertuju pada terciptanya efisiensi dalam fungsi-fungsi internal organisasi.
Tipe 2 berkembang sejak 1930 – 1960. Teoretisi organisasi yang tergabung ke dalam Tipe 2 mengasumsikan organisasi sebagai sistem tertutup. Mereka menekankan perhatian pada hubungan informal dan motif-motif non ekonomi dalam operasi organisasi. Organisasi bukanlah mesin yang dapat diprediksi secara sempurna. Manajemen dapat saja mendesain hubungan formal, aturan, dan sejenisnya. Namun, tidak dipungkiri bahwa di dalam organisasi berkembang pola-pola komunikasi informal, status, norma, dan persahabatan yang sengaja diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sosial para anggota organisasi (faktor-faktor bersifat informal atau tidak resmi).
Tipe 3 berkembang sejak 1960 – 1975. Pada era ini, pemikiran kembali mengarah pada formalitas dan rasionalitas. Teoretisi tipe ini memandang organisasi sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan. Mereka menitikberatkan perhatian pada ukuran, teknologi, dan ketidakmenentuan lingkungan sebagai variabel-variabel bebas yang mempengaruhi penciptaan struktur seperti apa yang sebaiknya diterapkan dalam suatu organisasi. Struktur organisasi harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam ukuran organisasi, teknologi, serta ketidakmenentuan (ambiguitas) lingkungan agar organisasi dapat mencapai tujuannya.
Tipe 4 berkembang sejak 1975 hingga sekarang. Teoretisi Tipe 4 inilah yang banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran organisasi saat ini. Teoritisi Tipe 4 mengarahkan fokusnya pada dimensi sosial dari organisasi. Mereka memandang organisasi sebagai sistem terbuka. Ini berbeda dengan Tipe 2 yang memandang organisasi sebagai sistem tertutup. Teoretisi Tipe 4 memandang struktur organisasi bukan sebagai upaya rasional dari para manajer untuk membuatnya efektif, tetapi lebih merupakan hasil perjuangan politik di antara koalisi-koalisi yang ada di dalam organisasi untuk memperoleh kendali (kontrol) atas organisasi. Rangkuman keempat tipe teoretisi organisasi dimuat dalam bagan di bawah ini.
Tipe 1 merupakan awal atau perintis konsep organisasi. Era ini berkembang sejak 1900 – 1930. Teoretisi organisasi Tipe 1 memandang organisasi sebagai alat mekanis untuk mencapai tujuan. Perhatian mereka tertuju pada terciptanya efisiensi dalam fungsi-fungsi internal organisasi.
Tipe 2 berkembang sejak 1930 – 1960. Teoretisi organisasi yang tergabung ke dalam Tipe 2 mengasumsikan organisasi sebagai sistem tertutup. Mereka menekankan perhatian pada hubungan informal dan motif-motif non ekonomi dalam operasi organisasi. Organisasi bukanlah mesin yang dapat diprediksi secara sempurna. Manajemen dapat saja mendesain hubungan formal, aturan, dan sejenisnya. Namun, tidak dipungkiri bahwa di dalam organisasi berkembang pola-pola komunikasi informal, status, norma, dan persahabatan yang sengaja diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sosial para anggota organisasi (faktor-faktor bersifat informal atau tidak resmi).
Tipe 3 berkembang sejak 1960 – 1975. Pada era ini, pemikiran kembali mengarah pada formalitas dan rasionalitas. Teoretisi tipe ini memandang organisasi sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan. Mereka menitikberatkan perhatian pada ukuran, teknologi, dan ketidakmenentuan lingkungan sebagai variabel-variabel bebas yang mempengaruhi penciptaan struktur seperti apa yang sebaiknya diterapkan dalam suatu organisasi. Struktur organisasi harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam ukuran organisasi, teknologi, serta ketidakmenentuan (ambiguitas) lingkungan agar organisasi dapat mencapai tujuannya.
