MAKALAH
PERIODE KHULAFAUR RASYIDIN (632 – 661 M )
“ Di ajukan untuk
memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Sejarah
Peradaban Islam”
Dosen Pengampuh : Ibu Lenawati.S.Pd.I

Di
susun oleh : Kelompok 3
Nama dan NPM : -Guntur Syaroza putra 1511030264
- Zaini Nur
Ahmad 1511030290
-Ria 1511030306
FAKULTAS
TARBIYAH & KEGURUAN
JURUSAN
MANAGEMEN PENDIDIKAN ISLAM 2015
IAIN
RADEN INTAN LAMPUNG
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini kami susun sebagai tugas
dari mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dengan judul “ PERIODE KHULAFAUR
RASYIDIN (632-661 M )”.
Terima
kasih kami sampaikan kepada Ibu Lenawati.S.Pd.I, selaku dosen mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya
terselesaikan tugas makalah ini.
Demikianlah
tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam dan kami kelompok 3 berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
diri kami dan khususnya untuk teman-teman semua. Tak ada gading yang tak retak,
Tak ada tuyul yang tak botak, Tak ada bisul yang tak bengkak, Tak ada luka yang
tak koyak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati,
saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat kami harapkan dari
para teman-teman semua guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain
dan pada waktu mendatang.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ………………………………….…… 1
DAFTAR ISI
………………………………………. 2
BAB
I PENDAHULUAN
............………………………………. 3
A. Latar Belakang
....……………………………………. 3
B. Rumusan Masalah ............………………………………. 4
C. Tujuan Penulisan
........…………………………………. 4
BAB
II PEMBAHASAN
....…………………………………..... 5
A.
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin
1. Abu Bakar ( 632-634 M )
....................................... 6
2. Umar Bin Khathab ( 634-644 M ) ............................. 7
3. Utsman Bin Affan ( 644-656 M )
............................. 8
4. Ali Bin Abi Thalib ( 656-661 M ) ............................. 9
B. Tipe Kepemimpinan
Khalifah ....................................... 10
C. Kontribusi Khalifah Dalam
Peradaban Islam ......................... 11
BAB III PENUTUP ..........................................………….. 20
A. Kesimpulan .............……………………………... 20
B. Saran ……………………………………… 22
DAFTAR PUSTAKA ..........……………………………...... 23
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sudah
menjadi kodratnya bahwa manusia dilahirkan didunia ini untuk menjadi pemimpin
atau kholifah fil ‘ardhi sebagaimana firman Allah dalam surat Al-baqoroh Ayat
30 yang berbunyi :
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.".

Banyak terjadi kerancuan-kerancuan ketika pemerintahan sudah
tidak berada dibawah kendali Rasulullah. Dalam hal ini terdapat empat khalifah
yg menggantikan Nabi dalam memimpin Umat Islam dengan selalu berpegang pada al
Qur’an dan Sunnah. pada periode ini, masih mencerminkan pola- pola yang digagas
dan dipraktekkan oleh Rasululah dalam menata dan mengurusi umat Islam
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah pada makalah ini ditunjukan untuk merumuskan permasalahan yang akan
dibahas pada pembahasan dalam makalah. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini, sebagai berikut :
1.
Perkembangan peradaban
islam pada masa khulafaur rasyidin ,mencakup kegiatan politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan hubungan antar negara
2.
Tipe kepemimpinan ke 4
khulafah
3.
Kontribusi khalifah
dalam peradaban islam
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya
pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah ini. Adapun tujuan penulisan
makalah, sebagai berikut :
1. Mengetahui
perkembangan peradaban islam pada masa ke 4 khulafau rasyidin yaitu : Abu Bakar, Umar Bin Khathab, Utsman Bin Affan,
dan Ali Bin Abi Thalib
2. Memahami tipe kepemimpinan khulafau rasyidin
3. Mengenal kontribusi khalifah dalam peradaban
islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN
PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR ROSIDIN
Khalifah adalah jabatan tertinggi dalam kepemimpinan
Islam pacsa Rasulullah Saw. Wafat. Mereka dipilih oleh umat Islam melalui
musyawarah. Seorang khalifah wajib menjalankan kepemimpinan sesuai dengan
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Khalifah tidak menjalankan fungsi kenabian, tugas
utama mereka dalam hal keagamaan adalah memimpin shalat jum’at di masjid Nabawi
dan menyampaikan khutbah jum’at.
Tugas seorang khalifah selain sebagai kepala Negara,
dia juga menjabat sebagai panglima pasukan Islam yang memiliki kewenangan luas
dalam hal pemerintahan. Dalam sejarah, tugas Nabi Muhammad Saw. Sebagai kepala
pemerintahan dan kepala negara diemban oleh empat sahabat terdekatnya secara
berurutan. Termasuk dalam tugas tersebut adalah mengurus masalah keagamaan umat
Islam. Keempat penggantinya inilah yang dikenal dengan sebutan Khulafaur
Rasyidin. Secara kebahasaan, Khulafaur Rasyidin berarti para khalifah yang
mendapat petunjuk. Keempat khalifah tersebut adalah Abu Bakar As-Shiddiq
(memerintah 632 – 834 M), Umar bin Khatab (634-644M), Usman bin Affan (644-656
M) dan Ali bin Abi Thalib (656-661 M).
1. Abu Bakar As Shiddiq
A. Biografi Abu Bakar As Shidiq
Nama asli beliau adalah Abdullah Ibnu Abi Quhafah at
Tamimi, di masa jahiliyah bernama Abdul Ka’bah. Setelah masuk Islam, Nabi
mengganti namanya menjadi Abdullah Abu Bakar. Namun orang-orang memanggilnya
Abu Bakar. Nama ini diberikan karena ia adalah orang yang paling dini memeluk
Islam. Dalam bahasa Arab, Bakar berarti dini atau pagi. Selain itu, Abu Bakar
sering kali dipanggil Atiq atau yang tampan, karena ketampanan wajahnya.
Sementara Nabi memberikan Abu Bakar gelar As-Shidiq , dikarenakan dia membenarkan kisah Isra’ Mi’raj nabi
ketika banyak penduduk Mekkah mengingkarinya.
Abu Bakar lahir pada 572 M di Mekkah, tidak berapa
lama setelah Nabi Muhammad lahir. Karena kedekatan umur inilah Abu Bakar sejak
kecil bersahabat dengan Nabi. Persahabatan keduanya tak terpisahkan, baik
sebelum maupun sesudah Islam datang. Bahkan persahabatan keduanya bertambah
erat ketika sama-sama berjuang menegakkan agama Allah.
Biarpun hidup pada zaman jahiliyah, berbagai kebaikan
telah melekat pada Abu Bakar sejak kecil. Lembut dalam bertutur kata, dan sopan
dalam bertindak merupakan beberapa sifat bawaannya. Ia juga perasa dan sangat
mudah tersentuh hatinya. Selain itu Abu Bakar dikenal cerdas dan berwasan luas.
Abu Bakar adalah seorang sahabat Nabi yang terkenal akan kedermawanannya. Demi
membela kaum muslimin yang tertindas di Mekkah, Abu Bakar tak segan-segan
mengeluarkan hartanya. Salah satu kisah terkenal yang menggambarkan
kedermawanannya tentu saja ketika ia menebus Bilal bin Rabah dari tangan
majikannya yaitu Umayyah bin Khalaf. Lewat perantara Abu Bakar, Allah memberi
pertolongan kepada hambaNya yang teguh imannya.
Melalui perantara Abu Bakar pula banyak penduduk
Mekkah yang menyatakan diri masuk Islam, seperti Usman bin Affan, Abdurrahman
bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam dan
Ubaidillah bin Jarrah adalah beberapa sahabat yang masuk Islam atas ajakan Abu Bakar.
Merekalah yang kemudian dikenal dengan nama Assabiqunal Awwalun.
