BAB
1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kata “Kurikulum” mulai dikenal sebagai istilah
dalam dunia pendidikan lebih kurang sejak satu abad yang lalu. Istilah
kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam kamus Webster tahun 1856.
Pada tahun itu kata kurikulum digunakan dalam bidang olahraga, yakni suatu alat
yang membawa orang dari star sampai ke finish. Barulah pada tahun
1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah
mata pelajaran disuatu perguruan.
Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan
perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dalam pandangan lama, kurikulum
merupakan kumpulan sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan
dipelajari oleh siswa. Pandangan ini menekankan pengertian kurikulum pada segi
isi. Dalam pandangan yang muncul kemudian, penekanan terletak pada pengalaman
belajar. Dengan titik tekan tersebut, kurikulum diartikan sebagai segala
pengalaman yang disajikan kepada para siswa dibawah pengawasan atau pengarahan
sekolah.
Ada
sejumlah ahli teori kurikulum yang berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya
meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa
yang terjadi dibawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang
formal juga kegiatan kurikuler yang tidak formal. Kegiatan kurikuler yang tidak
formal ini sering disebut ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.
Untuk sekolah yang bersangkutan, kurikulum
sekurang-kurangnya memiliki dua fungsi:
1. Sebagai alat
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan; dan
2. Sebagai pedoman
dalam mengatur kegiatan pendidikan sehari-hari
Keutamaan
mempelajari kurikulum bagi seseorang yang menekuni dunia pendidikan adalah
suatu kegiatan yang tidak boleh terlewatkan, karena berbicara pendidikan
berarti berbicara kurikulum yang ada didalamnya. Demikian halnya dengan pendidikan
Islam, tentunya terdapat kurikulum didalamnya. Maka, karena keperluan yang
utama tersebutlah dalam Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam di Institut Agama Islam
Negeri, salah satu materi yang harus dikuasai dan dipahami adalah tentang
Kurikulum dalam Pendidikan Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah pada makalah ditunjukan untuk merumuskan permasalahan yang akan dibahas
pada pembahasan dalam makalah. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini, sebagai berikut :
1. Apa yang
dimaksud dengan kurikulum pendidikan Islam?
2. Apa saja
ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam?
3. Apa saja
prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam?
4. Apa isi
kurikulum pendidikan Islam?
5. Bagaimana
langkah-langkah dalam mendesain kurikulum pendidikan Islam?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya
pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah ini. Adapun tujuan penulisan
makalah, sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian kurikulum pendidikan Islam;
2. Untuk mengetahui
ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam;
3. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam;
4. Untuk
mengetahui isi kurikulum pendidikan Islam; dan
5. Untuk memahami
langkah-langkah dalam mendesain kurikulum pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
KURIKULUM PENDIDIKAN
Kurikulum secara etimologis adalah tempat
berlari dengan kata yang berasal dari bahasa latin curir yaitu pelari
dan curere yang artinya tempat berlari.
Selain
itu, juga berasal dari kata curriculae artinya jarak yang harus ditempuh
oleh seorang pelari. Maka, pada waktu itu pengertian kurikulum ialah jangka
waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah.
Dalam pandangan tradisional disebutkan bahwa
kurikulum memang hanya rencana pelajaran. Sedangkan dalam pandangan modern
kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum
dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses
pendidikan di sekolah. Dalam kalimat lain disebut sebagai semua pengalaman
belajar.
Adanya
pandangan bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaran di sekolah disebabkan
adanya pandangan tradisional yang mengatakan bahwa kurikulum memang hanya
rencana pelajaran. Pandangan tradisional ini sebenarnya tidak terlalu salah,
mereka membedakan kegiatan belajar kulikuler dan kegiatan belajar
ekstrakulikuler dan kokulikuler. Kegiatan kulikuler ialah kegiatan belajar
untuk mempelajari pelajaran wajib, sedangkan kegiatan kokulikuler dan
ekstrakulikuler disebut mereka sebagai kegiatan penyerta. Praktik kimia, fisika
atau biologi, kunjungan ke museum untuk pelajaran sejarah misalnya, dipandang
mereka sebagai kakulikuler (penyerta kegiatan belajar bidang studi). Apabila
kegiatan itu tidak berfungsi sebagai penyerta, seperti pramuka dan olahraga,
maka yang ini disebut kegiatan di luar kurikulum (kegiatan ekstrakulikuler).
Menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari
sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern
ialah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang actual dan nyata, yaitu yang actual
terjadi disekolah dalam proses belajar. Dalam pendidikan, kegiatan yang
dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, seperti berkebun, olahraga,
pramuka dan pergaulan serta beberapa kegiatan lainnya di luar bidang studi yang
dipelajari. Semuanya merupakan pengalaman belajar yang bermanfaat. Pandangan
modern berpendapat bahwa semua pengalaman belar itulah kurikulum.
Atas dasar ini, maka inti kurikulum adalah
pengalaman belajar. Ternyata pengalamn belajar yang banyak berpengaruh dalam
pendewasaan anak, tidak hanya mempelajari mata pelajaran interaksi sosial di
lingkungan sekolah, kerja sama dalam kelompok, interaksi dalam lingkungan
fisik, dan lain-lain, juga merupakan pengalaman belajar.
Berikut ini beberapa pengertian kurikulum
menurut para pakar, yaitu:
1. Saylor dan
Alexander merumuskan kurikulum sebagai the total effort of the school
situations, artinya bahwa kurikulum merupakan keseluruhan usaha yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan atau sekolah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
2. Smith memandang
kurikulum sebagai seperangkat dan upaya pendidikan yang bertujuan agar peerta
didik memiliki kemampuan hidup bermasyrakat. Anak didik dibina agar memiliki
kemampuan menyesuaikan diri untuk menjadi bagian dari masyarakat.
3. Harold Rugg
mengartikan kurikulum sebagai program sekolah yang didalamnya terdapat semua
peserta didik dan pekerjaan guru-guru mereka.
4. Menururt Hilda
Taba, kurikulum adalah suatu kegiatan dan pengalaman peerta didik di sekolah
yang sudah direncanakan
Adapun pengertian kurikulum sebagaimana yang
terdapat dalam Pasal 1 butir 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Dari pengertian kurikulum tersebut dapat
dipahami bahwa kurikulum bukan hanya bahan pelajaran yang akan diajarkan kepada
peserta didik, melainkan juga terdapat seperangkat aturan lain dan kegiatan
lain yang ikut membentuk dan membangun kedewasaan peserta didik di sekolah.
Adapun semua perangkat yang dimaksud bertujuan satu, yaitu mencapai tujuan
pendidikan. Dalam pendidikan Islam juga memiliki kurikulum yang menjadi bahan
untuk mencapai tujuan pendidikannya.
Berdasarkan pengertian yang sudah diketahui
bahwa kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidikan untuk membimbing
peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi
sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Ini berarti bahwa proses
pendidikan Islam bukanlah proses yang dilakukan secara serampangan, tetapi
hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia, transformasi sejumlah
pengetahuan keterampilan dan sikap mental yang harus teruusun. Dari penjelasan
tersebut maksud kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum pendidikan yang
berasaskan ajaran Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma` dan
lainnya.
Adapun fungsi kurikulum dalam pendidikan Islam
adalah sebagai:
1.
Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh
harapan manusia sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan
2. Pedoman dan
program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan
3. Fungsi
kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya dan penyiapan
tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan
4. Standardisasi
dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan, atau sebagai
batasan dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan, semester,
maupun pada tingkat pendidikan tertentu
B. HAKIKAT KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa
kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis
diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau
dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitas, pengetahuan
dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik
kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam (H.syamsul Bahri
Tanrere, 1993).
Konsep dasar kurikulum sebenarnya
tidak sesederhana itu,tetapi kurikulum dapat diartiakan menurut fungsinya
sebagaimana pengertian berikut:
1. Kurikulum sebagai program studi
2. Kurikulum sebagai program studi.
3. Kurikulum sebagai kegiatan terencana
4. Kurikulum sebagai hasil belajar
5. Kurikulum sebagai reproduksi cultural
6. Kurikulum sebagai pengalaman belajar
7. Kurikulum sebagai produksi
Berdasarkan keterangan
di atas, maka kurikulum pendidikan Islam itu merupakan satu komponen pendidikan
agama berupa alat untuk mencapai tujuan.Ini bermakna untuk mencapai tujuan
pendidikan agama (pendidikan Islam) diperlukan adanya kurikulum yang sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam dan menunjang sesuai dengan kebutuhan
pendidikan.Maka dibutuhkanlah kurikulum sebagai alat yang memiliki berbagai
fungsi (multifungsi) demi terwujudnya finaldestination dari pendidikan
itu sendiri.
C. CIRI-CIRI KURIKULUM PENDIDIKAN ISALAM
Kurikulum
Pendidikan Islam tidak akan terlepas dari asas Islam itu sendiri yakni
Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka ciri utama yang bisa diketahui adalah
mencantumkan Al-Qur`an dan Al-Hadits sebagai sumber utama. ciri-ciri kurikulum
pendidikan Islam menurut Al-Syaibani, yaitu:
1. Kurikulum
pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak. Agama dan
akhlak itu harus diambil dari Al-Qur`an dan Al-Hadit serat contoh-contoh dari
tokoh terdahulu yang saleh.
2. Kurikulum
pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi
siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan rohani. Untuk pengembangan
menyeluruh ini kurikulum harus berisi mata pelajaran yang banyak, sesuai dengan
tujuan pembinaan setiap aspek itu. Oleh karena itu, di perguruan tinggi diajarkan
mata pelajaran seperti ilmu-ilmu Al-Qur`an termasuk tafsir dan qiro`ah serta
mata pelajaran lainnya.
3. Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat,
dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.
4. Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus seperti ukir, pahat,
tulis-indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu, memperhatikan juga pendidikan
jasmani, latihan militer, teknik, keterampilan dan bahasa asing sekalipun
semuanya ini diberikan kepada perseorangan secara efektif berdasar bakat, minat
dan kebutuhan.
5. Kurikulum
pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan kebudayaan yang sering terdapat di
tengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman. Kurikulum
dirancang sesuai dengan kebudayaan itu.
Adapun
ciri-ciri khusus kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1.
Dalam kurikulum pendidikan Islam, tujuan
utamanya adalah pembinaan anak didik untuk bertauhid. Oleh karena itu, semua
sumber yang dirunut berasal dari ajaran Islam
2.
Kurikulum harus disesuaikan dengan fitrah
manusia, sebagai makhluk yang memiliki keyakinan kepada Tuhan
3.
Kurikulum yang disajikan merupakan hasil
pengujian materi dengan landasan Al-Qur`an dan Al-Hadits
4.
Mengarahkan minat dan bakat serta meningkatkan
kemampuan akliah peserta didik serta keterampilan yang akan diterapkan dalam
kehidupan konkret
5.
Pembinaan akhlak peserta didik, sehingga
pergaulannya tidak keluar dari tuntunan Islam. Dan
6.
Tidak ada kadaluarsa kurikulum karena ciri khas
kurikulum Islam senantiasa relevan dengan perkembangan zaman bahkan menjadi
filter kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya didalam
kehidupan masyarakat
Beberapa ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam
yang telah disebutkan diatas, dapat dipahami bahwa kurikulum pendidikan Islam
menekankan aspek spiritual tinggi dan akhlak yang mulia.
D. PRINSIP-PRINSIP KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Tentang prinsip-prinsip umum yang
menjadi dasar penyusunan kurikulum pendidikan Islam, diantaranya:
1. Prinsip yang
berorientasi pada tujuan. “Al-umur bi maqashidiha” merupakan bagian ushuliyah
yang berimplikasi pada aktivitas kurikulum yang terarah, sehingga tujuan
pendidikan yang tersusun sebelumnya dapat tercapai. Disamping itu, perlu adanya
persiapan khusus bagi para penyelenggara pendidikan untuk menetapkan tujuan-tujuan
yang harus dicapai oleh peserta didik seiring dengan tugas manusia sebagai
hamba dan khalifah Allah swt
2. Prinsip
relevansi. Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum yang ditetapkan harus
dibentuk sedemikian rupa, sehingga tuntutan pendidikan dengan kurikulum
tersebut dapat memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat,
serta tuntutan vertical dalam mengemban nilai-nilai ilahi sebagai rahmatan
li al-alamin.
3. Prinsip
efisiensi dan efektifitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar kegiatan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain
secara cermat dan tetap sehingga hasilnya memadai dan memenuhi harapan
membuahkan hasil sebanyaknya. Islam mengajarkan agar seorang muslim menghargai
waktu sebaik-baiknya (QS. Al-‘Ashr: 1, Adh-Dhuha: 1, Al-lail: 1, Asy-Syams:
1-9), sehingga tidak ada hari libur untuk beraktivitas (QS. Al-Jumu’ah: 9-10),
serta menghargai tenaga dan aktivitas manusia. Baik tidaknya seseorang
ditentukan oleh nilai kerjanya (QS. An-Najm: 39-40). Di samping itu, Islam juga
mengajarkan agar seseorang sedapatnya menggunakan hartanya sesederhana mungkin,
tidak boros, dan tidak menggunakannya untuk sesuatu yang kurang bermanfaat (mubadzir).
(QS. Al-Isra’: 26-27).
4. Prinsip
fleksibilitas program. Implikasinya adalah kurikulum disusun begitu luwes,
sehingga mampu disesuaikan dengan situasi setempat, waktu dan kondisi yang
berkembang, tanpa mengembang tujuan pendidikan yang diinginkan. Prinsip ini
tidak hanya dilihat dari salah satu faktor, tetapi juga dilihat dari totalitas
ekosistem kurikulum, baik yang berkenaan dengan perkembangan peserta didik
(kecerdasan, kemampuan, dan pengetahuan yang diperolah), metode yang digunakan,
fasilitas yang tersedia, serta lingkungan yang mempengaruhinya.
5. Prinsip integritas.
Implikasinya adalah mengupayakan kurikulum agar menghasilkan manusia yang
seutuhnya, manusia yang mampu mengintegrasikan antara fakultas dzikir
dan fakultas fikir, serta manusia yang mampu menyelaraskan kehidupan
dunia dan akhirat. Di samping itu, pengupayaan kurikulum tersebut menghasilkan
peserta didik yang mampu menguasai ilmu-ilmu qur’ani (din Allah)
dan ilu-ilmu kawni (sunnah Allah) yang bertujuan untuk mencari
ridha Allah swt. Prinsip ini dilakukan dengan cara memadukan semua komponen
kurikulum tanpa adanya penggalan satu dengan lainnya.
6. Prinsip
kontinuitas (istiqamah). Implikasinya adalah bagaimana susuna kurikulum
yang terdiri dari bagian yang berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan
kurikulum lainnya, baik secara vertical (penjenjangan, tahapan), maupun secara
horizontal.
7. Prinsip
sinkronisme. Implikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum dapat seirama,
searah dan setujuan, serta jangan sampai terjadi kegiatan kurikulum lain yang
menghambat, berlawanan, atau mematikan kegiatan lain.
8. Prinsip objektivitas.
Implikasinya adalah adanya kurikulum tersebut dilakukan melalui tuntutan
kebenaran ilmiah yang objektif, dengan mengesampingkan pengaruh-pengaruh emosi
yang irasional. (QS. Al-Ma’idah: 8).
9. Prinsip
demokrasi. Implikasinya adalah pelaksanaan kurikulum harus dilakukan secara
demokrasi. Artinya, saling mengerti, memahami keadaan dan situasi tiap-tiap
subjek dan objek kurikulum. Segala tindakan sebaiknya dilakukan melalui
musyawarah untuk mufakat, sehingga kegiatan itu didukung bersama dan apabila terjadi
kegagalan maka tidak meyalahkan satu dengan yang lain.
10. Prinsip
analisis kegiatan. Prinsip ini mengandung tuntutan agar kurikulum
dikonstruksikan melalui proses analisis isi bahan mata pelajaran, serta
analisis tingkah laku yang sesuai dengan materi pelajaran.
11. Prinsip
individualisasi. Prinsip kurikulum yang memperhatikan perbedaan pembawaan dan
lingkungan pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi peserta didik,
seperti perbedaan jasmani, watak, inteligensi, bakat, serta kelebihan dan
kekurangannya.
12. Prinsip
pendidikan seumur hidup. Konsep ini diterapkan dalam kurikulum mengingat
keutuhan potensi subjek manusia sebagai subjek yang berkembang dan perlunya
keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai sukbjek yang sadar akan nilai
(yang menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidup). (Tim Depag RI,
1979; 18). Semua hal tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya belajar yang
berkesinambungan
Sedngkan menurut Asy-Syaibani (1979: 519-522),
prinsip utama dalam kurikulum pendidikan Islam adalah:
1. Berorientasi
pada Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Adapun kegiatan kurikulum yang
baik berupa falsafah, tujuan, metode, prosedur, cara melakukan, dan
hubungan-hubungan yang berlaku dilembaga harus berdasarkan Islam.
2. Prinsip
menyeluruh (syumuliyyah) baik dalam tujuan maupun isi kandungannya.
3. Prinsip
keseimbangan (tawazun) antara tujuan dan kandungan kurikulum.
4. Prinsip
interaksi (ittishaliyyah) antara kebutuhan siswa dan kebutuhan
masyarakat.
5. Prinsip
pemeliharaan (wiqayah) antara perbedaan-perbedaan individu.
6. Prinsip
perkembangan (tanmiyyah) dan perubahan (taghayyur) seiring dengan
tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolut ilahiyyah.
7. Prinsip
integritas (muwahhadah) antara mata pelajaran, pengalaan, dan aktivitas
kurikulum dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat dan tuntutan zaman serta
tempat peserta didik berada
Ibnu Sina memberikan klasifikasi
ilmu pengetahuan untuk diajarkan kepada anak didik ada 2 macam, yaitu:
1. Ilmu Nadari atau ilmu teoretis
adalah ilmu yang mengandung iktibar tentang maujud dari alam dan isinya yang
dianalisis secara jujur dan jelas, akan diketahui Maha Penciptanya. Yang
termasuk dalam jenis ilmu ini adalah ilmu matematika, ilmu alam.
2. Ilmu –ilmu ‘Amali (praktis) yang terdiri dari
beberapa ilmu pengetahuan yang prinsip-prinsipnya berdasarkan atas
sasaran-sasaran analisisnya. Misalnya ilmu yang menganalisis tentang perilaku
manusia dilihat dari aspek individual maka timbullah ilmu akhlak. Jika
menganalisis tentang perilaku manusia dilihat dari aspek social, maka timbul
ilmu politik (ilmu siasah).
E. ISI KURIKULUM PENDIDIKAN
ISLAM
Sebelum mengetahui apa saja isi kurikulum
pendidikan Islam, terlebih dahulu harus diketahui mengenai syarat-syarat yang
diajukan dalam perumusan kurikulum, yaitu sebagai berikut.
1. Materi yang
tersusun tidak menyalahi fitrah manusia
2. Adanya
relevansi dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu sebagai upaya mendekatan diri
dan beribadah kepada Allah swt dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3. Disesuaikan
dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4. Perlunya
membawa perta didik kepada objek empiris, praktik langsung, dan memiliki fungsi
pragmatis, sehingga mereka mempunyai keterampilan-keterampilan yang nyata.
5. Penyusunan
kurikulum bersifat integral, terorganisasi dan terlepas dari segala kontradiksi
antara materi satu serta materi lainnya.
6. Materi yang
disusun memiliki relevansi dengan masalah-masalah yang mutakhir, yang sedang
dibicarakan dan relevan dengan tujuan Negara setempat.
7. Adanya metode
yang mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memperhatikan
perbedaan masing-masing individu.
8. Materi yang
disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik.
9. Memperhatikan
aspek-aspek sosial, misalnya Da`wah Islamiyah.
10. Materi yang
disusun mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta didik, sehingga
menjadikan kesempurnaan jiwanya.
11. Memperhatikan
kepuasan pembawaan fitrah, seperti memberikan waktu istirahat dan refreshing
untuk menikmati suatu kesenian.
12. Adanya ilmu alat untuk mempelajari ilmu-ilmu
lain.
Setelah
syarat-syarat tersebut dipenuhi, disusunlah isi kurikulum pendidikan Islam.
Ibnu Khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Abrasyi (1969: 285-287), membagi
isi kurikulum pendidikan Islam dengan dua tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat Pemula
(manhaj ibtida’i)
Materi kurikulum pemula difokuskan pada
pembelajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ibnu Khaldun memandang bahwa Al-Qur’an
merupakan asal agama, sumber berbagai ilmu pengetahuan, dan asas pelaksanaan
pendidikan Islam. Disamping itu, mengingat isi Al-Qur’an mencakup materi
penanaman akidah dan keimanan pada jiwa peserta didik, serta memuat akhlak
mulia, dan pembinaan pribadi menuju prilaku yang positif.
2. Tingkat atas (manhaj
‘ali)
Kurikulum ini mempunyai dua kualifikasi; pertama,
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan dzatnya sendiri, seperti ilmu syariah yang
mencakup fiqih, tafsir, hadis, ilmu kalam, ilmu bumi, dan ilmu filsafat. Kedua,
ilmu-ilmu yang ditunjukan untuk ilmu-ilmu lain, dan bukan ilmu yang
berkaitan dengan zatnya sendiri. Misalnya ilmu bahasa (linguistik), ilmu
matematika, dan ilmu mantiq (logika).
Ibnu Khaldun
kemudian membagi ilmu dengan tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
1. Ilmu-ilmu naqliyah,
yaitu ilmu yang diambil dari Al-qur’an dan ilmu-ilmu agama lain. Seperti ilmu
fiqih untuk mengetahui kewajiban-kewajiban beribadah; ilmu tafsir untuk
mengetahui maksud-maksud Al-Qur’an; ilmu usul fiqhi untuk meng-istibath-kan
hukum berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta ilmu-ilmu lainnya.;
2. Ilmu-ilmu aqliyah,
yaitu ilmu yang diambil dari daya pikiran manusia, seperti ilmu filsafat,
ilmu-ilmu mantiq (logika), ilu bumi, ilmu kalam, ilmu teknik, ilmu
matematika, ilmu kimia, dan ilmu fisika; dan
3. Ilmu-ilmu lisan
(linguistik), seperti ilmu nahwu, ilmu bayan, ilmu adab (sastra).
Al-Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan
Islam dengan empat kelompok dengan mempertimbangkan jenis, dan kebutuhan ilmu
itu sendiri, yaitu:
1. Ilmu-ilmu
Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu fiqih, As-Sunnah, tafsir dan
sebagainya;
2. Ilmu-ilmu bahasa sebagai alat untuk mempelajari
ilmu Al-qur’an dan ilmu agama;
3. Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti
ilmu kedokteran, matematika, industri, pertanian, teknologi dan sebagainya;
4. Ilmu-ilmu beberapa cabang ilmu filsafat.
Klasifikasi isi
kurikulum tersebut berpijak pada klasifikasi ilmu pengetahuan dengan tiga
kelompok, yaitu sebagai berikut.
1. Ilmu
pengetahuan menurut kuantitas yang mempelajari, terbagi:
a.
Ilmu fardhu’ain, yaitu ilmu yang harus
diketahui oleh setiap muslim yang bersumber dari Kitab Allah.
b.
Ilmu fardhu kifayah, yaitu ilmu yang
cukup dipelajari oleh sebagai orang muslim, seperti ilmu yang berkaitan dengan
masalah duniawi, misalnya ilmu hitung, kedokteran, teknik pertanian, industry,
dan sebagainya
2. Ilmu
pengetahuan menurut fungsinya, terbagi:
a.
Ilmu tercela (madzmumah), yaitu ilmu
yang tidak berguna untuk masalah dunia dan masalah akherat serta mendatangkan
kerusakan, misalnya ilmu sihir, nujum, dan perdukunan.
b.
Ilmu terpuji (mahmudah), yaitu ilmu-ilmu
agama yang dapat menyucikan jiwa dan menghindarkan hal-hal yang buruk, serta
ilmu yang dapat mendekatkan diri manusia kepada Allah swt.
c.
Ilmu terpuji dalam batas-batas tertentu, dan
tidak boleh dipelajari secara mendalam, karena akan mendatangkan atheis (ilhad)
seperti ilmu filsafat.
3. Ilmu
pengetahuan menurut sumbernya, terbagi:
a.
Ilmu syar’iyyah, yaitu ilmu-ilmu yang didapat
dari wahyu ilahi dan sabda Nabi saw.
b. Ilmu ‘aqliyah,
yaitu ilmu yang berasal dari akal pikiran setelah mengadakan eksperimen dan
akulturasi.
Selanjutnya,
Al-Ghazali membagi ilmu model ini kepada ilmu macam, yaitu:
1. Olahraga (riyadhiyah),
seperti ilmu teknik, matematika, dan organisasi;
2. Ilmu logika (manthiq)
yang digunakan untuk mendatangkan pemahaman dan bukti dari dalil syar’i;
3. Ilmu teologi (uluhiyah),
yaitu ilmu yang digunakan untuk memperbincangkan Tuhan, seperti ilmu kalam;
4. Ilmu kalam (thab’iyyah),
yaitu ilmu yang digunakan mengetahui sifat-sifat jasmani, seperti psikologi dan
sebagainya;
5. Ilmu politik
dan rekayasa untuk kepentingan kemaslahatan dunia.
Konferensi di
Islam adab 11 menghasilkan keputusan bahwa isi kurikulum terbagi atas dua macam,
yaitu perennial (naqliyah) dan acquired (aqliyah). Perennial
diterima melalui wahyu yang terdapat pada Al-qur’an dan As-Sunnah,
sedangkan acquired diperoleh melalui imajinasi dan pengalaman indra.
Adapun rinciannya sebagai berikut.
1. Grup perennial,
yaitu ilmu Al-qur’an, meliputi qira’ati, hifzh, tafsir, sunnah, sirah,
tauhid, fiqh, ushu fiqih, bahasa Al-Qur’an (baik fonologi, sintaksis, maupun
semantik).
2. Grup acquired,
yaitu:
a.
Seni (imajinatif), meliputi seni islam
arrsitektur, bahasa, dan sebagainya;
b.
Seni intelek, meliputi pengetahuan sosial,
kesusastraan, filsafat, pendidikan, ekonomi, politik, sejarah, peradaban islam,
ilmu bumi, sosiologi, linguistic, psikologi, antropologi, dan sebagainya;
c.
Ilmu murni, meliputi engineering dan
teknologi, ilmu kedokteran, pertanian, kehutanan, dan sebagainya;
d.
Ilmu praktik (practical science),
meliputi ilmu perdagangan, ilmu administrasi, ilmu perpustakaan, ilmu
kerumahtanggaan, ilmu komunikasi, dan sebagainya.
F. LANGKAH-LANGKAH MENDESAINKURIKULUM
PENDIDIKAN ISLAM
Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen yang
tidak boleh diabaikan keberadaannya, komponen-komponen yang dimaksud adalah:
1. Tujuan;
2. Isi atau
program
3. Metode atau
proses pembelajaran, dan
4. Metode atau
proses pembelajaran; dan
Adapun dalam
mendesain kurikulum pendidikan Islam berdasarkan komponen-komponen kurikulum
diatas, yaitu harus dimulai dari penyusunan atau perumusan tujuan menurut
Islam. Dan tujuan pendidikan Islam tidak lain sebagai berikut:
1.
Jasmaninya sehat dan kuat
2.
Akalnya cerdas dan pandai
3.
Hatinya dipenuhi iman kepada Allah
Untuk
mewujudkan muslim seperti itu, pendesainan kurikulum dapat dilakukan dengan
kerangka sebagai berikut:
1. Untuk jasmani
yang sehat dan kuat disediakan mata pelajaran dan kegiatan olahraga dan
kesehatan.
2. Untuk otak yang
cerdas dan pandai disediakan mata pelajaran dan kegiatan yang dapat
mencerdaskan otak dan menambah pengetahuan seperti logika dan berbagai sains.
3. Untuk hati yang
penuh iman disediakan mata pelajaran dan kegiatan agama.
Sementara itu,
mata pelajaran dapat didesain sesuai dengan:
1.
Perkembangan kemampuan siswa yang bersangkutan;
2.
Kebutuhan individu dan masyarakatnya menurut
tempat dan waktu.
Dan pendesainan
kurikulum itu dengan memberikan pertimbangan, sebagai berikut:
1.
Prinsip berkesinambungan;
2.
Prinsip berurutan; dan
3.
Prinsip
integrasi pengalaman.
Karena tujuan pendidikan disegala tingkatan dan
jenis pendidikan berintikan iman, maka seluruh mata pelajaran dan kegiatan
belajar haruslah menuju kepada keimanan
kepada Allah. Dengan cara begitu maka kesatuan pengalaman siswa akan terbentuk
dan kesatuan pengalaman itu dikendalikan oleh otoritas Allah. Dalam keadaan
seperti itu, manusia akan mampu menempati posisinya sebagai kholifah Allah yang
memiliki otoritas tak terbatas dalam mengatur alam ini.
Jadi, inti (core)
kurikulum pendidikan Islam adalah kehendak Allah. Dengan ini maka kesatuan
pengetahuan dan pengalaman akan berpusat pada Allah, pengaturan kehidupan akan
sesuai dengan kehendak Allah.
Kerangka
kurikulum Islam sebagaimana dilukiSkan diatas adalah kurikulum yang umum, dan
dapat dijadikan acuan oleh orang islam dalam mendesain kurikulumpendidikan
disekolah, dimasyarakat, dan didalam rumah tangga. Kerangka kurikulum tersebut
ialah sebagai berikut:
1. Tujuan
2. Isi kurikulum
(materi)
3. Metode
4. Evaluasi
Jika kita menerapkan
teori itu dalam mendesain kurikulum, maka langkah-langkahnya kira-kira sebagai
berikut:
1.
Kita hendak melaksanakan suatu pendidikan,
sekolah, anak dirumah, atau kursus computer. Langkah pertama: rumuskanlah
tujuannya sejelas mungkin. Tujuan yang biasanya masih umum itu perlu dijabarkan
(di taksonomi) atau di-break-down menjadi tujuan yang kecil-kecil.
Akhirnya kita memperoleh rumusan tujuan yang banyak, mungkin ratusan item.
2.
Bila tujuan sudah dirumuskan sampai kepada
rumusan operasional (yang kecil-kecil itu), maka langkah kedua ialah menentukan
isi kurikulum isinya ialah materi pengetahuan atau mata pelajaran dan berbagai
kegiatan (kokurikuler dan ekstra kulikuler). Dari sini kita dapat mebuat daftar
mata pelajaran dan kegiatan serta syllabus-nya masing-masing.
3.
Langkah selanjutnya ialah menentukan cara
mencapai tujuan itu. Disini banyak sekali teori yang harus dipertimbangkan,
sebab metode belajar-mengajar itu merupakan racikan teori-teori dari disiplin psikologi,
metodologi, pengajaran, teknik evaluasi, didaktik pada umumnya,
pengetahuan tentang alat-alat pengajaran, pertimbangan, tentang waktu, tempat,
suasana dan lain-lain. Dalam bentuknya yang operasional, proses
belajar-mengajar itu ditulis dalam persiapan mengajar atau lesson plan. Agar
dapat membuat lesson plan. Agar dapat membuat lesson plan dengan
benar, hendaklah dikuasai lebih dahulu teori-teorinya dalam disiplin metodik
khusus.
4.
Langkah terakhir ialah menentukkan teknik dan
alat evaluasi. Langkah ini tidak bersangkutan langsung dengan isi dan proses
belajar mengajar
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengertian yang sudah diketahui
bahwa kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidikan untuk membimbing
peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah
pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Ini berarti bahwa proses pendidikan
Islam bukanlah proses yang dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya
mengacu pada konseptualisasi manusia, transformasi sejumlah pengetahuan
keterampilan dan sikap mental yang harus terususun. Dari penjelasan tersebut
maksud kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum pendidikan yang berasaskan
ajaran Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma` dan lainnya.
Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan
mata pelajaran agama dan akhlak.
2. Kurikulum
pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi
siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan rohani.
3. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan
antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani
manusia.
4. Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus dan pendidikan jasmani.
5. Kurikulum
pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan kebudayaan yang sering terdapat di
tengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman.
Prinsip-prinsip
kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1.
Prinsip yang berorientasi pada tujuan.
2.
Prinsip
relevansi.
3.
Prinsip efisiensi dan efektifitas.
4.
Prinsip fleksibilitas program.
5.
Prinsip integritas.
6.
Prinsip kontinuitas (istiqamah).
7.
Prinsip sinkronisme.
8.
Prinsip objektivitas.
9.
Prinsip demokrasi.
10.
Prinsip analisis kegiatan.
11.
Prinsip individualisasi.
12.
Prinsip pendidikan seumur hidup.
Al-Ghazali
membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan empat kelompok dengan
mempertimbangkan jenis, dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu:
1.
Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama,
misalnya ilmu fiqih, As-Sunnah, tafsir dan sebagainya;
2.
Ilmu-ilmu bahasa sebagai alat untuk mempelajari
ilmu Al-qur’an dan ilmu agama;
3.
Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti
ilmu kedokteran, matematika, industri, pertanian, teknologi dan sebagainya;
4.
Ilmu-ilmu beberapa cabang ilmu filsafat.
Dalam
pendidikan kurikulum dapat didesain sesuai dengan keperluannya, maka
langkah-langkah dalam mendesain kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1.
Rumuskanlah tujuannya sejelas mungkin.
2.
Menentukkan isi kurikulum pendidikan Islam.
3.
Menentukkan cara mencapai tujuan.
4.
Menentukkan teknik dan alat evaluasi.
B. SARAN
Dengan
segala keterbatasan kami, demikianlah makalah ini kami buat. Kesempurnaan
hanyalah ada pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. oleh karena itu sudah pasti
makalah ini memerlukan kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang baik
hatinya demi lebih baiknya makalah setelah ini. Selamat membaca dan semoga
bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Basri, Hasan
dan Beni Ahmad Saebani. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II. Bandung:
Pustaka Setia.
Ø Kurinasih, Imas
dan Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan.
Cet. II. Surabaya: Kata Pena.
Ø Nizar, Samsul.
2013. Sejarah Pendidikan Islam. Cet. V. Jakarta: Kencana.
Ø Tafsir, Ahmad.
2012. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya
Ø Umar, Bukhori.
2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
Ø Sudiyono.H.M. Drs; Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), Jilid Ke-1.
Ø
Mujib dan Jusuf
Mudzakir, Abdul . 2010. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Ø Nata, Abuddin. 2010. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
What are The Benefits of Making Money Playing Poker Online?
BalasHapusLearn how to win at online poker, the best way to start, and the best poker sites choegocasino with the best งานออนไลน์ payout 바카라 percentages. Find the top online