Tipe 4 berkembang sejak 1975 hingga sekarang. Teoretisi Tipe 4 inilah yang banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran organisasi saat ini. Teoritisi Tipe 4 mengarahkan fokusnya pada dimensi sosial dari organisasi. Mereka memandang organisasi sebagai sistem terbuka. Ini berbeda dengan Tipe 2 yang memandang organisasi sebagai sistem tertutup. Teoretisi Tipe 4 memandang struktur organisasi bukan sebagai upaya rasional dari para manajer untuk membuatnya efektif, tetapi lebih merupakan hasil perjuangan politik di antara koalisi-koalisi yang ada di dalam organisasi untuk memperoleh kendali (kontrol) atas organisasi. Rangkuman keempat tipe teoretisi organisasi dimuat dalam bagan di bawah ini.
Perkiraan
Waktu
|
1890-1930
|
1930-1960
|
1960-1975
|
1975-?
|
Sistem
|
Tertutup
|
Tertutup
|
Terbuka
|
Terbuka
|
Tujuan
|
Rasional
|
Sosial
|
Rasional
|
Sosial
|
Tema
Inti
|
Efisiensi
mekanis
|
Orang
dan hubungan manusia
|
Desain
kontijensi
|
Power
dan politik
|
Klasifikasi
|
Tipe 1
|
Tipe 2
|
Tipe 3
|
Tipe 4
|
Teoretisi Tipe 1 dikenal pula
sebagai classical shool. Mereka membangun prinsip-prinsip umum atau model yang
diharapkan akan dapat berlaku di aneka situasi organisasi. Mereka menganggap
organisasi sebagai sistem tertutup. Organisasi, menurut mereka, diciptakan
untuk mencapai tujuan secara efisien. Beberapa tokoh yang masuk Tipe 1 ini
adalah : Frederick Taylor, Henry Fayol, Max Weber, dan Ralph Davis.
Frederick Taylor. Frederick Winslow
Taylor dikenal dengan pendekatannya yang disebut Scientific Management.
Publikasinya yan terbit tahun 1911 dan berjudul Principles of Scientific
Management, dianggap sebagai upaya serius dalam membangun teori di bidang
manajemen dan organisasi.
Latar belakang Taylor adalah
insinyur mesin. Ia bekerja di perusahaan Midvale and Bethlehem Steel di
Pennsylvania Amerika Serikat. Berdasarkan pengamatan atas metode kerja yang
dilakukan saat itu, Taylor yakin bahwa output produksi yang dihasilkan para
pekerja hanyalah sepertiga dari apa yang seharusnya bisa dicapai. Ia mengajukan
koreksi atas situasi tersebut dengan menerapkan “metode saintifik” pada
pekerjaan-pekerjaan lapangan. Taylor ingin menemukan “cara terbaik” agar setiap
pekerjaan dapat diselesaikan secara efisien. Keinginan ini mengantarkannya pada
analisis mengenai desain pekerjaan.
Setelah setahun melakukan eksperimen
dengan para pekerja, Taylor mengajukan 4 prinsip Scientific Management. Keempat
prinsip tersebut ia yakini akan mampu meningkatkan produktivitas perusahaan
(organisasi) secara signifikan. Prinsip-prinsip tersebut terdiri atas :
1. Penggantian metode tunjuk-tangan
secara spontan dalam menentukan apa yang harus dikerjakan pekerja sehari-hari
dengan metode penentuan pekerjaan secara ilmiah
2. Seleksi dan training pekerja secara
ilmiah
3. Kerjasama pihak manajemen dengan
pekerja untuk memenuhi tujuan pekerjaan, lewat metode ilmiah
4. Pembagian kewenangan yang lebih
setara antara manajer dan pekerja, di mana manajer melakukan perencanaan dan
pengawasan, sementara pekerja melakukan pelaksanaan.