Setelah masuk Islam, Abu Bakar menjadi salah satu
pembela nabi yang paling kukuh, baik ketika di Mekkah maupun di Madinah. Abu
Bakar yang menemani nabi melakukan hijrah ke Yatsrib (Madinah). Setelah tiba di
Madinah, Abu Bakar tinggal di Sunh, daerah di pinggiran kota Madinah. Di kota
tersebut, Abu Bakar dipersaudarakan dengan seorang dari suku Khazraj yang
bernama Kharijah bin Zaid dari Bani Haritsah. Di rumah Kharijah tersebut Abu Bakar
tingal. Hubungan kedua orang ini bertambah erat ketika Abu Bakar menikahi anak
Kharijah bernama Habibah. Di Madinah,
Abu Bakar beralih profesi dari pedagang kain menjadi petani.
B. Proses terpilihnya Khalifah Abu Bakar As Shiddiq
Setelah
Rasulullah Saw. Wafat, kaum muslimin dihadapkan sesuatu problema yang
berat, kerena Nabi sebelum meninggal tidak meninggalkan pesan apa dan siapa
yang akan mengganti sebagai pimpinan umat. Suasana wafatnya Rasul tersebut
menjadikan umat Islam dalam kebingunan. Hal ini karena Mereka sama sekali tidak
siap kehilangan beliau baik sebagai
pemimpin, sahabat, maupun sebagai pembimbing yang mereka cintai.
Di tengah kekosongan pemimpin tersebut, ada golongan
sahabat dari Anshar yang berkumpul di tempat Saqifah Bani Sa’idah,
sebuah tempat yang biasa digunakan sebagai pertemuan dan musyawarah penduduk
kota Madinah. Pertemuan golongan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah tersebut
dipimpin seorang sahabat yang sangat dekat Rasulullah Saw., ia adalah Sa’ad bin
Ubadah tokoh terkemuka Suku Khazraj.
Pada waktu Saad bin Ubadah
mengajukan wacana dan gagasan tentang siapa yang pantas untuk menjadi pemimpin
sebagai pengganti Rasulullah ia menyatakan bahwa kaum Anshar-lah yang pantas
memimpin kaum muslimin. Ia mengemukakan demikian sambil berargumen bahwa
golongan Ansharlah yang telah banyak
menolong Nabi dan kaum Muhajirin dari kejaran dan penindasan orang-orang kafir
Quraisy. Tentu saja gagasan dan wacana ini disetujui oleh para sahabat dari golongan Anshar. Pada
saat beberapa tokoh Muhajirin seperti Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Abu
Ubaidah bin Jarrah dan sahabat muhajirin yang lain mengetahui pertemuan
orang-orang Anshar tersebut, mereka segera menuju ke Saqifah Bani Sa’idah. Dan
pada saat orang-orang Muhajirin datang di Saqifah Bani Sa’idah, kaum Anshar
nyaris bersepakat untuk mengangkat dan
membaiat Saad bin Ubadah menjadi Khalifah. Karena pada saat tersebut
para tokoh Muhajirin juga datang maka mereka juga diajak untuk mengangkat
dan membaiat Saad bin Ubadah. Namun,
kaum Muhajirin yang diwakili abu Bakar
menolaknya dengan tegas membaiat Saad bin Ubadah. Abu Bakar mengatakan
pada golongan Anshar bahwa jabatan khalifah sebaiknya diserahkan kepada kaum
Muhajirin. Alasan Abu Bakar adalah merekalah yang lebih dulu memeluk Agama
Islam. Kaum Muhajirin dengan perjuangan yang berat selama 13 tahun menyertai
Nabi dan membantunya mempertahankan Islam dari gangguan dan penindasan kaum
kafir Quraisy di Mekkah. Dengan usulan Abu Bakar ra. Golongan Anshar tidak dapat
membantah usulannya.
Kaum Anshar menyadari dan ingat, bagaimana keadaan mereka sebelum Nabi
dan para sahabatnya dari Mekkah mengajak masuk Islam, bukankah di antara mereka
sering terlibat perang saudara yang
berlarut-larut. Dan dari sisi kualitas tentu saja para sahabat Muhajirin adalah
manusia-manusia terbaik dan yang pantas menggantikan kedudukan Nabi dan menjadi
khalifah untuk memimpin kaum muslimin. Pada saat yang bersamaan Abu Bakar
menunjuk dua orang Muhajirin di sampingnya yang dikenal sangat dekat dengan
Nabi, yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Bakar mengusulkan
agar memilih satu di antara keduannya untuk menjadi khalifah. Demikian kata Abu
Bakar kepada kaum Anshar sembari menunjuk Umar dan Abu Ubaidah. Namun sebelum
kaum Anshar merespon usulan Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah justru menolaknya
dan keduanya justru balik menunjuk dan memilih Abu Bakar. Secara cepat dan
tegas Umar mengayungkan tanganya ke tangan Abu Bakar dan mengangkat tangan Abu
Bakar dan membaiatnya. Lalu apa yang dilakukan Umar ini segera diikuti oleh Abu
Ubaidah. Dan akhirnya diikuti kaum Anshar untuk membaiat Abu Bakar Kecuali Saad
bin Ubadah.
Lalu pada esok harinya, baiat terhadap Abu Bakar
secara umum dilakukan untuk umat muslim di Madinah dan dalam pembaiatannya
tersebut, Abu Bakar berpidato sebagai berikut:
“Saudara-saudara,
saya sudah dipilih untuk memimpin kalian sementara saya bukanlah orang terbaik
di antara kalian. Jika saya berlaku baik, bantu-lah saya. Kebenaran adalah
suatu kepercayaan dan dusta merupakan pengkhianatan. Taatilah saya selama saya
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi bila saya melanggar perintah Allah dan
Rasul-Nya, maka gugurlah ketaatanmu kepada saya.”
Demikianlah, proses terpilihnya Abu Bakar menjadi
Khalifah sebagai pengganti Rasulullah Saw.
Lain Abu Bakar lain pula Umar bin Khatab. Pada Saat
Khalifah Abu Bakar merasa dekat dengan ajalnya, Ia menunjuk Umar Bin Khatab
untuk menggantinya, namun sebelum menyampaikan ide dan gagasannya untuk
menunjuk Umar, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat terkemuka seperti
Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Afan, Asid bin Hudhair al-Anshari, Said bin
Ziad dan Sahabat lain dari golongan muhajirin dan anshar untuk dimintai
penilaian dan pertimbangan dan akhirnya mereka menyetujui.
Setelah Umar bin Khatab meninggal, Khalifah dipegang
oleh Utsman bin Affan. Pada waktu Umar hendak mengimami shalat shubuh,
tiba-tiba diserang oleh Lu’lu’ah Fairuz dan berhasil menikam perut Umar Bin
Khatab namun tidak langsung meninggal. Pada saat-saat tersebut, Proses
pemilihan terjadi paskah tragedi Shubuh, Umar membentuk Dewan yang beranggota
enam orang sahabat yaitu Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Saat bin Abi
Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Utsman bin Afan dan Ali bin Abi Thalib dan
dalam sidang yang a lot dan waktu yang panjang akhirnya Utsman yang berusia 70
tahun terpilih untuk mengganti Umar Bin Khatab.
Setelah Utsman meninggal dalam sebuah kerusuhan
tanggal 17 Juni 656 M terjadilah kekosongan kekuasaan, Ali bin Abi Thalib
diusulkan oleh Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah untuk mengganti
Utsman, dan pada awalnya Ali menolak, namun setelah banyaknya dukungan yang
mengalir dan atas desakan banyak sahabat akhirnya Ali menerima dan dibaiat
menjadi Khalifah di Masjid Nabawi tanggal 24 Juni 656 M.
2. Umar bin
Khattab
A.Biografi Umar bin Khattab
Umar ibnu Khatab putera dari Nufail al Quraisy dari
suku bani Adi, salah satu kabilah suku Quraisy. Tidak ada yang tahu pasti kapan
Umar ibnu Khatab dilahirkan. Ia dibesarkan layaknya anak-anak lainnya. Memasuki
usia remaja, Umar menggembalakan unta ayahnya, Khatab bin Nufail, di pinggiran
kota Me-kkah. Selain bergulat,
berkuda merupakan keahlian Umar
lainnya.. Secara fisik, tubuh Umar kekar, kulitnya putih kemerah-merahan dan
kumisnya lebat.
