Rabu, 21 Desember 2016

Makalah IAIN Maca-Macam Tassawuf DalamIslam



BAB 1
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Secara keseluruhan Ilmu tassawuf bisa di kelompokkan menjadi dua, yakni tassawuf ilmi atau nadhari, yaitu tassawuf yang bersifat teoritis, yang tercakup dalam bagian ini ialah sejarah lahirnya tassawuf dan perkembangannya sehingga menjelma manjadi ilmu yang berdiri sendiri, termasuk di dalamnya ialah teori-teori tassawuf menurut bebagai tokoh tassawuf dan tokoh luar tassawuf yang berwujud ungkapan sistematis dan filosofis.
Bagian ke dua ialah Tassawuf Amali atau Tathbiqi, yaitu tassawuf terapan yakni ajaran tassawuf yang praktis. Tidak hanya sebagai teori belaka. Namun menuntut adanya pengamalan dalam rangka mencapai tujuan tassawuf. Orang yang menjalanakan ajaran tassawuf ini akan mendapat keseimbangan dalam kehidupannya, antara materil dan spiritual, dunia dan akhirat.
Sementara ada lagi yang membagi tassawuf manjadi tiga macam bagian aliran tassawuf antaralain : 
  1. Tassawuf Sunni
  2. Tassawuf Filsafati
  3. Tassawuf Syi'I                                                                          
Perlu di maklumi bahwa pembagian ini hanya sebatas dalam kajian akademik, ke tiganya tidak bisa di pisahkan secara dichotomik, sebab dalam prakteknya ke tiganya tidak dapat di pisahkan satu sama lain. Selanjutnya untuk mengkaji masing-masing bagian tassawuf tadi, berikut ini akan di uraikan satu persatu.


B.  RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ditunjukan untuk merumuskan permasalahan yang akan dibahas pada pembahasan dalam makalah. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, sebagai berikut :

  1. Apa itu tassawuf sunni
  2. Apa itu tassawuf filsafati
  3. Apa itu tassawuf syi’i


C.  TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah ini. Adapun tujuan penulisan makalah, sebagai berikut :

1.      Menjabarkan tentang tassawuf sunni.
2.      Menjelaskan tentang tassawuf filsafati.
3.      Menerangkan  tentang tassawuf syi’i.




BAB II
PEMBAHASAN

A.  TUJUAN TASSAWUF
         Secara umum tujuan tasawuf adalah agar berada sedekat mungkin dengan Allah Swt. Akan tetapi apabila diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum, ada tiga sasaran dari tasawuf, yaitu:
a)     Tasawuf bertujuan untuk pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya pada keluhuran moral.
b)     Tasawuf bertujuan untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al-kasyf al-hijab
c)     Tasawuf bertujuan untuk membahas bagaiman system pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan antara tuhan dengan makhluk, terutama hubungan manusia dengan tuhan dan apa arti dekat dengan tuhan.

            Akan tetapi, tujuan akhir dari sufisme adalah etika murni atau psikologi murni, dan keduanya secara bersamaan,yaitu:
a)      Penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak mutlak tuhan, karena Dialah penggerak utama dari semua kejadian dialam ini
b)      Penanggalan secara total semua keinginan pribadi dan melepas diri dari sifat-sifat jelek yang berkenaan dengan kehidupan duniawi
c)      Peniadaan kesadaran terhadap diri sendiri serta pemusatan diri pada perenungan terhadap tuhan semata, tiada tuhan yang di cari kecuali Dia


B.  TASSAWUF SUNNI
Tasawuf sunni adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang di formulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat guna mencapai kebahagian yang optimum, manusia harus lebih dahulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri ke tuhanan melaui pensucian jiwa dan raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral dan berakhlak mulia yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah.
Tasawuf seperi ini dikembangkan oleh ulama’ lama sufi. Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu, sampai ke titik terendah dan bila mungkin mematikan hawa nafsu sama sekali oleh karena itu dalam tasawuf sunni mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut :
1.  Takhalli (pengosongan diri dari sifat-sifat tercela)                                                                                 Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, kotoran, dan penyakit hati yang merusak. Langkah pertama yang harus di tempuh adalah mengetahui dan menyadari, betapa buruknya sifat-sifat tercela dan kotor tersebut, sehingga muncul kesadaran untuk memberantas dan menghindarinya. Apabila hal ini bisa dilakukan dengan sukses, maka seseorang akan memperoleh kebahagiaan. Allah berfirman : Asy-Syams: 9-10 Artinya: “sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya” (asy-syams: 9-10)                                                                                                                       
Adapun sifat-sifat tercela yang harus di hilangkan ialah antara lain               -Ghadab ( marah)               -Syirik (penyekutuan tuhan)                                                                       -Hasad (dengki)                 -Hirsh (keinginan yang berlebih lebihan)                                                       -Ujub (bangga diri)             -Riya dan Sum’ah (pamer)                                                                        Untuk menghilangkan sifat-sifat tersebut, dilakukan dengan cara :                                                                1. Menghayati segala bentuk akidah dan ibadah                                                                                         2. Muhasabah (koreksi) terhadap dirinya sendiri                                                                                         3. Riyadlah (latihan) dan Mujahadah (perjuangan)                                                                                      4. Mencari waktu yang tepat untuk merubah sifat-sifat yang jelek-jelek itu                                                   5. Memohon pertolongan dari Allah swt
2.      
 Tahalli (menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji)                                                           Tahalli yakni menghias diri dengan perbuatan baik. Berusaha agar dalam setiap gerak dan perilakunya selalu berjalan di atas ketentuan agama. Langkahnya ialah membina pribadi, agar memiliki akhlak al-karimah, dan senantiasa konsisten dengan langkah yang di rintis sebelumnya (dalam bertkhalli). Melakukan latihan kejiwaan yang tangguh untuk membiasakan berprilaku baik, yang pada gilirannya, akan menghasilkan manusia yang sempurna (ihsan kamil). Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan.
3.      Tajalli (terungkapnya nur ghaib bagi hati yang telah bersih seehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan)                                                                   Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.                                                                                                                            
Al-kalabadzi membagi tajalli menjadi tiga macam yaitu :
a.       Tajallidz Dzat, yaitu mukasyafah (terbukanya selubung yang menutupi kerahasiaan-Nya).
b.      Tajallis Sifatidz Dzat, yakni nampaknya sifat-sifat Dzat-Nya sebagai sumber atau tempat cahaya
c.       Tajalli Hukmudz Dzat, yaitu nampaknya hukum-hukum Dzat, atau hal-hal yang berhubungan dengan akhirat dan apa yang ada di dalamnya

          Pencapaian tajalli tersebut melalui pendekatan melalui pendekatan rasa atau Dzauq dengan alat al-Qalb. Qalb menurut shufi mempunyai kemempuan lebih bila dibandingkan dengan akal. Yang kedua ini tidak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Allah swt. Sedang al-Qalb bisa mengetahuinya. Apabila ia telah menembus qalb dengan Nur-Nya, maka akan terlimpahkanlah kepada seseorang karunia dan rahmat-Nya. Ketika itu Qalb menjadi terang-benderang, terangkatlah tabir rahasia dengan karunianya rahmat itu, tatkala itu jelaslah segala hakikat ketuhanan selama itu terhijab dan terahasiakan.
          Apabila seseorang telah mencapai tajalli, maka dia akan memperoleh ma’rifat, yaitu mengetahui rahasia-rahasia ketuhanan dan peraturan-peraturan-Nya tentang segala yang ada atau bisa di artikan lenyapnya segala sesuatu dengan ketika menyaksikan Tuhan.
          Ma’rifat merupakan pemberian Tuhan, bukan usaha manusia. Ia merupakan ahwal tertinggi, yang datangnya sesuai atau sejalan dengan ketekunan, kerajinan, kepatuhan, dan ketaatan seseorang. Menurut Ibrahim Basyuni, ma’rifat merupakan pencapaian tertinggi dan sebagai hasil akhir dari segala pemberian setelah melakukan mujahadah dan riyadlah, dan bisa dicapai ketika terpenuhinya qalb dengan Nur Ilahi.
          Nur Ilahi itu akan diberikan kepada seseorang yang telah terkendali hawa nafsunya, bahkan bisa dilenyapkan sifat-sifat kemanusiaan (basyariyah) nya yang cenderung berbuat maksiat, dan terlepasnya dari kecendrungan kepada masalah duniawiyah. Karena dosa dan cinta kepadanya, akan menjadi penghalang qalb untuk melihat (ma’rifat) kepada-Nya.

Didalam tassawuf sunni sendiri terdapat beberapa golongan tasawuf diantaranya :
1. Tasawuf Qur’ani                                                                                                        Karena tasawuf merupakan jalan menuju Allah,untuk mendekatkan diri kepada Allah,maka rujukan pertama dan terutama yang harus dilihat adalah Alqur’an yang merupakan surat cinta dari Allah untuk umat manusia. Dengan memahami nilai-nilai yang ada dalam Alqur’an dan mengaplikasikannya dalam kehidupan maka di harapkan seseorang itu akan lebih dekat dengan Allah. Tasawuf yang mengacu kepada nilai-nilai alqur’an dalam usahanya untuk mendekatkan diri kepada Allah disebut Tasawuf Qur’ani.  Sahl at-Tusturi pernah mengatakan: “Pokok ajaran kami adalah berpegang teguh kepada Al-Qur’an, mengamalkan sunnah, makan makanan yang halal, mencegah menyakiti orang lain, menjauhi yang tidak baik, bertaubat dan menunaikan hak-hak. Lalu Imam an-Nawawi mengatakan: “Pokok ajaran tarikat tasawuf ada lima: bertakwa kepada Allah baik tersembunyi ataupun terang-terangan, mengikuti sunnah baik perkataan ataupun perbuatan, berpaling dari akhlak tercela dihadapan atau dibelakang, ridha terhadap pemberian Allah sedikit ataupun banyak dan kembali ke jalan Allah dalam suka dan duka. Imam Ahmad pun menasihati anaknya (Abdullah bin Ahmad): “Wahai anakku wajib bagimu duduk bersama mereka, yaitu suatu kaum yang dapat memberikan kepada kita banyaknya ilmu, taqarrub kepada Allah (murâqabah), timbulnya rasa takut, hidup zuhud dan tingginya cita-cita, seraya beliau mengatakan: “Lâ a’lamu aqwâman afdhalu minhum” (aku tidak tahu ada kaum yang lebih utama daripada mereka).”
2. Tasawuf akhlaqi                                                                                                         Pada mulanya tasawuf itu ditandai dengan ciri-ciri psikologis dan moral,yaitu pembahasan analisis tentang jiwa manusia dalam upaya menciptakan moral yang sempurna. Dalam pandangan sufi, Sikap mental dan perbuatan yang baik sangat penting diisikan kedalam jiwa manusia akan dibiasakan dalam perbuatan dalam rangka pembentukan manusia paripurna, antara lain sebagai berikut :
a.       Taubat, yaitu rasa penyesalan sungguh – sungguh dalam hati yang disertai permohonan ampun serta berusaha meninggalkan perbuatan yang menimbulkan dosa
b.      Cemas dan Harap (khauf dan raja’), Yaitu perasaan yang timbul karena banyak berbuat salah dan seringkali lalai kepada Allah
c.       Zuhud, yaitu meninggalkan kehidupan duniawi dan melepaskan diri dari pengaruh materi
d.      Al-Faqr, yaitu sikap yang tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain
e.       Al-Sabru, yaitu suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian
f.       Ridha, yaitu menerima dengan lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang datang dari Allah
g.      Muraqabah, yaitu sikap siap setiap saat untuk meneliti keadaan diri sendiri
h.      Munajat,melaporkan diri kehadirat Allah atas segala aktifitas yang dilakukan
i.        Zikrul maut,ingatan yang berkepanjangan tentang mati akan memancing rasa keTuhanan yang semakin dalam
3. Tasawuf salafi                                                                                                      Yang dimaksud tasawuf salafi adalah tasawuf yang digagas oleh sekumpulan tokoh ulama salaf seperti Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Corak tasawuf ini menyerupai tasawuf sunni dalam segala urusannya, terutama dalam pentingnya berpegang terhadap kitâbullah dan sunnah, serta dalam hal tercelanya faham ittihad, hulul, wihdatul wujud, maqâmat dan ahwal.                                                         Sebenarnya, istilah tasawuf salafi merupakan istilah pembelaan dari kelompok shûfi yang ingin menegaskan bahwa tidak benar orang yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari luar Islam dengan mengedepankan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim sebagai tokoh penggagasnya, sehubungan keduanya merupakan tokoh puritanisme Islam. Hal ini dapat dilihat dari pembelaan Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim (pendiri dan syaikh tarikat al-‘Asyirah al-Muhammadiyah al-Syadziliyyah dan komisi pembaruan sufi serta ikatan tarikat-tarikat yang ada di Mesir). Menurutnya: “Dasar-dasar tasawuf terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini tak dapat dipungkiri, bahkan oleh mereka yang agak minim tentang Islam. Tak ada seorang pun dari kalangan Muslim yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah hasil kutipan dari kitab suci Budha, Majusi, dan Rahbaniyyah.                                                                                             Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari ajaran selain Islam adalah sebuah pendapat yang sembrono, berlebih-lebihan dan penuh kebohongan.Jika yang dimaksud dengan tasawuf adalah filsafat yang asing dari akidah dan syari’at, maka hal tersebut memang benar, namum filsafat tersebut tidak ada hubungannya dengan tasawuf Islami.Jika ada yang menjadikan mereka (para ahli filsafat) sebagai dasar untuk menghujat dan menghukumi kesesatan tasawuf dengan sebab kesesatan perilaku beberapa oknum yang mengatas namakan tasawuf, maka hal tersebut merupakan sebuah pemutar balikan fakta yang sebenarnya. Menghukumi seseorang atas kesalahan orang lain adalah satu perbuatan yang tercela.”                                                      
4. Tasawuf amali                                                                                                   Yang disebut tasawuf ‘amali adalah Keseluruhan rangkaian amalan lahiriah dan latihan olah batiniah dalam usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah,yaitu dengan melakukan macam-macam amalan yang terbaik serta cara-cara beramal yang paling sempurna. Menurut para sufi,ajaran agama itu mengandung dua aspek,lahiriah dan bathiniyah. Secara rinci,kedua aspek tersebut dibagi kedalam empat bidang sebagai berikut:
a.       Syari’at,diartikan sebagai kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan dalam ajaran agama melalui Alqur’an dan Sunnah. Syari’at adalah hukum-hukum formal atau amalan lahiriah yang berkaitan dengan anggota jasmaniah manusia,sedangkan syari’at sebagai fiqih dan syari’at sebagai tasawuf tidak dapat dipisahkan karena yang pertama adalah sebagai wadahnya dan yang kedua sebagai isinya. Kerna itu ditegaskan, Seorang yang salih tidak mungkin memperoleh ilmu batin tanpa mengamalkan secara sempurna amalan lahiriahnya
b.      Thariqot,kalangan sufi mengartikan thariqat sebagai seperangkat serial moral yang menjadi pegangan pengikut tasawuf dan dijadikan metoda pengarahan jiwa dan moral
c.       Hakikat,dalam dunia sufi hakikat diartikan sebagai aspek bathin dan dari syari’at,sehingga dikatakan hakikat adalah aspek yang paling dalam dari setiap amal,inti dan rahasia dari syariat yang merupakan tujuan perjalanan suluk
d.      Ma’rifat,berarti pengetahuan atau pengalaman. Dalam istilah tasawuf,diartikan sebagai pengenalan langsung tentang Tuhan yang diperoleh melalui hati sanubari sebagai hikmah langsung dari ilmu hakikat.
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa Yang dimaksud tasawuf ‘amali, adalah pola tasawuf yang dilakukan para penganut tarekat (ashhâbut turuq) seperti mengedepankan mujâhadah, menjauhkan sifat tercela, memutuskan hubungan dengan yang lain dan menghadap Allah dengan sepenuh cita-cita.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa kaidah dan adab yang dirinci secara klasikal seperti hubungan murid dengan gurunya, ‘uzlah, khalwat, al-jû’ (berlapar-lapar), as-sahr (bermalam-malam/ begadang), as-shumt (berdiam diri) dan dzikir.

C. TASSAWUF  FALSAFI
Yaitu tasawuf yang ajaran-ajaranya memadukan antara visi intuitif dan visi resional. Terminology filosofis yang digunakan berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya, namun orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang. Walaupun demikian tasawuf filosofis tidak bisa di pandang sebagai filsafat, karena ajaran daan metodenya di dasarkan pada dasar dzauq, dan tidak pula bisa di kategorikan pada tasawuf (yang murni) karena sering di ungkapkan dengan bahasa filsafat.
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya,yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya
Dalam upaya mengungkapkan pengalaman rohaninya, para shufi falsafi sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang samar, yang sering di kenal dengan syathahiyyat, yaitu suatu ungkapan yang sulit difahami, yang seringkali mengakibatkan kesalahpahaman pihak luar, dan menimbulkan tragedy. Tokoh-tokohnya ialah Abu Yazid al-busthami, al-Hallaj, Ibn Arabi, dan sebagainya.
Abu Yazid al-Busthami mempunyai teori al-Ittihad, yaitu suatu tingkatan dalam tasawuf di mana seorang shufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi deengan kata-kata : “hai aku”. Dalam al-Ittihad identitas telah menjadi satu. Salah satu Syathiyat yang di ungkapan al-Busthami ialah :
1.      “tiada tuhan selain aku, maka sembahlah aku”.
2.      “maha suci aku, maha suci aku, alangkah agungnya keadaan-ku”.
3.      “tidak ada sesuatu dalam bajuku ini kecuali Allah”.

Tokoh lainnya ialah al-Hallaj dengan ajaran al-Hululnya, yaitu suatu faham yang mengatakan bahwa tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu mengambil tempat (hulul) di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Menurut al-Hallaj dalam diri manusia terdapat dua unsur, yakni unsur Nasut (kemanusiaan), dan unsur Lahut (ketuhanan), karena itu persatuan antara tuhan dan manusia bisa terjadi dan dengan persatuan itu mengambil bentuk hulul. Al-Hallaj juga mengungkapkan syathahiyat sebagaimana di ungkapkan al-Busthami, seperti : “aku adalah yang haq”. Karena ungkapannya yang di anggap menyimpang dari tauhid inilah, dan tuduhan bekomplot dengan syi’ah Qaramithah, maka dia di jebloskan ke dalam keputusan pengadilan fuqaha’ yang sepihak dan berkolusi dengan pemerintahan al-Muqtadir Billah. Dia di jatuhi hukuman mati.
Teori Hulul ini di kembangkan labih jauh oleh Ibn Arabi dengan teori Wahdatul Wujud. Dalam teori ini, Ibn Arabi merubah Nasut dalam hulul menjadi al-Khaliq dan Lahut menjadi al-Haq. Kedua unsur tersebut pasti ada pada setiap makhluk yang ada, sebagai aspek batin, Ibn Arabi mengungkapkan : “ maha suci dzat yang menciptakan segala sesuatu, dan dia adalah essensinya sendiri”.
Paham yang di bawa oleh para shufi falsafi membawa pro dan kontra, karena perbedaan latar belakang sudut tinjauan dan pisau analisianya. Dalam dunia tasawuf di kenal istilah fana’ dan baqa’ sebagaimana telah di uraikan di depan. Ketika seseorang telah mencapai keadaan demikian, seorang shufi telah mencapai puncak tujuan yang di inginkannya, yakni ma’rifat dan hakikat, sehingga muncul kesadaran bahwa al-ma’rifah (pengetahuan), al-Arif (orang yang mengetahui), dan al-Ma’ruf (yang di ketahui/tuhan) adalah satu.
Orang yang telah mencapai ma’rifat, hatinya bersih, dia akan merenungi sifat-sifat tuhan, bukan pada essensi-Nya, karena dalam ma’rifat masih ada sia-sia kegandaan yang masih tertinggal. Sifat utama Tuhan adalah ketuhanan dan kesatuan ilahi merupakan prinsip ma’rifat yang pertama dan yang terakhir. Tuhan bagi shufi difahami sebagai Dzat yang esa yang mendasari seluruh peristiwa. Prinsip ini membawa konsekuensi yang ekstrim. Apabila tiada sesuatu yang mewujudkan selain Tuhan, maka seluruh alam pada dasarnya adalah satu dengan-Nya, apakah ia di pandang emanasi yang berkembang dari pada-Nya, tanpa mengganggu ke esaan-Nya, sebagaimana halnya bekas sinar matahari atau apakah ia berlaku seperti cermin dengan mana sifat-sifat Allah dipancarkan. Konsep inilah yang mendasari para shufi falsafi mempunyai pandangan tersebut di atas. Dengan analisis seperti ini, maka hasil yang diperoleh oleh para shufi falsafi sebagaimana telah di ungkapkan adalah sesuatu yang wajar saja, dan suatu konsekuensi logis. Namun apabila didekati dengan fiqih dan ilmu kalam, adalah jenis hal tersebut di anggap suatu yang menyimpang, karena antara khalik dan makhluk, antara ‘abid dan ma’bud tidak bisa di satukan.

D. TASSAWUF  SYI’I
Diluar dua aliran tasawuf akhlqi (sunni) dan tasawuf falsafi, ada juga yang memasukkan tasawuf aliran ketiga, yaitu tasawuf syi’I atau syiah. Kaum syiah merupakan golongan yang dinisbatkan kepada pengikut Ali bin Abi Thalib. Dalam sejarahnya, setelah perang shiffin, orang – orang pendukung fanatik Ali memisahkan diri dan banyak berdiam di daratan Persia, dan di Persia inilah kontak budaya antara Islam dan Yunani telah berjalan sebelum dinasti Islam berkuasa disini. Oleh karena itu, perkembangan tasawuf syi’I dapat di tinjau melalui kacamata keterpengaruhan Persia oleh pemikiran – pemikiran filsafat Yunani. Ibnu Khaldun dalam AL-Muqaddimah telah menyinggung soal kedekatan syi’ah dengan tasawuf, Ibnu Khaldun melihat kedekatan tasawuf filosofis dengan sekte Isma’iliyyah dari Syiah. Sekte ini menyatakan terjadinya hulul atau ketuhanan pada imam mereka. Menurutnya kedua kelompok ini memiliki kesamaan, khususnya dalam persoalan “quthb” dan “abdal”. Bagi para sufi filosof,quthb adalah puncaknya kaum ‘arifin, sedangkan abdal merupakan perwakilan. Ibnu Khaldun menyatakan doktrin seperti ini mirip dengan doktrin Isma’iliyyah tentang imam dan para wakil. Begitu juga dengan pakaian compang camping yang disebut – sebut berasal dari imam Ali.
Paham tasawuf syi’i beranggapan, bahwa manusia dapat meninggal dengan tuhannya karena kesamaan esensi dengan Tuhannya karena ada kesamaan esensi antara keduanya. Menurut ibnu Khaldun yang dikutip oleh Taftazani melihat kedekatan antara tasawuf falsafi dan tasawuf syi’i. Syi’i memilki pandangan hulul atau ketuhanan iman-iman mereka. Menurutnya dua kelompok itu mempunyai dua kesamaan.











BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Tiga macam aliran tassawuf antaralain :                                                                                                                           1. Tassawuf Sunni.                                                                                                                    2. Tassawuf Filsafati.                                                                                                                       3. Tassawuf Syi’I.
            Tujuan tasawuf adalah agar berada sedekat mungkin dengan Allah Swt. Akan tetapi apabila diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum, ada tiga sasaran dari tasawuf, yaitu:
a)Tasawuf bertujuan untuk pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan dan pengndalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya pada keluhuran moral.
b)     Tasawuf bertujuan untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al-kasyf al-hijab
c)     Tasawuf bertujuan untuk membahas bagaiman system pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan antara tuhan dengan makhluk, terutama hubungan manusia dengan tuhan dan apa arti dekat dengan tuhan.

B. SARAN
            Dengan kita mengetahi pengertian dan macam-macam tasawuf kita sebaiknya kita lebih mendekatkan diri kepada allah dan menjauhi segala sesuatu yang bersifat duniawi dan lebih mengutamakan akhirat agar kita selamat dari siksa neraka.



DAFTAR PUSTAKA
Ø  Rosihan Anwar, akhlak Tasawuf.CV.Pustaka Setia.2010.
Ø  Ahmad jaiz. Hartono. Mendudukan tasawuf. Buku Islam kafah.jakarta
Ø  Ibrahim Hilal, Al-Tashawwuf Al-Islami bain Ad-Din wa Al-Falsafah, Kairo: Dar An-Nahdhah Al0’Arabiyyah. 1979.
Ø  Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.