Taylor memberi perhatian yang kecil
atas organisasi. Ia lebih menekankan pada pengorganisasian kerja di tingkat
terbawah organisasi, khususnya kerja-kerja para supervisor. Implementasi
karya-karya Taylor dalam industri-industri rekayasa masih berlangsung hingga
masa kini. Taylor telah melakukan revolusi atas pekerjaan seorang manajer. Ia
mendemonstrasikan bahwa seorang manajer harus melakukan penilaian yang
hati-hati seputar cara terbaik dan efisien dalam menyelesaikan pekerjaan. Sebab
itu, merupakan tanggung jawab manajemen untuk memiliki kemampuan memilih,
melatih, dan memotivasi pekerja agar dapat dipastikan bahwa suatu cara terbaik
telah diikuti oleh para pekerjanya.
Henri Fayol. Fayol adalah orang
Perancis. Ia melakukan riset mengenai manajemen toko di Amerika Serikat. Dalam
risetnya tersebut, Fayol membangun prinsip-prinsip organisasinya. Taylor dan
Fayol hidup di dalam masa yang sama. Namun, keduanya punya titik tekan yang
berlainan. Jika gagasan Taylor didasarkan pada riset ilmiah, maka gagasan Fayol
lebih pada pengalamannya saat berpraktek selaku eksekutif perusahaan. Lebih
jauh, Fayol berupaya membangun prinsip-prinsip umum yang bisa diterapkan pada
semua manajer di seluruh level organisasi. Ia juga memberi gambaran mengenai
fungsi-fungsi apa yang harus ditunjukkan oleh seorang manajer.
Fayol mengajukan 14 prinsip yang ia
dalihkan bisa diaplikasi secara universal (berlaku umum). Keempat belas prinsip
tersebut juga dapat diajarkan di sekolah maupun universitas. Banyak dari
prinsip-prinsip pengorganisasian ini – kendati beberapa diantara masih kurang
dimensi universalismenya –diikuti oleh manajer-manajer masa kini.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
- Pembagian Kerja. Prinsip ini serupa dengan pendapat Adam Smith mengenai pembagian tenaga kerja (division of labor). Spesialisasi akan meningkatkan output karena akan membuat pekerja bekerja secara lebih efisien.
- Otoritas. Manajer harus mampu memberi perintah. Otoritas (kewenangan) memberi mereka hak tersebut. Bersama otoritas juga terkandung pertanggungjawaban. Tatkala otoritas meningkat, pertanggungjawaban juga meningkat. Agar efektif, otoritas manajer harus sesuai dengan apa yang harus ia pertanggungjawabkan.
- Disiplin. Pekerja harus patuh dan hormat pada aturan yang mengatur organisasi. Disiplin yang baik adalah hasil kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan yang efektif tidak lain merupakan hasil pemahaman yang jelas seputar aturan-aturan organisasi baik pada diri manajemen maupun pekerja.
- Kesatuan Komando. Setiap pekerja seharusnya hanya menerima perintah dari satu supervisor.
- Kesatuan Arah. Setiap kelompok dalam kegiatan organisasi yang punya tujuan sama seharusnya hanya diarahkan oleh seorang manajer yang menggunakan satu rencana. Jika arahan dilakukan secara berbeda, maka akan terjadi silang-sengketa seputar apa tujuan yang harus dicapai kelompok tersebut.
- Subordinasi Kepentingan Individu oleh Kepentingan Umum. Kepentingan setiap pekerja di dalam organisasi (termasuk para manajernya) harus tunduk kepada kepentingan organisasi sebagai keseluruhan.
- Remunerasi. Pekerja harus dibayar dengan upah yang adil atas layanan yang mereka berikan kepada organisasi.
- Sentralisasi. Mengacu pada derajat mana subordinat (bawahan) dapat terlibat dalam pembuatan keputusan. Apakah pembuatan keputusan dipusatkan (di tangan manajemen) atau didesentralisasi (pada bawahan)? Persoalannya adalah, bagaimana menemukan derajat optimal sentralisasi bagi setiap situasi berbeda yang menimpa sebuah organisasi.