Seperti pemuda pada masa Jahiliyah lainnya, Umar akrab
dengan minuman keras dan perempuan. Selain itu, Umar sangat gigih dalam membela
agama nenek moyangnya. Tak akan ia biarkan orang, siapa pun dia, mengusik agama
nenek moyangnya. Maka ketika Rasulullah mulai mendakwahkan Islam, Umar
merupakan seorang yang sangat getol memusuhi Rasulullah. Pada waktu masa awal
dakwah Islam di Mekkah, bersama Abu Hakam bin Hisyam (Abu Jahal), Umar merupakan tokoh Quraisy yang sangat
ditakuti oleh kaum muslimin, karena kekejaman dan permusuhannya terhadap Islam.
Umar pernah menghajar seorang budak perempuan karena budak tersebut memeluk
Islam. Ia menghajar sampai capek dan bosan sendiri karena terlalu banyak
memukul. Sang budak akhirnya dibeli oleh Abu Bakar dan dibebaskan.
Karena begitu berbahanya kedua orang tersebut (Umar
bin Khatab dan Abdul Hakam bin
Hisyam) itu, sehingga Rasulullah pernah berdoa kepada Allah agar salah satu
dari keduanya masuk Islam. ”Allahumma ya Allah, perkuatlah Islam dengan Abul
Hakam bin Hisyam atau Umar bin Khatab” demikian doa Nabi. Doa Nabi terkabul dengan
masuknya Umar ke dalam agama Islam. Keislaman Umar terbukti membawa kemajuan
pesat bagi Islam . Kaum muslimin menjadi berani terang-terangan melakukan salat
dan thawaf. Umar juga tidak takut menantang paman sendiri, Abu Jahal, seorang
paling membenci Islam. Ia menemui Abu Jahal dan terang-terangan mengaku telah
memeluk agama Islam. Karena ketegasannya itu, Umar mendapat julukan ”Al Faruq”
yang artinya pembeda antara yang baik dan buruk.
Ketika Nabi memutuskan untuk hijrah ke Yastrib, Umar
bersma kaum Muhajirin lainnya berangkat mendahului Rasulullah dan abu Bakar. Di
kota Madinah, Umar dipersaudarakan dengan Utban bin Malik. Seperti Abu Bakar,
Umar juga ikut menggarap tanah subur Madinah untuk ditanami berbagai macam
tanaman.
Karena sifatnya yang tegas, tak jarang Umar mendebat
Rasulullah, seperti dalam Perjanjian Hudaibiyah. Sebab, ia merasa perjanjian
tersebut merugikan kaum muslimin. Namun di balik badannya yang kekar dan kuat
serta wataknya yang keras dan tegas, Umar menyimpan sifat lembut dan perasa.
Hatinya mudah tersentuh sampai menangis
terharu. Tak jarang para sahabat menyaksikan Umar menangis setelah shalat
karena teringat dosa-dosanya pada masa Jahiliyah.
B.Proses pengangkatan dan gaya
kepemimpinan Umar bin Khattab
Pada tahun 634 M, ketika pasukan muslim sedang
bergerak menaklukan Syam, Abu Bakar jatuh sakit. Ketika itulah, Abu bakar
berfikir untuk menunjuk satu orang penggantinya. Pilihannya jatuh kepada Umar
bin Khatab. Pandangannya yang jauh membuat Abu Bakar yakin bahwa Umarlah pemimpin
yang tepat untuk menggantikannya.
Namun demikian, sebelum menentukan orang yang akan
menjadi penggantinya, Abu Bakar meminta penilaian dari para sahabat besar
mengenai Umar. Ia bertanya kepada Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Asid
bin Hudhair al anshari, said bin Zaid, dan para sahabat lain dari kalangan
Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya , para sahabat itu memuji dan menyanjung
Umar.
Setelah semua sepakat mengenai Umar, Khalifah abu
Bakar lantas memanggil Utsman. Kepada Utsman, Abu Bakar mendikte sebuah teks perintah yang menunjuk Umar sebagai
penggantinya, sebagai berikut :
”Bismillahirrahmanirrahiim”. Ini adalah pernyataan Abu
Bakar, khalifah penerus kepemimpinan Muhammad Rasulullah Saw., saat mengakhiri
kehidupannya di dunia dan saat memulai kehidupannya di akherat. Dalam keadaan
dipercayai oleh orang kuatr dan ditakuti oleh orang durhaka, sesungguhnya aku
menganggkat Umar bin Khatab sebagai pemimpin kalian. Bahwasanya ia adalah orang
baik dan adil, sejauh pengetahuan dan penilaian diriku tentangnya. Bilamana dia
kemudian seorang
pendurhaka dan zalim, sungguh aku tidak pernah tahu akan hal yang bersifat
gaib. Sungguh aku bermaksud baik dan segala sesuatu bergantung pada apa yang
dilakukan. Dan orang yang zalim kelak akan mengetahui tempat mereka kembali”.
Maka demikiannlah, kaum muslimin pada tahun 634 M (13
H) membaiat Umar sebagai khalifah. Setelah dibaiat, Umar naik ke mimbar dan
berpidato:
Kalau bukan karena harapanku untuk menjadi yang
terbaik di antara kamu, yang terkuat atas kamu, dan yang paling sadar akan apa
yang “Wahai manusia, aku telah ditetapkan berkuasa atas kamu. Namun penting
dalam menangani urusanmu, aku tidak akan menerima amanat darimu. Cukuplah suka dan duka bagi Umar menunggu
perhitungan untuk memberikan pertanggung jawaban mengenai zakatmu, bagaimana
aku menariknya darimu dan bagaimana akau menyalurkannya dan caraku memerintah
kamu, bagaimana aku harus memerintah. Hanya Tuhanku yang menjadi penolongku,
karena Umar tidak akan dapat menyandarkan pada kekuasaan ataupun strategi yang
cerdas, kecuali jika Tuhan mempercepat rahmat, pertolongan dan dukungan kepada
orang yang didukungnya”.
3. Utsman bin
Affan
a. Biografi Utsman bin Affan
Utsman bin Affan enam tahun lebih muda
dari pada Nabi. Kabilahnya Bani Umayyah, merupakan kabilah Quraisy yang
dihormati karena kekayaannya. Kekayaan tersebut mereka peroleh dari usaha
perdagangan. Keluarga Utsman juga
kaya raya. Pada usia remaja, Utsman sudah mulai menjalankan usaha dagangnya ke
berbagai negeri. Abu Bakar, salah satu sahabat nabi dan sebagai teman dagang.
Lewat Abu Bakar inilah Utsman masuk Islam.
Akhirnya Utsman menerima ajakan Rasulullah
memeluk Islam tanpa ragu. Tidak berapa lama, Utsman menikah dengan Ruqayah, putri
Rasululah Saw.. Keimanannya tak pernah goyah bahkan ketika ia disiksa oleh
salah seorang pamannya dari Bani Umayyah untuk meninggalkan Islam dan kembali
ke pangkuan agama nenek moyang.
Selain sifatnya lemah lembut dan
tutur katanya halus, Utsman seorang
laki-laki pemalu. Suatu ketika, Rasulullah bersabda: “Hai umatku yang paling
malu adalah Utsman bin
Affan”. Karena kelembutannya banyak orang mencintai Utsman. Karena pemalu, Utsman disegani dan dihormati banyak
orang.
Gambaran terkenal mengenai Utsman adalah kedermawanannya,
sehingga orang akan mengatakan boros. Yang jelas, dia selalu siap mendermawankan hartanya yang melimpah
sama sekali tidak menjadikan Utsman kikir. Ia pernah menyumbangkan 300 ekor unta dan
uang 1000 dinar ketika Nabi menyeru kaum muslimin untuk melakukan ekspedisi ke
Tabuk menghadapi tentara Byzantium.
Sejak masuk Islam , Utsman tidak bisa dipisahkan dari
perjuangan menegakkan agama Islam. Karena mendapatkan permusuhan yang sengit
dari penduduk Mekkah, Rasulullah menyuruh kaum muslimin hijrah ke Habsyi.
Bersama istrinya, Utsman
melakukan hijrah ke Habsyi.
Di hadapan Rasulullah Utsman mempunyai kedudukan mulia. Nabi
sangat mengagumi ketampanan Utsman. Dan kemuliaan budi pekertinya. Karena itulah
setelah Ruqayah wafat, Nabi menikahkan Utsman dengan Ummu Kulsum salah satu putri Rasulullah.
Pernikahannya dengan dua putri Nabi inilah yang menjadikan Utsman dijuluki Dzun Nurain yang
artinya pemilik dua cahaya. Sayangnya pernikahan dengan Umu Kulsum juga tidak
terlalu lama karena Ummu kulsum meninggal terlebih dahulu. Bagitu sayangnya
Nabi kepada Usman maka Nabi pernah berkata, “Seandainya aku punya putri yang
lain lagi, pasti akan aku nikah-kan juga dengan Utsman”.
Kedudukan Utsman yang begitu mulia di sisi Nabi
membuatnya sangat dihormati oleh kaum muslimin. Pada masa Abu Bakar dan Umar,
pendapat Usman senantiasa didengarkan dan diperhatikan. Tidaklah mengherankan
jika Umar bin Khatab menunjuknya sebagai salah satu anggota Dewan syura. Lewat
Dewan Syura itu pula Utsman
diangkat sebagai khalifah ketiga.
b. Proses
Pengangkatan dan Gaya Kepemimpinan Usman bin Affan
Pada hari rabu waktu Subuh, 4
Dzulhijjah 23 H, khalifah Umar yang hendak mengimami shalat di masjid mengalami
nasib naas. Ditikam oleh seorang budak dari Persia milik Mughirah bin Syu’bah
yang bernama Abu Lu’lu’ah Fairuz. Setelah penikaman, Umar masih bertahan selama
beberapa hari . Dalam keadaan sakit, ia
membentuk sebuah dewan yang beranggotakan enam orang yaitu antara lain Abdurrahman
bin Auf , Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Ali
bin Abu Thalib dan Usman bin Affan. Dewan inilah yang dikenal dengan sebutan
Dewan Syura. Keenam anggota Dewan Syura adalah para sahabat Nabi paling
terkemuka yang masih hidup hingga saat itu. Mereka semua harus bersidang untuk
menentukan siapa di antara mereka yang menggantikan kedudukan Umar sebagai
khalifah.
Sepeninggalan Umar bin Khatab, Dewan
Syura mulai bersidang untuk me-nentukan pengganti Umar. Abdurrahman bin auf ditunjuk
sebagai ketua sidang. Sidang berjalan a lot sehingga selama tiga hari lamanya.
Pada hari terakhir, Ab-durrahman bin Auf, Zubair bin Awwan, Saad bin Abi Waqash
dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri dari pencalonan. Maka calon
khalifah yang tersisa hanyalah Ali bin Abu Thalib dan Utsman bin Affan sebagai khalifah.
Ketika dibaiat, usia Usman bin Affan hampir 70 tahun. Ia terpilih mengalahkan
Ali bin Abu Thalib sebagian karena pertimbangan usia.
Setelah dibaiat, Usman berkhutbah di
depan kaum muslimin : “Sesungguhnya kalian berada di tempat sementara, dan
perjalanan hidup kalian pun hanya untuk menghabiskan umur yang tersisa.
Bergegaslah sedapat mungkin kepada kebaikan sebelum ajal datang menjemput.
Sungguh ajal tidak pernah sungkan datang sembarangan waktu dan keadaan baik
siang maupun tidak pernah malam. Ingatlah sesungguhnya dunia penuh dengan tipu
daya. Jangan kalian terpedaya oleh kemilau dunia dan janganlah kalian
sekali-kali melakukan tipu daya kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak pernah lalai
dan melalaikan kalian”.
Sebelum menjadi khalifah, Utsman adalah seorang dermawan. Ketika
menjadi khalifah, kedermawanan Utsman tidak lantas berkurang. Ia tetap menjadi dermawan
seperti sebelum menjadi khalifah, bahkan menjadi lebih dermawan. Dia menaikkan
tunjangan untuk kaum muslimin demi kesejahteraan mereka. Harta kekayaan berupa
jizyah dan harta rampasan perang yang didapat dari daerah taklukan digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin.
Selain dermawan, Utsman juga seorang yang lemah lembut.
Meskipun demikian, khalifah Utsman juga seorang yang teguh hati. Misalnya, dia
segera mengirimkan pasukan untuk mengamankan wilayah-wilayah yang memberontak
terhadap kekuasaan Islam.
Kelemahan Utsman adalah terlalu mengutamakan
keluarganya dari bani Umayyah. Misalnya, ia mengangkat beberapa orang dari Bani
Umayyah menjadi gubernur di beberapa wilayah. Sifatnya yang lemah lembut dan
dermawan sering dimanfaatkan oleh anggota Bani Umayyah untuk mendapatkan
keuntungan. Ia kurang bisa bersikap
tegas terhadap keluarganya.
4. Ali Bin Abi Thalib
a. Biografi
Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abu Thalib lahir pada hari
Jum’at tanggal 13 Rajab di Kota Mekkah sekitar tahun 600 M. Ia lahir dari
pasangan Abu Thalib bin Abdull Muthalib dan Fatimah binti Asad. Ketika lahir
ibunya memberi nama haidar yang artinya singa. Namun sang ayah lebih suka
menamainya Ali artinya tinggi dan luhur. Abu Thalib adalah kakak Abdullah ayah
Nabi Muhammad. Jadi Ali dan Muhammad adalah saudara sepupu. Sejak kecil Ali
hidup serumah dengan Muhammad Saw., berada di bawah asuhannya. Nabi tentu saja
ingat bahwa dia pernah diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika dalam asuhan sepupunya inilah, Ali mendapat
cahaya kebenaran yakni Islam. Tanpa ragu sedikit pun ia memutuskan untuk
menyatakan beriman kepada Allah dan RasulNya. Keputusan ini dilakukan ketika
Ali masih kecil, ketika umurnya baru 10 tahun. Secara keseluruhan, ia adalah
orang ketiga yang memeluk Islam dan yang pertama dari golongan anak-anak.
Di bawah asuhan Rasulullah Saw., Ali
tumbuh berkembang. Segala kebaikan perilaku diajarkan oleh Nabi kepada
sepupunya. Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, pemberani, tegas, juga lembut hati
dan sangat pemurah. Kecerdasannya sangat menonjol. Ia merupakan sahabat Nabi
yang paling faham tentang Al-Qur’an dan Sunnah, karena merupakan salah satu
sahabat terdekat Nabi. Ia menerima langsung pengajaran Al-Qur’an dan Sunnah dari
Rasulullah Saw.. Setelah hijrah ke Madinah, Ali bekerja sebagai petani, seperti
Abu Bakar dan Umar. Dua tahun setelah hijrah, Ali menikah dengan Fatimah az
Zahra, putri kesayangan Rasulullah Saw.. Dari pasangan inilah lahir dua cucu
Rasulullah Saw. Yang bernama Hasan dan Husain.
Dari Madinah, bersama Nabi dan kaum muslimin
lainnya berjuang bersama sama. Ali hampir tidak pernah absen di dalam mengikuti
peperangan bersama rasulullah, seperti perang Badar, Uhud, Khandak, Khaibar dan
pembebasan kota Mekkah.
Pada ekspedisi ke Tabuk, Ali tidak ikut dalam barisan perang
kaum muslimin atas perintah Nabi. Ali diperintahkan tingal di Madinah menggantikannya
mengurus keperluan warga kota. Kaum munafik menebarkan fitnah dengan mengatakan
bahwa Nabi memberi tugas itu untuk membebaskan Ali dari kewajiban perang.
Mendengar hal tersebut, Ali merasa sedih, dengan pakaian perang lengkap, ia
menyusul Rasulullah Saw. Dan meminta
izin bergabung dengan pasukan.
Namun Nabi Saw. Bersabda : “Mereka
berdusta. Aku memintamu tinggal untuk menjaga yang kutinggalkan. Maka
kembalilah dan lindungilah keluarga dan harta bendaku. Tidakkah engkau bahagia,
wahai Ali, bahwa engkau di sisiku seperti Harun di sisi Musa. Ingatlah bahwa
sesudahku tidak ada Nabi.” Dengan patuh Ali kembali ke Madinah.
Sepeninggal Nabi Saw., Ali menjadi
tempat para sahabat meminta pendapat. Begitu terhormat posisi Ali di mata umat
Islam. Bahkan Abu Bakar, Umar dan Usman ketika menjabat sebagai khalifah tidak
pernah mengabaikan nasehat-nasehat Ali. Meskipun tegas dankeras dalam setiap
pertempuran, namun Ali memiliki sifat penyayang yang luar biasa. Ali tak pernah
membunuh lawan yang sudah tidak berdaya. Bahkan ia pernah tak jadi membunuh
musuhnya dikarenakan sang musuh meludahinya, sehingga membuatnya marah.
Dalam hidup keseharian, Ali hidup
dengan bersahaja. Meskipun miskin, Ali tetap gemar bersedekah. Ali tak segan-segan
menyedekahkan makanan yang semestinya untuk keluarganya. Bahkan, Ali dan
keluarganya tidak makan berhari-hari karena makanan milik mereka diberikan
kepada peminta-minta.
Melihat berbagai keutamaannya,
tidaklah mengherankan jika Khalifah Abu Bakar sering kali meminta pendapat Ali
sebelum mengambil tindakan. Sebenarnya ia bahkan sempat berfikir untuk menunjuk
Ali sebagai khalifah pengganti-nya. Namun karena berbagai pertimbangan, maka
Abu Bakar membantalkan niatnya menunjuk Ali sebagai khalifah. Ketika Umar
menjabat khalifah, ia juga tak pernah mengabaikan saran-saran Ali. Umar bahkan
memasukkan Ali sebagai salah satu calon khalifah sesudahnya. Ketika khalifah
Usman memerintah, nasehat-nasehat Ali juga nenjadi bahan pertimbangan sebelum
keputusan ditetapkan.
b. Proses
Pengangkatan dan Gaya Kepemimpinan Ali bin Abu Thalib
Pada saat kaum pemberontak mengepung
rumah Khalifah Utsman, Ali
mengutus dua putra lelakinya yang bernama Hasan dan Husain untuk ikut
melindungi Khalifah Utsman. Namun
hal itu tak mampu mencegah bencana yang menimpa Khalifah Utsman dan juga kaum muslimin.
Khalifah Utsman
terbunuh secara keji pada tanggal 17 Juni 656 M.
Beberapa sahabat terkemuka seperti
Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah, ingin membaiat Ali sebagai
khalifah. Mereka memandang bahwa dialah yang pantas dan berhak menjadi seorang khalifah.
Namun Ali belum mengambil tindakan apa
pun. Keadaan begitu kacau dan mengkhawatirkan sehingga Ali pun ragu-ragu untuk
membuat suatu keputusan dan tindakan. Setelah terus menerus didesak, Ali
akhirnya bersedia dibaiat menjadi khalifah pada tanggal 24 Juni 656 M,
bertempat di Masjid Nabawi. Hal ini menyebabkan semakin banyak dukungan yang
mengalir, sehingga semakin mantap saja ia mengemban jabatan khalifah. Namun
sayangnya, ternyata tidak seluruh kaum muslimin membaiat Ali bin Abu Thalib
sebagai khalifah. Selama masa kepemimpinannya, khalifah Ali sibuk mengurusi
mereka yang tidak mau membaiat dirinya tersebut. Sama seperti pendahulunya
yaitu Rasulullah, Abu Bakar dan Umar, Usman, khalifah Ali juga hidup sederhana
dan zuhud. Ia tidak senang dengan kemewahan hidup. Ia bahkan menentang mereka
yang hidup bermewah-mewahan.
Ali bin Abu Thalib adalah seorang
perwira yang tangkas, cerdas, tegas teguh pendirian dan pemberani. Tak ada yang
meragukan keperwiraannya. Berkat keperwiraannya tersebut Ali mendapatkan
julukan Asadullah, yang artinya singa
Allah. Karena ketegasannya, ia tidak segan-segan menggati pejabat gubernur yang
tidak becus mengurusi kepentingan umat Islam. Ia juga tidak segan-segan
memerangi mereka yang melakukan pemberontakan. Di antara peperangan itu adalah
Perang Jamal dan Perang Siffin. Berkat ketegasan dan ketangkasannya, perang
Jamal dapat dimenanginya. Namun dalam perang Siffin, Khalifah Ali tertipu oleh muslihat pihak Mu’awiyah. Ali hampir
memenangi, namun pihak Muawiyah meminta kepada Ali agar diadakan perjanjian
damai yang disebut perjanjian di Daumatul Jandal.
B. TIPE KEPEMIMPINAN KHALIFAH
1. Tipe Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar
Abu bakar ash-Shiddiq adalah seorang
pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan harga dirinya. la seorang yang
kaya, mempunyai pengaruh yang besar, dan memiliki akhlak mulia Abu bakar adalah
ahli hukum yang tinggi mutunya. Dalam masalah pengambilan keputusan, Abu Bakar
mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw., yakni ia sendirilah yang memutuskan hukum
di antara umat Islam di Madinah. Sedangkan para gebernurnya memutuskan hukum di
antara manusia di daerah masing-masing di luar Madinah. Adapun sumber hukum
pada Abu Bakar adalah Al-qur’an, Sunnah, dan Ijtihad pengkajian dan musyawarah
dengan para sahabat. Dijelaskan dalam buku Abdul Wahab Najjar yang di kutip
oleh Alaiddin Koto bahwa pada masa pemerintahan Abu Bakar ada tiga kekuatan,
pertama, quwwat al-syari’ah (legislatif). Kedua, quawwat al-qadhaiyyah
(Yudikatif di dalamnya termasuk peradilan) dan ketiga, quwwat al-tanfiziyya
(eksekutif).
Adapun, langkah-langkah yang
dilakukan Abu Bakar dalam istinbath al-ahkam pada kepemimipinanya yakni sebagai
berikut:
a.
Mencari ketentuan hukum dalam
Alqur’an. Apabila ada, ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam
Al-qur’an.
b.
Apabila tidak menemukanya dalam
Al-qur’an, ia mencari ketentuan hukum dalam sunnah, bila ada ia putuskan
berdasarkan ketetapan yang ada dalam sunnah.
c.
Apabila tidak menemukanya dalam
sunnah, ia bertanya kepada sahabat lain apakah rasulullah saw. telah memutuskan
persoalan yang sama pada zamanya. Jika ada yang tahu, ia menyelesaikannya
berdasarkan keterangan dari yang menjawab setelah memenuhi beberapa syarat.
d.
Jika tidak ada sahabat yang
memberikan keterangan, ia mengumpulkan para pembesar sahabat dan bermusyawarah
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Jika ada kesepakatan diantara
mereka, ia menjadikan kesepakatan itu sebagai keputusan.
2. Tipe kepemimpinan Khalifah Umar ibnu
Khatthab
Umar ibnu Khatthab merupakan salah
satu sosok pemimpin yang tegas, jujur dan adil dalam Islam. Dalam mengambil
keputusan hukum khalifah Umar ibn khattab sama dengan Abu Bakar. Sebelum
mengumpulkan sahabat untuk bermusyawarah, ia bertanya kepada sahabat lain: “Apakah
kalian mengetahui bahwa Abu Bakar telah memutuskan kasus yang sama?” Jika
pernah, ia mengikuti keputusan itu. Jika tidak ada,ia mengumpulkan sahabat dan
bermusyawarah untuk menyelesaikannya. Sebagaimana yang dikutip dari (Umar
Sulaiman al-Asyqar, 1991:75) kemudian dikutip lagi oleh Alaidin koto dijelaskan
salh satu wasiat Umar ra. Kepada seorang qadhi (hakim) pada zamanya, yaitu
syuraih. Wasiat tersebur adalah:
1.
Berpeganglah kepada Al-Qur’an dalam
menyelesaikan kasus
2.
Apabila tidak ditemukan dalam
Al-Qur’an, hendaklah engkau berpegang kepada Sunnah.
3.
Apabila tidak didapatkan
ketentuannya dalam sunnah, berijtihadlah.
3. Tipe kepemimpinan khalifah ustman
Sifat-sifat kepemimpinan ustman
diantaranya, Menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Teguh pendirian. Dermawan.
Lemah lembut dan sopan santun, bahkan terhadap lawannya. Bertanggung jawab.
Bersikap Adil. Berani mengambil keputusan. Pandai memilih bawahannya yang
kompeten. Aspiratif terhadap pendapat rakyatnya.
Kepemimpinan pada masa Usman sama
seperti kemimpinan di masa dua sahabat sesudahnya. Usman mengutus
petugas-petugas sebagai pengambilan pajak dan penjaga batas-batas wilayah untuk
menyeru amar ma’ruf nahi munkar, dan terhadap masyarakat yang bukan Muslim (ahli
dzimamah) berlaku kasih sayang dan
lemah lembut serta berlaku adil terhadap mereka. Ustman memberikan hukuman
cambuk terhadap orang yang biasa minum arak, dan mengancam setiap orang yang
berbuat bid’ah dikeluarkan dari kota Madinah, dengan demikian keadaan
masyarakat selalu dalam kebenaran.
4. Tipe kepemimpinan Khalifah Ali bin
Abi Thalib
Karakter kepemimpinan Ali bin Abi
Thalib, seperti yang diungkapkan Dhirar bin Dhamrah kepada Muawiyyah bin Abu
Sufyan yakni Berpandangan jauh ke depan (visioner), Sangat kuat (fisik),
Berbicara dengan sangat ringkas dan tepat, Menghukum dengan adil, Ilmu
pengetahuan menyemburat dari seluruh sisinya (perbuatan dan perkataannya),
Berbicara dengan penuh hikmah (bijaksana) dari segala segi, Menyepi dari dunia
dan segala perhiasannya, Berteman dengan ibadah pada malam dan kegelapan,
Banyak menangis karena takut kepada Allah, Banyak bertafakur setelah berusaha.
Selalu menghitung-hitung kesalahan dirinya (muhasabah), Menyukai pakaian kasar
Selalu mengawali ucapan salam apabila bertemu, Memenuhi panggilan apabila dipanggil,
Bawahannya tidak takut berbicara, dan mendahulukan orang lain dalam berpendapat
Jika tersenyum, giginya terlihat seperti mutiara dan tersusun rapi, Menghormati
ahli agama dan mencintai kaum fakir miskin, Di hadapannya orang-orang yang kuat
tidak akan berani berbuat batil, Di hadapannya, orang-orang yang lemah tidak
akan berputus asa dari keadilannya. Di tempat ibadah dia menangis seperti orang
yang sedang bersedih.
Kepemimpinannya telah teruji. Ia
berani menghadapi kaum musyrikin dalam perang Khandak yang berjumlah 24.000
prajurit. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Amru Bin Wudd hendak menikamnya.
Namun, Ali berhasil membunuhnya. Tidak heran jika akhirnya ia mendapat sebutan
sebagai orang yang tidak dapat dikalahkan oleh lawan. Belum lagi segudang kehebatan
dan keberanian yang lainnya.
Khulafaur Rasyidin terdiri dari
empat sahabat Nabi Muhammad , mereka mempunyai karakter yang berbeda-beda.
1. Kholifah Abu Bakar as Shidiq mempunyai karakter yang lemah
lembut dan tegas. Dalam suasana yang kacau pemimpin yang berkarakter
seperti Kholifah Abu Bakar as Shidiq sangat diperlukan. Dengan
kelembutannya, dapat menginsafkan orang-orang terbujuk berbuat makart.
Sementara orang-orang yang bersikap merongrong dihadapi secara tegas oleh Abu
Bakar as Shidiq.
2. Kholifah Umar bin Khattab ,mempunyai karakter : Cerdas,tegas
dan mengutamakan kepentingan rakyat. Kecerdasannya Umar bin Khattab
sangat diperlukan untuk membangun dasar-dasar kemasyarakatan yang islami.
3. Usman bin Affan . Masa Usman bin Affan situasi
sudah aman. Kemakmuran sudah tercapai di segenap lapisan masyarakat. Dalam
kondisi seperti itu, karakter pemimpin yang shaleh, penyantun dan sabar
sangat diperlukan. Dengan karakter seperti Kholifah Usman bin Affan
kemakmuran rakyat tercapai, baik jasmani maupun rohani.
4. Ali bin Abi Thalib. Sebagai masa peralihan dari
Kholifah Usman bin Affan ke Kholifah Ali bin Abi Thalib , kekacauan kembali
terjadi. Dalam kondisi negara seperti itu, karakter pemimpin yang tegas dan
mengutamakan kebenaran sangat diperlukan. Khalifah Ali bin Abi Thalib
mempunyai karakter yang tepat. Ketegasan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam
membela kebenaran mirip dengan Khalifah Umar bin Khattab.
C. KONTRIBUSI KHALIFAH DALAM
PERADABAN ISLAM
- Kekhalifahan Abu Bakar
Hal yang pertama kali menjadi
perhatian beliau saat diangkat menjadi khalifah adalah merealisasikan keinginan
nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan
Suriah di bawah pimpinan Usamah. Hal tersebut dilakukan untuk membalas pembunuhan
ayahnya, Zaid, dan kerugian yang diderita umat Islam dalam perang mu’tah.
Sebagian sahabat menentang keras rencana ini, tetapi khalifah tidak peduli.
Nyatanya ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam,
khususnya didalam membangun kepercayaan diri mereka yang nyaris pudar.
Memang menjadi khalifah itu tidak
semudah yang kita bayangkan. Banyak sekali hal-hal yang dihadapi Abu Bakar.
Diantaranya adalah beberapa orang Arab yang lemah imannya justru menyatakan
murtad. Mereka melakukan riddah yaitu pengingkaran terhadap Islam. Sikap
mereka adalah perbuatan makar yang melawan agama dan pemerintah sekaligus.
Selanjutnya munculnya nabi-nabi palsu dan banyaknya orang-orang yang enggan
membayar zakat karena mereka mengira bahwa zakat adalah pajak kepada Rasulullah
yang sekarang tidak perlu lagi, karena beliau sudah wafat
Salah satu program penting yang
dijalankan Abu Bakar adalah menjaga dan melindungi Al Quran setelah terbunuhnya
beberapa sahabat penghafal Al Quran dalam perang Yamamah. Ketika itu,
Umar ibn Khattab merasa khawatir jika Al Quran hilang dari tengah-tengah umat
Islam sehingga ia mengajukan usul kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan catatan
ayat-ayat Al Quran yang tercecer pada lempeng-lempeng batu, pada pelepah kurma,
dan potongan-potongan kulit hewan. Abu Bakar menyetujui usulan Umar dan
menugasi Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan catatan tersebut. Menurut
Jalaluddin As-Suyuti bahwa pengumpulan Al Quran ini termasuk salah satu jasa
besar dari khalifah Abu Bakar
Demi kesejahteraan umat Islam, Abu
Bakar membuat kebijakan internal. Berikut ini beberapa kebijakan internalnya:
- Gaji untuk khalifah diambil dari Baitul Mal dengan jumlah yang mencukupinya sehingga ia tidak perlu melakukan pekerjaan lain untuk mengais rizki.
- Menetapkan jalan musyawarah sebagai pemutus perkara dan mengangkat Umar ibn Khattab sebagai dewan syura. Karena itu, Abu Bakar tidak memperbolehkan Umar keluar Madinah untuk memimpin peperangan.
- Membentuk dewan syariah yang bertugas untuk memutuskan berbagai perkara yang dihadapi umat Islam. Abu Bakar juga mengangkat Umar sebagai Qadi untuk wilayah Madinah.
- Mengutus beberapa sahabat untuk menjadi wakil khalifah di beberapa wilayah yang dikuasai Negara Islam, dan wilayah taklukan lainnya. Mereka bertugas memelihara keamanan dan kestabilan wilayah, menyebarkan agama Islam, berjihad di jalan Allah, mengajari kaum muslim tentang agama mereka, memelihara kesetiaan kepada khalifah, mendirikan shalat, menegakkan hukum Islam, dan melaksanakan syariat Allah.
Berikut ini beberapa wilayah di
bawah negara Islam dan orang yang dipercaya menjadi wakil khalifah di wilayah
itu:
- Itab ibn Asid sebagai gubernur Makkah
- Utsman ibn Abi al-Ash sebagai gubernur Taif
- Al Muhajir ibn Abi Umayyah sebagai gubernur Shana’a
- Ya’la ibn Umayyah sebagai gubernur Khaulan
- Abu Musa al-Asy’ari sebagai gubernur Zabid dan Rafa’
- Abdullah ibn Nur sebagai gubernur Jarasy
- Muaz ibn Jabal sebagai gubernur Yaman
- Jarir ibn Abdillah sebagai gubernur Najran
- Al-Ala ibn al-Khadrami sebagai gubernur Bahrain
- Hudzaifah al-Ghalfani sebagai gubernur Oman
- Sulaith ibn Qais sebagai gubernur Yamamah
Untuk masalah perbendaharaan negara,
Abu Bakar dianggap orang pertama yang membuat Baitul Mal ‘rumah perbendaharaan
negara’. Abu Bakar memiliki baitul mal di Sunkhi yang tidak dijaga oleh seorang
pun. Dan urusan keuangan negara dipercayakan kepada sang bendahara Umat Abu
Ubaidah ibn al-Jarrah.
Sesudah memulihkan ketertiban di
dalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat
perbatasan dengan wilayah Persia dan Bizantium, yang akhirnya menjurus kepada
serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu
2.
Kekhalifahan Umar
Berikut ini adalah beberapa kebijakan dan kontribusi
khalifah Umar:
- Penulisan Penanggalan Islam Penulisan penanggalan islam dihitung mulai hijrahnya nabi Muhammad SAW dari Makkah ke madinah.
- Mendirikan Baitul Mal Kontribusi Umar bin Khattab yang paling besar dalam menjalankan roda pemerintahan adalah dibentuknya perangkat administrasi yang baik. Beliau mendirikan institusi administrasi yang hampir tidak mungkin dilakukan pada abad ketujuh sesudah masehi. Beliau mendirikan baitul mal regular dan permanen di ibukota, kemudian dibangun cabang-cabangnya di ibukota propinsi. Abdullah bin Irqom ditunjuk sebagai pengurus baitul mal (sama dengan menteri keuangan) bersama dengan Abdurrahman bin Ubaid Al-Qori serta Muayqob sebagai asistennya.
3.
Sholat Tarawih
Pada tahun 14 H Umar menggumpulkan umat manusia untuk sholat tarawih
berjama’ah di masjid. Riwayat ini disebutkan oleh Al-Askari dalam kitabnya
Al-Awail: Ibnu Al-Asakir
meriwayatkan dari Ismail bin Ziyad dia berkata: Ali bin Abi Tholib melewati
beberapa masjid di bulan Ramadhan. Dia melihat terdapat lilin-lilin menyala di
dalam masjid-masjid tersebut. Maka Ali berkata sesungguhnya nur Allah
atas Umar di kuburannya laksana cahaya-cahaya yang ada di masjid kami.
4.
Menghukum Peminum Khomr Dengan 80x Deraan
Imam An Nabawi
berkata dalam Tahdzibnya: Umar adalah orang yang pertama kali menjadikan cemeti
sebagai alat untuk menghukum manusia yang melakukan pelanggaran.
Imam An Nabawi berkata
bahwa: cemeti Umar sangat ditakuti dari pada pedang.
5.
Melakukan Perluasan Wilayah
Perluasan daerah Islam pada masa itu begitu pesat, menyebar ke seluruh
Persia, mulai dari kawaasan timur hingga kawasan barat, Palestina , Mesir, dan
Suria
3.
Pemerintahan Dimasa Utsman bin Affan
Peran
Utsman bin Affan dalam kemajuan Islam sangatlah besar,diantaranya yaitu Proses
penaskahan kitab suci al-Qur’an yang dilakukan pada tahun 30 H/651 M. Tujuan
penaskahan al-Qur’an yaitu untuk menghindari kemungkinan pemalsuan isi dari
kitab suci al-Qur’an, dan untuk menyelaraskan kaum muslimin pada satu macam
mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
Selain
itu jasa besar khalifah Utsman lainnya yaitu perluasan mesjid Nabawi di
Madinah al-Munawarah dan Masjidil Haram di Mekkah al-Mukarramah.
Bukan
itu saja, khalifah Utsman juga meresmikan pemindahan pelabuhan wilayah Hijaz ke
Bandar Jeddah pada tahun 26 H/647 M,karena pelabuhan Hijaz dirasakan sudah
tidak sesuai bagi penampungan lalu lintas armada dagang
Tindakan pertama yang dilakukan oleh
Utsman sebagai khalifah adalah memeriksa kasus Ubaidillah ibn
Umar, Putra khalifah Umar bin Khttab yang telah membunuh Hurmuzan ( bekas panglima
Imperium Parsi) karena didesas-desuskan terlibat dalam pembunuhan
bapaknya.
Ubaidillah ibn Umar diadili dan
terbukti bersalah. Ali bin Abi Thalib menganjurkan supaya dijatuhi hukuman
mati, Tetapi panglima Amru bin Ash mengajukan pendapat yang berbunyi:
“Bapaknya Umar baru saja mangkat. Apakah puteranya pada hari ini akan dibunuh
pula?”
Pendapat Amru bin Ash menimbulkan
kesan kuat. Khalifah Utsman pada akhirnya memutuskan hukuman Diyat ,yaitu
hukuman Denda yang harus dibayar kepada keluarga korban. Karena hukuman
Diyat itu terlalu berat, sepanjang ketentuan di dalam syari’at Islam, sedangkan
khalifah Umar mangkat tanpa meninggalkan harta warisan, maka khalifah
Utsman mengumumkan dirinya sebagai wali dari Ubaidillah ibn Umar ,lalu membayarkan
hukuman Diyat itu dari hartanya sendiri.
Roda pemerintahan Utsman pada
dasarnya tidak berbeda dari pendahulunya. Pemegang kekuasaan
tertinggi berada ditangan khalifah, pemegang dan pelaksana kekuasaan
eksekutif. Pelaksanaan tugas eksekutif dipusat dibantu oleh sekretaris Negara
dan dijabat oleh Marwan bin Hakam, anak paman Kholifah. Jabatan ini sangat
strategis, karena mempunyai wewenang untuk memengaruhi keputusan kholifah
selain sekretaris Negara, kholifah Utsman juga dibantu oleh pejabat pajak, pejabat
kepolisian, pejabat keuangan atau baitul mal. Untuk pelaksanaan administrasi
pemerintahan di daerah, Kholifah Utsman mempercayakannya kepada seorang
gubernur untuk setiap wilayah atau provinsi. Pada masanya,wilayah kekuasaan
Negara Madinah dibagi menjadi 10 provinsi.
Setiap Amir atau gubernur adalah
wakil kholifah di daerah untuk melaksanakan tugas administrasi pemerintahan dan
bertanggung jawab kepada kholifah karena diangkat dan diberhentikan oleh
kholifah. Adapun kekuasaan legislatif dipegang oleh dewan penasihat atau
majelis syuro. Majelis ini memberikan saran usul dan nasihat kepada kholifah
tentang masalah penting yang dihadapi Negara. Akan tetapi pengambil keputusan
terakhir berada di tangan kholifah
Pemerintahan khalifah Utsman bin
Affan berlangsung Selama 12 tahun.Selama pemerintahan Khalifah Utsman dibagi
dalam dua periode, yaitu periode Kemajuan dan periode Kemunduran. Pada periode
pertama pemerintahan Utsman mengalami kemajuan yang luar biasa,berkat jasa para
panglima yang ahli dan berkualitas,dimana Armenia,Tunisia,Cyhprus,Rhodes,dan
bagian yang tersisa dari Persia,Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut.
Selain itu ia berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan
menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh tentara
Byzantium dengan kemenangan pertama kali dalam sejarah
Islam.
Khalifah Utsman terkenal sebagai
seorang khalifah yang dermawan, ia menghabiskan hartanya demi penyebaran dan
kehormatan kaum muslim. selain menyumbang biaya-biaya perang dengan angka yang
sangat besar,ia juga menyumbangkan hartanya untuk pembangunan kembali masjidil
Haram( Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah).
Prestasi terbesar yang dilakukan
khalifah Utsman adalah menulis kembali Al-Qur’an yang telah di awali
pada zaman Khalifah Abu Bakar atas inisiatif Khalifah Umar
bin Khattab .
Namun, periode II kekuasaan Utsman
identik dengan kemunduran dengan huru-hara dan kekacauan yang luar biasa.
Sebagian ahli sejarah menilai ,bahwa Utsman melakukan Nepotisme. Ia mengangkat
sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan strategis yang paling besar dan
yang paling banyak menyebabkan suku-suku dan kabilah lainnya kecewa. Hampir
semua pejabat yang menjabat pada era Utsman I dipecat, dan kemudian khalifah
Utsman mengangkat sanak saudaranya yang tidak mampu dan tidak cakap sebagai
pengganti mereka. Tetapi terdapat beberapa alasan yang bisa membuktikan bahwa
khalifah Utsman bin Affan sebenarnya bukanlah nepotisme. Karena
pengangkatan sanak saudaranya itu berangkat dari profesionalitas kinerja mereka
di lapangan, dan Utsman tetap menghukum sanak saudaranya yang telah terbukti
bersalah, contohnya seperti Walid bin Uqbah, karena terbukti bersalah ,ia tetap
mendapat hukuman. Akan tetapi, memang pada masa akhir kepemimpinan
Utsman, para gubernur yang diangkat tersebut bertindak sewenang-wenang terutama
dalam bidang ekonomi. Mereka di luar kontrol Utsman yang memang sudah berusia
lanjut sehingga rakyat menganggap hal ini sebagai kesalahan khalifah Utsman.
4. Kontribusi Khilafah Ali bin Abi
Thalib
Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa
Pada masa Khalifah
Ali Ibnu Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris,
dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam
dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak
ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber
hukum Islam.
Khalifah Ali Ibnu
Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi
orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang
berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memerintahkan Abu
Al-Aswad Al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ).
Dengan adanya Ilmu
Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an,
maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan mendaptkan
kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
Perkembangan di Bidang Pembangunan
Pada masa Khalifah
Ali Ibnu Abi Thalib, terdapat usaha positif yang dilaksanakannya, terutama
dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang dibangun adalah kota Kuffah.
Semula pembangunan
kota Kuffah ini bertujuao politis untuk dijadikan sebagai basis pertahanan
kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dari berbagai rongrongan para
pembangkang, misalnya Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Akan tetapi, lama kelamaan kota
tersebut berkembang menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan
kemudian menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti
perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya.
Pembangunan kota
Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau tunduk terhadap
perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan pusat pergerakan
Muawiya Ibnu Abi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat strategis bagi
pertahanan Khalifah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun Ibrah/pelajaran yang dapat
kalian ambil dari sejarah perkembangan
Islam masa Khulafaur Rasyidin adalah sebagai berikut:
1. Abu Bakar
adalah seorang figur pemimpin yang
memiliki jiwa bersih, jujur, dan sangat demokratis. Siap dikritik dan diberi
saran, peduli terhadap keselamatan dan kesejahteraan umat. Apabila sosok pemimpin
seperti Abu Bakar ada pada masa kini, pastilah kemakmuran dan keadilan akan
merata pada setiap lapisan masyarakat.
2. Umar bin
Khattab adalah seorang pemimpin yang pemberani terhadap yang benar, tegas
menghadapi kebatilan dan pandai berdiplomasi. Beliau telah merubah anak-anak
padang pasir yang liar menjadi bangsa pejuang yang gagah berani, tangguh,
disiplin tinggi serta mampu menghancurkan Persia dan Byzantium. Beliau juga
mampu membangun imperium yang cukup kuat dan luas meliputi Persia, Irak, Kaldea,
Syria, Palestina, dan Mesir. Apabila para pemimpin pada masa sekarang mau
meneladani kepribadian Umar bin Khattab, tentulah akan terwujud stabilitas
bangsa dan Negara yang ampuh.
3. Usman bin
Affan adalah seorang pemimpin yang berjuang meneruskan perjuangan para Khalifah
pendahulunya. Beliau mampu melakukan perluasan wilayah kekuasaan yang patut
dikenang. Beliau mampu membentuk Angkatan Laut Arab. Corak kepemimpinan beliau
yang patut dicontoh dan diterapkan yaitu sifat keterbukaan dan demokratis.
4. Ali bin
Abi Thalib adalah seorang pemimpin yang ‘alim, gagah berani, tangkas, dan
pandai bermain pedang. Seluruh potensinya dipergunakan untuk mengatasi
perpecahan dan kekacauan dalam negeri. Beliau dilantik menjadi khalifah dalam
situasi dan kondisi yang kacau balau, akan tetapi ia mampu menjalankan roda
pemerintahan dengan baik. Perjuangan beliau senantiasa untuk keutuhan umat.
Apabila para pemimpin zaman sekarang mau meniru kepemimpinan Ali bin Abi
Thalib, pasti perpecahan dan kekacauan dapat diatasi dengan mudah.
B. SARAN
Para pamimpin kita dalam melakukan perubahan
dan perbaikan ekonomi, membenahi pendidikan dan sektor lainnya harus dilakukan
sesegera mungkin sehingga masalah tidak semakin menumpuk. Pemimpin di Indonesia
perlu bahu-membahu dengan berbagai pihak untuk memberikan solusi aktif dalam
menyelesaikan masalah apapun ketika bermunculan kepermukaan.
Hal selanjutnya yang perlu sama-sama kita perhatikan adalah, bersediakah kita termasuk para pemimpin kita sekarang ini, baik yang berlevel gubernur, wali kota, bupati dan pemimpin di bidang lainnya rela menerima kritikan dari bawahannya? Mampukah para pemimpin kita tersebut mengambil pelajaran dari kritikan yang mereka terima? Kritikan itu ibarat pil pahit, yang memang rasanya terasa amat pahit, namun bisa menyembuhkan, kritikan juga bisa kita misalkan sebuah rem di kendaraan, dimana rem tersebut akan mampu menyelamatkan sopir dari kecelakaan. Oleh karena itu hendaklah pemimpin kita di Indonesia ini ikhlas menerima kritikan dalam bentuk apapun sehingga kritikan tersebut bisa menjadi koreksi dan acuan bagi pemimpin dan akhirnya mampu meningkatkan kinerjanya.
Hal selanjutnya yang perlu sama-sama kita perhatikan adalah, bersediakah kita termasuk para pemimpin kita sekarang ini, baik yang berlevel gubernur, wali kota, bupati dan pemimpin di bidang lainnya rela menerima kritikan dari bawahannya? Mampukah para pemimpin kita tersebut mengambil pelajaran dari kritikan yang mereka terima? Kritikan itu ibarat pil pahit, yang memang rasanya terasa amat pahit, namun bisa menyembuhkan, kritikan juga bisa kita misalkan sebuah rem di kendaraan, dimana rem tersebut akan mampu menyelamatkan sopir dari kecelakaan. Oleh karena itu hendaklah pemimpin kita di Indonesia ini ikhlas menerima kritikan dalam bentuk apapun sehingga kritikan tersebut bisa menjadi koreksi dan acuan bagi pemimpin dan akhirnya mampu meningkatkan kinerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
ü Al-Wakil, Muhammad Sayyid. 2009. Wajah
Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
ü Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
ü As-Suyuti, Jalaluddin. 1979. Tarikh
al-Khulafa. Beirut: Darul Fikr
ü Bastoni, Hepi Andi. 2002. 101
Sahabat Nabi. Jakarta: Pustaka Al Kautsar
ü Murad, Musthafa. 2009. Kisah
Hidup Abu Bakar Al-Shiddiq. Jakarta: Zaman
ü Thoha, M. As’ad. 2007. Sejarah
Kebudayaan Islam Kelas 7. Sidoarjo: Al Maktabah
ü Nur Fajri, Miqdad. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung :
Pustaka Furqan, 2010.
ü Subki, A’la, Sejarah Kebudayaan Islam. Klaten Utara : CV. Gema Nusa, 2010.
ü Yatim, Badri. Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Abbasiyah. Jakarta : PT.
Grafindo Persada, 2006.
ü Supardo, Susilo. 2006. Gaya
kepemimpinan khulafa urrasyidin Andi: Yogyakarta
ü Oviyanti, Fitri. 2007. Metodologi
Studi Islam. Palembang: IAIN Raden Fatah Press
ü Rizal, Syamsul. 2008. Buku Pintar
Agama Islam. Bogor: LPKAI “Cahaya Islam”
ü Yatim, Badri. 2008. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindopersad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar