BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam
adalah Agama yang yang menempatkan pendidikan pada posisi yang sangat vital.
Disamping itu pesan-pesan Al-Quran dalam hubungannya dengan pendidikan dapat
dijumpai dalam berbagai ayat dan surat dengan berbagai ungkapan dan pernyataan.
Lebih khusus lagi kata ‘ilmi digunakan paling dominan dalam
Al-Quran untuk menunjukan perhatian Islam yang luar biasa terhadap pendidikan.
Pendidikan Islam tumbuh dan berkembang seiring denga tumbuh dan berkembangnya
Islam. Pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam itu sendiri.
Sejarah
pendidikan Islam pada hakekatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah Islam.
Periodesassi pendidikan Islam selalu berada dalam periode sejarah Islam itu
sendiri. Secara garis besarnya Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam
tiga periode. Yaitu periode Klasik, Pertengahan dan Modern. Kemudian perinciannya dapat dibagi lima
periode, yaitu: Periode Nabi Muḥammad Ṣalallahu ‘alaihi wa sallam
(571-632 M), periode Khulafā ar-Rasyidin (632-661 M), periode kekuasaan Daulah
Umayyah (661-750 M), periode kekuasaan ‘Abbāshiyyah (750-1250 M) dan periode
jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad (1250-sekarang).[1]
Sehubungan dengan hal tersebut, maka
dalam makalah yang sederhana ini kami mencoba untuk memaparkan tentang pola
pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan menambah wawasan pengetahuan kita semua khususnya tentang sejarah
pendidikan Islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah pada makalah ini ditunjukan untuk merumuskan permasalahan yang akan
dibahas pada pembahasan dalam makalah. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini, sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pendidikan islam pada masa bani umayyah
2. Bagaimana pemikiran pendidikan islam pada masa bani umayyah
3. Ilmu pengetahuan apa saja yang berkembang pada masa bani umayyah
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya
pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah ini. Adapun tujuan penulisan
makalah, sebagai berikut :
1. Menerangkan sistem pendidikan islam pada masa bani umayyah
2. Menjelaskan
pemikiran pendidikan islam pada masa bani umayyah
3. Menyebutkan
ilmu-ilmu yang berkembang pada masa bani umayyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
BANI UMAYYAH
Dinasti Umayyah adalah kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh
Mu'āwiyyah bin Abī Sufyān pada tahun 41
H/661 M. Tahun ini disebut dengan 'Aam al-Jamā'ah karena pada tahun ini
semua umat Islam sepakat atas ke-khalifahan Mu'āwiyyah dengan gelar Amir
al-Mu'minīn. Setelah
Mu’āwiyyah diangkat menjadi khalifah, sistem pemerintahannya berubah menjadi monarchiheridetis
(Kerajaan turu temurun).
Mu’āwiyyah
bin Abī Sufyān adalah pendiri Dinasti Umayyah yang berasal dari suku Quraish
keturunan Bani Umayyah yang merupakan khalifah pertama dari tahun 661-750 M,
nama lengkapnya ialah Mu’āwiyyah bin Abi Harb bin Umayyah bin ‘Abdi Syam bin
Manaf. Mu’āwiyyah lahir 4 tahun menjelang Nabi Muḥammad Ṣalallahu ‘alaihi wa
sallam menjalankan dakwah Islam di kota Makkah, ia beriman dalam usia muda
dan ikut hijrah bersama Nabi Ṣalallahu ‘alai wasallam ke Yastrib. Disamping itu termasuk salah seorang pencatat
waḥyu, dan ambil bagian dalam beberapa peperangan bersama Nabi Ṣalallahu
‘alihi wa sallam.[2]
Kekuasaan
Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan
Mu’āwiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur
sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah : Mu’āwiyyah
bin Abī Sufyān (661-680 M),
Abd al-Malik bin Marwān (685-705 M), Al-Wālid
bin ‘Abd al-Mālik (705-715 M),
Umār bin ‘Abd al-‘Azīz (717-720 M),
Hāshim
bin ‘Abd al-Mālik (724-743 M).[3]
Menurut catatan sejarah dinasti Umayyah ini terbagi menjadi dua
periode, yaitu :
1. Dinasti Umayyah I di
Damaskus (41 H/661 M-132 H/750 M), dinasti ini berkuasa kurang lebih selama 90 tahun
dan mengalami pergantian pemimpin sebanyak 14 kali. Diantara khalifah besar
dinasti ini adalah Mu’āwiyyah bin Abī Sufyān (661-680 M), ‘Abd al-Mālik bin
Marwān (685-705 M), Al-Wālid bin ‘Abd al-Mālik (705-715 M), ‘Umār bin ‘Abd
al-‘Azīz (717-720 M), dan Hishām bin ‘Abd al-Mālik (724-743 M). Pada tahun 750
M, dinasti ini digulingkan oleh dinasti ‘Abbāsiyyah.
2. Dinasti Umayyah II di Andalus/Spanyol
(755-1031 M), kerajaan Islam di Spanyol ini didirikan oleh ‘Abd al-Rahmān al-Dākhil. Ketika Spanyol berada di bawah
kekuasaan Dinasti Umayyah II ini, umat
Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan. Terutama pada masa
kepemimpinan ‘Abd al-Rahmān al- Ausāṭ, pendidikan Islam menunjukkan
perkembangan yang sangat pesat. Hal ini desebabkan karena sang khalifah sendiri
terkenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Ia mengundang para ahli dari dunia
Islam lainnya ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di sana menjadi
kian semarak.[4]
Pada Dinasti Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke
timur dan barat. Begitu juga dengan daerah Selatan yang merupakan tambahan dari
daerah Islam di zaman Khulafā ar-Rāshidīn yaitu: Hijāz, Syiria, Iraq, Persia
dan Mesir. Seiring dengan itu pendidikan pada priode Dinasti Umayyah telah ada
beberapa lembaga seperti: Kuttāb, Masjid dan Majelis Sastra. Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan
bermacam-macam. Metode pengajarannya pun
tidak sama. Sehingga melahirkan beberapa
pakar ilmuan dalam berbagai bidang tertentu.[5]
B. LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PADA
PERIODE DINASTI UMAYYAH
Pada
masa Dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi
artinya pendidikan tidak hanya terpusat di Ibu Kota Negara saja tetapi sudah
dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi
teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan
standar umur.[6]
Pola pendidikan Islam pada periode dinasti Umayyah telah
berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafā ar-Rāshidīn yang ditandai dengan
semaraknya kegiatan ilmiah di masjid-masjid dan berkembangnya Khuttāb serta
Majelis Sastra. Jadi tempat pendidikan pada periode dinasti Umayyah diantaranya
adalah:
1. Khuttab
Khuttāb
atau maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau
tempat menulis, jadi Khuttab adalah tempat belajar menulis. Khuttab merupakan
tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Quran serta belajar
pokok-pokok ajaran Islam. Sebelum datangnya Islam kuttab telah ada di negeri
Arab. Sewaktu agama Islam diturunkan Allah ta’āla, sudah ada diantara
para Ṣahabat yang pandai baca tulis. Kemudian baca tulis tersebut ternyata
mendapat tempat dan dorongan yang kuat dalam Islam, sehingga berkembang luas
dikalangan umat Islam. Karena baca tulis semakin terasa perlu, maka kuttab
sebagai tempat belajar menulis dan membaca terutama bagi anak-anak berkembang
pesat. Pada mulanya, di awal perkembangan Islam kuttāb tersebut dilakukan di
rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah semata-mata menulis
dan membaca. Sedangkan yang ditulis atau dibaca adalah sha’ir-sha’ir yang
terkenal pada masanya.[7]
Kemudian
pada akhir abad pertama Hijriyah mulai timbul jenis kuttāb yang disamping
memberi pelajaran menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca Al-Quran dan
pokok-pokok ajaran Agama. Pada mulanya kuttāb jenis ini merupakan pemindahan
dari pengajaran Al-Quran yang berlangsung di masjid dan bersifat umum (bukan
saja bagi anak-anak, tetapi terutama bagi orang dewasa). Anak-anak ikut
pengajian didalamnya, tetapi karena mereka tidak dapat menjaga kesucian dan
kebersihan masjid, maka diadakan tempat khusus di samping masjid. Selanjutnya
berkembanglah tempat-tempat khusus untuk pengajaran anak-anak dan berkembanglah
kuttab-kuttab yang bukan hanya mengajarkan Al-Quran, tetapi juga
pengetahuan-pengetahuan dasar lainnya. Dengan demikian kuttāb berkembang
menjadi lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal.
Adapun
cara yang dilakukan oleh pendidik disamping mengajarkan Al-Quran mereka juga
belajar menulis dan tata bahasa serta tulisan.
Perhatian mereka bukan tertumpu mengajarkan Al-Quran semata dengan
mengabaikan pelajaran yang lain, akan tetapi perhatian mereka pada pelajaran
sangat pesat. Al-Quran dipakai sebagai
bahasa bacaan untuk belajar membaca, kemudian dipilih ayat-ayat yang akan
ditulis untuk dipelajari. Disamping belajar menulis dan membaca murid-murid
juga mempelajari tata bahasa Arab, cerita-cerita Nabi, hadith dan pokok Agama.[8]
2. Masjid
Semenjak
zaman Nabi Muḥammad Ṣalallāhu ‘alaihi wa sallam masjid telah menjadi
pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin. Ia
menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaiakan
penerangan agama, dan tempat menyelenggarakan pendidikan, baik untuk anak-anak
atau orang dewasa. Kemudian pada masa khalifah Bani Umayyah berkembang
fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat
keagamaan.[9]
Pada
Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan
tingkat tinggi setelah khuttab. Pelajaran yang diajarkan meliputi Al-Quran,
Tafsir, Hadith dan Fiqih, Juga diajarkan kesasteraan, sajak, gramatika bahasa,
ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara
jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah
menjadikan masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah termasuk sha’ir, sejarah
bangsa terdahulu diskusi dan akidah. Pada periode ini juga didirikan masjid ke
seluruh pelosok daerah Islam. Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di
Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut ilmu di seluruh dunia Islam dan tampak
juga pada pemerintahan Walid bin ‘Abd al-Malik (707-714 M) yang merupakan
Universitas terbesar dan juga didirikan masjid Zaitunnah di Tunisia yang
dianggap Universitas tertua sampai sekarang.[10]
3. Majelis
Sastra
Majelis
sastra adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas
berbagai macam ilmu pengetahuan. Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang
disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi
sastrawan dan ulama terkemuka. Majelis ini bermula sejak zaman Khulafa
ar-Rāshidīn yang biasanya memberikan fatwa dan musyawarah serta diskusi dengan
para Ṣahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu.
Tempat pertemuan pada masa itu adalah di masjid. Setelah masa khalifah Bani
Umayyah, tempat majelis tersebut dipindah ke istana, dan orang-orang yang
berhak menghadirinya adalah orang-orang tertentu saja yang diundang khalifah.
Dalam majelis sastra tersebut bukan hanya dibahas dan didiskusikan
masalah-masalah kesustraan saja, melainkan juga berbagai macam ilmu pengetahuan
dan berbagai kesenian.[11]
4. Pendidikan
Istana
Yaitu
pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak
khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana
diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal
yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah.[12]
Timbulnya
pendidikan Istana untuk anak-anak para pejabat adalah berdasarkan pemikiran
bahwa pendidikan harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan
tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Oleh karena itu, mereka memanggil
guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka.
Pendidikan
anak di istana berbeda dengan pendidikan anak di kuttab pada umumnya. Di istana
orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran
tersebut selaras dengan tujuan yang dikehendaki oleh oranng tuanya. Guru yang
mengajar di istana disebut muaddib, karena berfungsi mendidik budi
pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan kepada anak-anak pejabat.[13]
5. Pendidikan
Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal Baduwi)
Yaitu
tempat belajar bahasa Arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika
khalifah ‘Abd al-Mālik bin Marwān memprogramkan Arabisasi maka muncul
istilah badiah, yaitu dusun baduwi di padang Sahara mereka masih fasih
dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut.[14]. Sehingga banyak khalifah yang
mengirimkan anaknya ke badiah untuk mempelajar bahasa Arab yang fasih lagi
murni. Banyak ulama-ulama dan ahli ilmu pengetahuan lainnya yang pergi ke badiah
dengan tujuan untuk mempelajari bahasa dan kesastraan Arab yang asli lagi
murni. Badiah-badiah tersebut lalu menjadi sumber ilmu pengetahuan terutama
bahasa dan sastra Arab dan berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam.[15]
6. Pendidikan
Perpustakaan
Pada
zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai
yang sangat tinggi. Buku merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu
pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para ahlinya. Orang dengan
mudah dapat belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam
buku. Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam usaha pengembangan dan
penyebaran ilmu pengetahuan.[16]. Pemerintah Dinasti Umayyah
mendirikan perpustakaan yang besar di Cordova pada masa khalifah al-Hakam bin
Nāṣir.[17]
7. Rumah
Sakit
Pada
zaman kejayaan perkembanagan kebudayaan Islam dalam rangka menyebarkan
kesejahteraan dikalangan umat Islam, maka banyak didirikan rumah sakit oleh
khalifah dan pembesar-pembesar Negara. Rumah sakit tersebut bukan hanya
berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang sakit, tetapi mendidik
tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Mereka
mengadakan berbagai penelitian dan percobaan dalam bidang kedokteran dan
obat-obatan, sehingga berkembang ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan atau
farmasi. Rumah sakit ini juga merupakan tempat praktikum dari sekolah
kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit atau di dalam rumah sakit,
sehingga rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga
pendidikan.
Cucu Mu’awiyyah Khalid bin Yazidh sangat tertarik pada ilmu kimia
dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana
yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam
bahasa arab. Hal ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al-Walid
bin ‘Abd al-Malik memberikan perhatian terhadap rumah sakit.[18]
C.
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Pada
zaman Bani Umayyah ada tiga gerakan yang berkembang, yaitu : Gerakan Ilmu
Agama, karena didorong semangat agama sendiri yang sangat kuat pada waktu itu;
Gerakan Filsafat, karena ahli agama di akhir Bani Umayyah mempergunakan
filsafat untuk melawan Yahudi dan Naṣrani; dan Gerakan Sejarah, karena
ilmui-ilmu agama memerlukan riwayat.
GERAKAN ILMU AGAMA
Gerakan di dalam bidang ini dapat dipisahkan menjadi beberapa bagian,
yaitu : Pusat pendidikan Islam. Perluasan
negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan
perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang
turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota
besar sebagai berikut: di kota Makkah dan Madinah (Hijaz), di kota Baṣrah dan
Kufah (Irak), di kota Damsyik dan Palestina (Syam), di kota Fistat (Mesir). Madrasah-madrasah
yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Madrasah Makkah: Guru pertama yang
mengajar di Makkah sesudah penduduk Makkah takluk ialah Mu’adh bin Jabal. Ialah
yang mengajarkan Al-Quran dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa
khalifah ‘Abd al-Malik bin Marwan ‘Abdullah
bin Abbas pergi ke Makkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia
mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. ‘Abdullah
bin Abbaslah pembangun madrasah Makkah yang termasyhur di seluruh negeri
Islam.
b. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah
lebih termasyhur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal
Ṣahabat-Ṣahabat Nabi Ṣalallahu ‘alaihi wa sallam. Berarti disana banyak
terdapat ulama-ulama terkemuka.
c. Madrasah Baṣrah: Ulama sahabat yang
termasyur di Baṣrah ialah Abu Musā al-Ash’ari dan Anas bin Mālik. Abu Musā
al-Ash’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadīth, serta ahli Al-Quran. Sedangkan
Abbās bin Mālik termasyhur dalam ilmu hadīth. Al-Hasan Baṣry sebagai ahli
fiqih, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang
banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Baṣrah.
d. Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud
di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq,
‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang
menggantikan ‘Abdullah bin Mas’ud
menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada ‘Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah,
bukan saja belajar kepada ‘Abdullah bin
Mas’ud, bahkan mereka pergi ke Madinah.
e. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah
negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak
memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah
itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu ‘Abdurrahman al-Auza’iy yang sederajat
ilmunya dengan Imam Mālik dan Abu Hanīfah. Madhabnya tersebar di Syam sampai ke
Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian madhabnya itu lenyap, karena besar
pengaruh madzhab Syafi’i dan Maliki.
f. Madrasah Fistat (Mesir): Setelah
Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang
mula-mula madrasah di Mesir ialah ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘As, yaitu di Fisfat
(Mesir lama). Ia ahli hadith dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan
saja menghafal hadith-hadith yang didengarnya dari Nabi Ṣalallahu ‘alaihi wa
sallam, melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak
lupa atau khilaf meriwayatkan hadith-hadith itu kepada murid-muridnya. Oleh
karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadith-hadith dari padanya.
Karena
pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat
tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan
ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah,
pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah
seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota
di Negara Islam.[19]
MATERI BIDANG ILMU PENGETAHUAN
Materi atau ilmu-ilmu agama yang
berkembang pada zaman ini dapat dimasukan dalam kelompok Al-Ulumul Islāmiyyah
yaitu ilmu-ilmu Al-Quran, Al-Hadith, Al-Fiqih, At-Tarīkh, Al-Ulumul Lisaniyyah
dan Al-Jughrofi. Sedangkan Al-Ulumul Islamiyah dapat dibagi menjadi tiga bagian
: Al-Ulumul Syar'iyah, yaitu ilmu-ilmu agama Islam; Al-Ulumul Lisaniyyah, yaitu
ilmu-ilmu untuk memastikan bacaan Al-Quran, menafsirkan dan memahami Hadith;
At-Tarīkh wal Jughrofi.
a. Ilmu Qiraāt, yaitu ilmu cara membaca
Al-Quran. Orang yang pandai membaca Al-Quran disebut Qurrā. Pada zaman ini pula
yang memunculkan tujuh macam bacaan Al-Quran yang terkenal dengan " Qiraat
Tujuh " yang kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan (Ushulul Lil
Qira'ah). Pelopor bacaan ini terdiri dari kaum Malawy yaitu antara lain :
‘Abdullah bin Kathir, ‘Ashim bin Abu Nujud, ‘Abdullah bin Amir, ‘Ali bin Hamzah
dan lain-lain.
b. Ilmu Tafsir, ilmu yang berusaha
untuk memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran dengan tujuan untuk
menghasilkan hukum dan undang-undang. Ahli tafsir yang pertama yaitu Ibnu AbbAs,
seorang Ṣahabat terkenal yang wafat pada tahun 68 H. Menurut riwayat yang
mutawatir beliau adalah orang yang pertama menafsirkan Al-Quran Adengan cara riwayat
dan isnad. Ahli tafsir lainnya adalah Mujhid yang wafat pada tahun 109 H dan
ulama Syi'ah yaitu Muḥammad al-Baqir bin ‘Ali bin Husain.
c. Ilmu Hadith, Untuk membantu di dalam
memahami ayat-ayat Al-Quran. Karena terdapat banyak hadist maka timbullah usaha
untuk mencari riwayat dan sanad dari hadits yang akhirnya menjadi Ilmu Hadith
dengan segala cabang-cabangnya. Para ahli hadith yang terkenal pada zaman ini
adalah: Abu Bakar bin Muḥammad bin ‘Ubaidillah bin Zihab az-Zuhri (123 H). Ibnu
Abi Malikiyyah, yaitu ‘Abdullah bin Abi Malikiyyah (119 H). Pada masa khalifah
‘Umar bin ‘Abd al-‘Aziz barulah hadith dibukukan yang dirintis oleh Ibnu Zihab
az-Zuhri yang kemudian disusul oleh ulama lain.
d. Ilmu Nahwu, yaitu ilmu tentang
perubahan bunyi pada kata-kata yang terdapat di dalam Al-Quran. Pengarang ilmu
nahwu yang pertama dan membukukannya seperti halnya sekarang, yaitu Abu Aswad
ad-Dualy (W. 69 H). Beliau belajar dari ‘Ali bin Abi Ṭālib sehingga ada ahli
sejarah yang mengatakan bahwa ‘Ali bin Abi Ṭālib adalah Bapak Ilmu Nahwu.
e. Ilmu Jughrofi. Tentang ilmu jughrofi
sekalipun bukan berasal dari bangsa arab, namun bangsa Arab muslim telah
membuat ilmu ini menjadi satu ilmu yang tersendiri oleh karena tiga sebab:
Al-Haj yang menjadi salah satu rukun Islam. Untuk menunaikan rukun haji kaum
Muslimin di seluruh penjuru dunia harus mengetahui ilmu bumi; Al-Ilmu,
kewajiban menuntut ilmu bagi kaum muslimin, mengharuskan mereka melakukan Rihlah
Ilmiyah untuk menuntut ilmu, dan mana mengharuskan kaum muslimin mengetahui
ilmu bumi; Dakwah, keharusan berdakwah dan berjihad untuk mengembangkan Islam,
juga mengharuskan kaum muslimin mengetahui ilmu bumi. Tiga sebab ini disamping
sebab-sebab lain yang mendorong orang Yunani lama untuk membuat ilmu bumi yaitu
kepentingan dagang dan perang. Ilmu Jughrofi dalam masa Bani Umayyah baru dalam
taraf merintis jalan.[20]
Sedangkan ilmu-ilmu yang di salin
dari bahasa Asing ke dalam bahasa Arab dan di sempurnakan untuk kepentingan
keilmuan umat Islam dikelompokan dalam Al-Ulumud Dakhilah yang terdiri dari :
a. Ilmu Kima. Khalifah Yazidh bin Yazidh
bin Mu’awiyyah adalah yang menyuruh penerjemahannya ke dalam bahsa Arab. Beliau
mendatangkan beberapa orang Romawi yang bermukim di Mesir, di antaranya
Maryanis seorang pendeta yang mengajarkan ilmu kimia. Penerjemahan ke dalam
bahasa Arab dilakukan oleh Isthafun.
b. Ilmu Bintang. Masih dalam masa
Khālid bin Walīd, beliau sangat menggemari ilmu ini sehingga dikeluarkan
sejumlah uang untuk mempelajari dan membeli alat-alatnya. Karena gemarnya
setiap akan pergi ke medan perang selalu dibawanya ahli ilmu bintang.
c. Ilmu Kedokteran. Penduduk Syam di
jaman ini telah banyak menyalin bermacam ilmu ke dalam bahasa Arab seperti
ilmu-ilmu kedokteran, mislanya karanganm Qis Ahrun dalam bahasa Suryani yang
disalin ke dalam bahasa Arab oleh Masajuwaihi.[21]
GERAKAN FILSAFAT
Gerakan filsafat muncul di akhir
zaman Bani Umayyah untuk melawan pemikiran Yahudi dan Nasrani. Pemikiran
teologis dari agama Kristen sudah berkembang lebih dulu sebelum datangnya Islam
dan masuk ke lingkungan Islam secara sengaja untuk merusak akidah Islam. Karena
itu timbul dalam Islam pemikiran yang bersifat teologis untuk menolak
ajaran-ajaran teologis dari agama Kristen yang kemudian disebut Ilmu Kalam.
Ilmu
kalam dalam perkembangannya menjadi ilmu khusus yang membahas tentang berbagai
macam pola pemikiran yang berbeda dari ajaran Islam sendiri, karena dalam
Al-Quran terdapat banyak ayat yang memerintahkan untuk membaca, berfikir,
menggunakan akal dan sebagainya yang kesemuanya mendorong umat Islam, terutama
para ahlinya untuk berfikir mengenai segala sesuatu guna mendapatkan kebenaran
dan kebijaksnaan.
GERAKAN SEJARAH
Pada zaman Bani Umayyah gerakan
sejarah menghasilkan tarīkh yang terbagi dalam dua bidang besar :
a. Tarikh Islam, yaitu tarīkh kaum
muslimin dengan segala perjuangannya, riwayat hidup pemimpin-pemimpin mereka.
Sumber tarīkh dalam bidang ini adalah dari amal perbuatan mereka sendiri.
b. Tarikh umum, yaitu tarikh
bangsa-bangsa lain yang dipelajari dan disalin dengan sungguh-sungguh sejak
zaman Bani Umayyah. Hal ini karena khalifah mereka termasuk orang-orang yang
paling gemar untuk mengetahui orang-orang ternama dari tarīkh bangsa lain.[22]
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Demikianlah gambaran umum tentang
pola pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah. Walaupun kecenderungan politik
pemerintahan pada saat itu cenderung kepada perluasan wilayah Islam, namun
Pemerintah masih menaruh perhatian dalam bidang pendidikan dan memberikan
dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan
prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau
melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi
ilmu. Pada masa Bani Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi artinya
pendidikan tidak hanya terpusat di Ibu Kota Negara saja tetapi sudah
dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi
teritorial.
Sistem pendidikan ketika itu belum
memiliki tingkatan dan standar umur. Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti
Umayyah telah berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafā ar-Rāshidīn yang
ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah. Dengan penekanan ini didiajarkan
beberapa macam ilmu Agama dan ilmu-ilmu lainnya.
Diantara bentuk dan lembaga
pendidikan pada masa Bani Umayyah adalah: Kuttab, Masjid, Majelis Sastra, Pendidikan Istana,
Pendidikan Badiah, Pendidikan Perpustakaan, Rumah Sakit.
Pada zaman Bani Umayyah ada tiga
gerakan yang berkembang, yaitu : Gerakan Ilmu Agama, karena didorong semangat
agama sendiri yang sangat kuat pada waktu itu; Gerakan Filsafat, karena ahli
agama di akhir Bani Umayyah mempergunakan filsafat untuk melawan Yahudi dan Naṣrani; Gerakan Sejarah, karena ilmui-ilmu
agama memerlukan riwayat.
DAFTAR
PUSTAKA
ü Aqi
Suro, “Pendidikan Islam Pada Masa BaniUmayyah” dalam http://Pendidikan%20Islam%20%C2%AB%20Aqi%20Blog.html,
(diakses 13-04-2016).
ü Badri, Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, cet. 22, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).
ü Langgulung, Hasan,
Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1980).
ü Lukman hakim,
“Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah” dalam http//pai_bani_umayyah.html.,
(diakses 09-11-11).
ü Ran in World, “Pendidikan Islam Masa
Bani Umayyah (Filsafat Pend. Islam)” dalam
http//pendidikan-islam-masa-bani-umayyah.htlm., (diakses 23-09-11).
ü Silsīlah Ta’līmi al-Lughoh al
-‘Arobiyyah al-Mustawa ar-Rōbi’ ṣṵroh min at-Tarīkh al-Islamī,( Riyad: 1994).
ü Zuhairini, Sejarah Pendidikan
Islam, cet.9, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008).
[2]. Silsīlah
Ta’līmi al-Lughoh al -‘Arobiyyah al-Mustawa ar-Rōbi’ ṣṵroh min at-Tarīkh
al-Islamī,
hlm. 136-137.
[3]. Yatim
Badri., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2010), hlm. 43.
[5]. Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21,
(Jakarta, Pustaka Al Husna, 1980), hlm. 17.
[6].Ran in
World, “Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah (Filsafat Pend. Islam)” dalam
http//pendidikan-islam-masa-bani-umayyah.htlm., (diakses 23-09-11).
[12].Ran in
World, “Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah (Filsafat Pend. Islam)” dalam
http//pendidikan-islam-masa-bani-umayyah.htlm.,
(23-09-11).
[14].Ran in
World, “Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah (Filsafat Pend. Islam)” dalam
http//pendidikan-islam-masa-bani-umayyah.html., (23-09-11).
[17]. Ran in
World, “Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah (Filsafat Pend. Islam)” dalam http//pendidikan-islam-masa-bani-umayyah.html., (23-09-11).
[19]. Aqi
Suro, “Pendidikan Islam Pada Masa BaniUmayyah” dalam http://Pendidikan%20Islam%20%C2%AB%20Aqi%20Blog.html, (diakses 13-04-2016)
[22][22]Lukman hakim, “Pertumbuhan dan
Perkembangan Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah” dalam
http//pai_bani_umayyah.html., (diakses 09-11-11)
Casino site - Lucky Club
BalasHapusThe luckyclub most reliable and reliable source for online casino games. ➤ Top 10 Casino Site Reviews ✓ Top Casino Bonus Codes ✓ Latest Free Spins ✓ Fast Payouts.