- Rantai Komando. Garis otoritas dari manajemen puncak hingga bawah menggambarkan rantai komando. Komunikasi dalam organisasi harus memastikan bahwa rantai komando ini terlaksana dengan tepat.
- Keteraturan. Orang dan material (alat-alat produksi) seharusnya ada di tempat tepat di waktu yang tepat.
- Kesetaraan. Manajer seharusnya bersikap baik dan adil pada para bawahan.
- Stabilitas Personil. Tingginya tingkat keluar-masuk pekerja sangat tidak efisien. Manajemen seharusnya menyediakan perencanaan personil secara pasti. Jika organisasi memutuskan ada pergantian personil, maka harus dipastikan personil pengganti telah ada untuk mengisi jabatan yang lowong.
- Inisiatif. Setiap pekerja harus berupaya melaksanakan tugas secara maksimal.
- Esprit de corps. Pembangunan semangat kerja tim akan mendorong harmoni dan kesatuan di dalam organisasi.
Max Weber. Seorang sosiolog Jerman, Max Weber, mengajukan konsep “tipe ideal” organisasi. Ia membangun model bagi penciptaan struktur-struktur organisasi yang menurutnya dapat menjadi alat yang paling efisien bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Struktur yang ideal ini ia sebut organisasi rasional. Organisasi rasionali ini kemudian dikenal sebagai birokrasi. Weber sendiri tidak pernah menggunakan kata birokrasi dalam menjelaskan konsep organisasi rasional-nya. Birokrasi dicirikan oleh pembagian pekerjaan yang jelas, hirarki kewenangan yang jelas, adanya prosedur seleksi formal dalam rekrutmen, peraturan organisasi yang rinci, serta pengembangan hubungan secara impersonal. Model birokrasi Weber adalah model organisasi yang kini paling banyak dianut. Kendati demikian, Weber pernah mengutarakan kekhawatirannya seputar masalah impersonal nya sebuah organisasi rasional yang kehilangan dimensi kemanusiaannya.
Ralph Davis. Jika Weber menawarkan
konsep organisasi rasional maka Ralph David menawarkan konsep perencanaan rasional.
Perencanaan rasional konsep yang memposisikan struktur organisasi sebagai
produk logis dari tujuan organisasi. Struktur organisasi dibentuk berdasarkan
tujuan organisasi, bukan sebaliknya. Struktur organisasi harus mampu
menyesuaikan diri dengan tujuan organisasi. Davis menyatakan bahwa tujuan utama
perusahan (ia memisalkan di bidang bisnis) adalah layanan ekonomi. Tidak ada
bisnis yang akan bertahan hidup jika tidak mampu menyediakan nilai-nilai
ekonomi. Nilai ekonomi ini dihasilkan lewat keterlibatan anggota organisasi
dalam menciptakan produk-produk dan layanan organisasi. Kegiatan ini kemudian
menghubungkan antara tujuan organisasi dengan hasil pencapaiannya.
Perspektif perencanaan rasional
Davis ini menawarkan model yang sederhana dan berdampak langsung bagi desain
organisasi. Perencanaan manajemen menentukan tujuan organisasi. Tujuan ini
kemudian menentukan pembangunan struktur organisasi, arus kewenangan, dan
hubungan-hubungan lainnya.
Teoretisi
Tipe 2
Tema umum yang mudah ditemukan dalam
karya teoritisi Tipe 2 adalah pengakuan atas sifat sosial organisasi. Mereka
lalu dikenal dengan nama human-relation school. Mereka memandang organisasi
sesungguhna terdiri atas sejumlah fungsi dan juga sejumlah manusia. Mereka
berbeda dengan Tipe 1 yang cenderung memandang organisasi layaknya mesin.
Elton Mayo. Western Electric Company
Hawthorne Works di Cicero, Illinois, Amerika Serikat adalah lokasi riset
(penelitian) para insinyur perusahaan yang dilakukan antara tahun 1924 dan
1927. Riset mereka – dikenal sebagai Hawthorne Studies – bermaksud menguji
dampak aneka tingkat pemberian pengarahan atas produktivitas para pekerja. Dua
jenis kelompok dibentuk: Satu kelompok diberi muatan pengarahan yang beragam,
kelompok lainnya hanya diberi muatan pengarahan yang tetap. Ternyata, tingkat
produktivitas adalah sama di kedua kelompok. Mereka menyimpulkan bahwa
intensitas pengarahan tidak berhubungan dengan produktivitas pekerja. Namun,
mereka tidak mampu menjelaskan mengapa fenomena tersebut dapat terjadi.
Para insinyur tersebut kemudian
mengundang Elton Mayo untuk terlibat. Pada tahun 1927 mereka meminta Mayo ikut
serta dalam penelitian selaku konsultan. Hubungan ini terus berlangsung hingga
1932 dan telah mengadakan serangkaian eksperimen yang meliputi desain ulang
pekerjaan, perubahan lama kerja per hari dan minggu, pengenalan cuti, dan
rencana upah individu dan kelompok. Para peneliti ini menyimpulkan bahwa
ternyata norma kelompok merupakan kunci penentu perilaku kerja individu.
Sarjana ilmu manajemen sepakat bahwa
Hawthorne Studies punya dampak besar atas arah teori manajemen dan organisasi.
Ia memicu era humanisme organisasi. Manajer tidak lagi melakukan desain
organisasi tanpa mempertimbangkan dampak atas kelompok pekerja, sikap pekerja,
dan hubungan manajer-pekerja.
Chester Barnard. Perpaduan gagasan
Taylor, Fayol, Weber, dan hasil dari Hawthorne Studies mengindikasikan
organisasi adalah suatu sistem kerjasama manusia. Ia terdiri atas hubungan
antara tugas dan manusia yang keseimbangannya harus dipelihara. Jika perhatian
hanya diberikan pekerjaan teknis atau hanya pada manusia (pekerja) yang
mengerjakan pekerjaan, maka sistem kerjasama akan mengalami degradasi. Sebab
itu, manajer harus melakukan pengorganisasian di sekitar pekerjaan yang harus
dilakukan sambil memperhatikan kebutuhan manusia (pekerja) yang mengerjakannya.
Perhatian bahwa organisasi adalah
sistem kerjasama dilakukan oleh Chester Barnard. Gagasannya muncul dalam
karyanya The Functions of the Executive, yang ia buat berdasarkan pengalamannya
di perusahaan publik American Telephone and Telegraph.
Barnard termasuk orang yang paling
awal memandang organisasi sebagai sebuah sistem. Ia menantang pandangan klasik
yang menganggap otoritas harus bercorak top-down, dengan argumentasi bahwa
otoritas seharusnya ditentukan oleh respon bawahan. Ia juga memasukkan peran
organisasi-organisasi informal ke dalam teori organisasi. Selain itu, Barnard
juga mengajukan pendapat bahwa peran utama manajer adalah memfasilitasi
komunikasi dan merangsang bawahan agar mencurahkan upaya semaksimal mungkin
dalam melakukan pekerjaan.
Douglas McGregor. Ia adalah seorang
teoritisi Tipe 2 yang banyak dikutip. Kontribusinya adalah Teori X dan Teori Y
yang ia ajukan dalam memandang manusia (pekerja). Teori X memandang manusia
secara negatif. Teori Y memandang manusia secara positif. Setelah meninjau
bagaimana manajer berhubungan dengan pekerja, McGregor menyimpulkan bahwa
pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi
tertentu dan ia cenderung memperlakukan pekerja berdasarkan asumsi-asumsi
tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y).
Dalam Teori X, terdapat 4 asumsi
yang dipegang manajer:
- Pekerja tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya.
- Sejak pekerja tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.
- Pekerja akan menghindari tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.
- Sebagian besar pekerja menempatkan keselamatan dirinya sendiri di atas segalanya sehubungan dengan pekerjaan dan cenderung menampakkan ambisi kerja yang rendah.
Kontras dengan Teori X, justru Teori Y berkebalikan, seperti diungkap McGregor berikut:
- Pekerja dapat memandang pekerjaan sebagai istirahat dan hiburan.
- Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan.
- Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.
- Kreativitas – yaitu kemampuan mencari keputusan yang terbaik – secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan merupakan satu-satunya peran yang hanya dimiliki manajer.
McGregor berdalih bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih dapat diterima dan dapat menuntun manajer dalam mendesain organisasi dan memotivasi para pekerja. Tahun 1960-an antusiasme pekerja cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan organisasi, penciptaan tanggung jawab dan tantangan pekerjaan, termasuk pembangunan hubungan kelompok-kelompok kerja yang lebih baik. Antusiasme ini, sebagian besar, diakibatkan oleh Teori Y dari McGregor.
Warren Bennis. Tema kemanusiaan dari
Teoretisi Tipe 2 berpuncak pada kehendak untuk melucuti birokrasi. Warren
Bennis berargumen, pembuatan keputusan yang tersentralisasi, kepatuhan pada
otoritas, dan pembagian kerja yang sempit dalam birokrasi harus digantikan
dengan struktur organisasi yang lebih terdesentralisasi dan pengambilan
keputusan yang lebih demokratis dalam kelompok-kelompok pekerja, di samping
harus pula bersifat fleksibel. Bennis mengajukan konsep adokrasi guna
menggantikan konsep birokrasi dalam masalah bentuk organisasi. Mengenai
adokrasi, akan dibahas dalam pembahasan mengenai Budaya Organisasi di dalam
buku ini.
Teoretisi
Tipe 3
Baik pandangan mekanistik (Tipe 1)
ataupun humanistik (Tipe 2) mampu menyediakan jawaban atas masalah organisasi
yang ada. Dialektika yang terjadi antara Tipe 1 dan Tipe 2 mendorong munculnya
sintesis (Tipe 3) yang menyediakan pedoman lebih baik bagi para manajer
organisasi. Pendekatan ini disebut Kontijensi.
Herbert Simon. Pendekatan Kontijensi
mendapat momentum di tahun 1960-an. Simon menyatakan bahwa prinsip-prinsip
organisasi klasik berdampak pada kebiasaan yang paradoks. Organisasi klasik
punya banyak hubungan kontradiktif di dalam dirinya sendiri. Ia berdalih bahwa
teori organisasi harus keluar dari batasan prinsip-prinsip superfisial yang
terlampau menyederhanakan masalah. Kritikan Simon ini kemudian mendorong
munculnya pandangan-pandangan yang mengkritisi pandangan Tipe 1 dan Tipe 2.
Daniel Katz and Robert Kahn.
Keduanya menerbitkan buku The Social Psychology of Organizations. Buku tersebut
menjadi pemicu munculnya Tipe 3, yang memandang organisasi sebagai sistem
terbuka. Buku mereka menyediakan deskripsi yang meyakinkan seputar kelebihan
perspektif sistem terbuka dalam menganalisis pentingnya hubungan antara
organisasi dengan lingkungan tempat mereka beroperasi. Buku tersebut juga
menyebutkan jika ingin bertahan hidup, maka suatu organisasi harus selalu mampu
berdaptasi dengan lingkungan yang berubah.
Sejak munculnya karya Katz and Kahn,
sejumlah teoretisi menyelidiki hubungan antara struktur organisasi dengan
lingkungan organisasi. Aneka jenis lingkungan telah diidentifikasi, dan banyak
riset diadakan guna mengevaluasi struktur mana yang lebih cocok dengan
keragaman lingkungan. Diskusi teori organisasi tidak akan lengkap tanpa melalui
penilaian atas lingkungan sebagai faktor kontijensi utama yang mempengaruhi
pilihan bentuk struktur organisasi.
Teoretisi
Tipe 4
Teori organisasi yang paling
mutakhir ini fokus pada sifat politik dari organisasi. Pandangan ini dirintis
oleh James March dan Herbert Simon, tetapi secara luas disempurnakan oleh
Jeffrey Pfeffer.
James G. March. dan Herbert Simon.
March dan Simon menantang titik tekan pandangan klasik seputar pembuatan
keputusan rasional dan optimum dalam organisasi sebagai satu-satunya hal
terpenting dalam kehidupan organisasi. Keduanya berdalih, banyak pembuat
keputusan lebih memilih alternatif keputusan yang bersifat sekadar memuaskan –
alternatif-alternatif yang dianggap cukup baik bahkan kadang kurang rasional.
Hanya dalam kasus-kasus tertentu saja para manajer dapat menerapkan keputusan
rasional dan atau optimum. Selebihnya, lebih banyak keputusan dibuat secara
politis.
March dan Simon mendorong revisi
atas model teori organisasi – revisi yang sangat berbeda dengan pandangan
organisasi sebagai sistem kerjasama yang rasional. Model revisi ini mengakui
terbatasnya ruang untuk selalu menjadi bahwa setiap keputusan harus dibuat
secara rasional. March dan Simon juga membeberkan fakta bahwa sesungguhnya
terdapat tujuan yang konfliktual di dalam organisasi.
Jeffrey Pfeffer. Berdasarkan karya
March dan Simon, Pfeffer menciptakan suatu model teori organisasi yang memuat
koalisi kekuasaan, konflik-konflik yang melekati pencapaian tujuan organisasi,
dan keputusan-keputusan yang diambil seputar bagaimana mendesain organisasi
sesungguhnya disesuaikan dengan kepentingan kelompok-kelompok yang tengah
memegang kekuasaaan. Ia berpendapat bahwa memperoleh kendali atas organisasi
justru sering menjadi tujuan kelompok-kelompok dalam organisasi ketimbang
menganggap kelompok tersebut sebagai alat organisasi dalam mencapai tujuannya.
Organisasi bagi March adalah koalisi
yang terdiri atas individu yang punya tuntutan berbeda serta aneka kelompok
yang saling bersaing. Desain organisasi tidak lain merupakan hasil dari
perjuangan kekuasaan yang dilakukan oleh koalisi-koalisi yang berbeda tujuan
ini. Pfeffer berdalih, jika kita hendak memahami mengapa dan bagaimana
organisasi didesain, kita perlu mengkaji pilihan-pilihan dan
kepentingan-kepentingan dari mereka yang punya pengaruh atas pembuatan
keputusan di dalam organisasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang
berarti alat.
Menurut
para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut.
- Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar dalam tujuan bersama.
- James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
- Chester I. Bernard berpendapat bahwa organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
- Stephen P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
dalam setiap organisasi terdapat tiga unsur dasar
yaitu Orang-orang, Kerjasama dan Tujuan yang hendak dicapai.
Organisasi
juga harus memiliki lima fenomena penting yaitu :
6. Organisasi
harus mempunyai tujuan.
7. Organisasi
harus mempunyai program, kegiatan strategi dan metode untuk mencapai tujuan
organisasi
8. Organisasi
harus mempunyai pimpinan atau manajer yang bertanggung jawab terhadap
organisasi itu dalam mencapai tujuan
9. Organisasi
itu terdiri dari dua orang atau lebih
10. Organisasi
itu harus ada kerjasama
organisasi membutuhkan manajemen terutama untuk dua
hal yang terpenting yaitu:
.
1. Pencapaian
tujuan secara efektif dan efisensi
2. Menyeimbangkan
tujuan-tujuan yang saling bertentangan dan menemukan skala prioritas.
B. SARAN
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari
Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami
ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi
kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan
makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mesiono, Manajemen
dan Organisasi, Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2010.
2. Nasrul
Syakur Chaniago, Manajemen Organisasi, Bandung : citapustaka Media
Perintis, 2011
4. Ensiklopedia Organisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar